Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ramunia Sofyana Putri

Deepfake dan Krisis Kepercayaan

Eduaksi | 2025-12-08 20:29:55

Kemajuan teknologi deepfake telah mengubah lanskap informasi digital dengan manipulasi video dan audio yang nyaris tak terdeteksi, memicu krisis psikososial mendalam seperti erosi identitas pribadi dan kepercayaan sosial kolektif yang jarang dibahas secara kritis di Indonesia. Refleksi pribadi sebagai generasi digital menunjukkan betapa rapuhnya batas antara realitas dan fabrikasi, di mana satu konten palsu bisa memicu perasaan malu serta gangguan emosional yang memengaruhi kehidupan sosial korban secara berkepanjangan. Kritik tajam terhadap minimnya kesadaran digital di masyarakat kita memperburuk situasi ini, karena pelaku memanfaatkan anonimitas media sosial untuk keuntungan finansial tanpa risiko signifikan.

sumber: https://akcdn.detik.net.id/visual/2024/09/11/ilustrasi-deepfake-3_169.jpeg?w=1200

Apa dampak dari Deepfake?

Deepfake memunculkan dilema identitas eksistensial, di mana korban mengalami disonansi kognitif parah akibat persepsi publik yang terdistorsi, termasuk trauma mendalam seperti PTSD, pengucilan sosial, dan hilangnya kepercayaan diri. Secara reflektif, ini mencerminkan kegagalan kolektif dalam membangun norma etis di era AI Indonesia, di mana teknologi yang seharusnya membebaskan justru membelenggu psike dengan paranoia permanen terhadap representasi digital diri sendiri. Penelitian lokal menyoroti bahwa dampak psikologis utama seperti rasa terganggu dan malu tidak hanya individu, tapi merembet ke fragmentasi relasi sosial sehari-hari.

Krisis kepercayaan sosial semakin parah karena deepfake merusak fondasi interaksi digital, dengan korban perempuan deepfake pornografi mengalami depresi, kecemasan, hingga risiko bunuh diri akibat reputasi tercoreng dan kerugian ekonomi. Analisis kritis menunjukkan ketergantungan buta pada verifikasi visual tanpa literasi kritis mempercepat "post-truth era" lokal, melemahkan partisipasi publik dan legitimasi institusi. Refleksi ini menuntut intervensi pendidikan holistik di Indonesia, bukan sekadar deteksi teknologi, untuk merekonstruksi ruang publik autentik.

Lebih lanjut, dampak psikososial deepfake memperlemah demokrasi dengan skeptisisme radikal terhadap narasi publik, di mana pelaku termotivasi kesenangan seksual atau penindasan kekuasaan yang menyebabkan kerugian emosional berkepanjangan pada korban. Sebagai mahasiswa, pengalaman menganalisis kasus lokal membuat sadar bahwa regulasi seperti UU ITE masih reaktif dan kurang menangani akar psikososial, sehingga diperlukan kolaborasi antar-disiplin untuk literasi digital yang mendalam. Kritik ini menekankan perlunya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap risiko keamanan digital guna meminimalkan kejahatan berbasis deepfake.

Deepfake menuntut revolusi pemahaman kebenaran di era digital Indonesia, mengubah ancaman menjadi peluang resiliensi melalui penguatan literasi psikososial. Langkah awal adalah dialog kritis seperti ini, menjembatani fenomena masa kini menuju masa depan masyarakat digital yang sehat dan berkepercayaan kembali.

Referensi

Nurdin, S. W., & Nugraha, I. F. (2025). Ancaman deepfake dan disinformasi berbasis AI: Implikasi terhadap keamanan siber dan stabilitas nasional Indonesia. JIMR: Journal of International Multidisciplinary Research, 4(01), 73–92.

Respati, A. A., Setyarini, A. D., Parlagutan, D., Rafli, M., Mahendra, R. S., & Nugroho, A. A. (2024). Analisis hukum terhadap pencegahan kasus deepfake serta perlindungan hukum terhadap korban. Media Hukum Indonesia, 2(2), 586–592.

Herdian, A., & Sumarwan, U. (2025). Analisis kriminologi deepfake melalui media sosial berdasarkan teori rational choice. IKRAITH–Humaniora, 9(1), 323–331.

Kasita, I. D. (2022). Deepfake pornografi: Tren kekerasan gender berbasis online (KGBO) di era pandemi Covid-19. Jurnal Wanita dan Keluarga, 3(1), 16–26.

Aurelita, M., & Lewoleba, K. K. (2024). Perempuan sebagai Korban Deepfake Pornografi dalam Perspektif Viktimologi. Jurnal Kertha Semaya, 12(12), 3382-3396.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image