Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hanin Hanifah

Menggali Makna Kata pada Puisi 'Tiga Lembar Kartu Pos'

Sastra | Sunday, 14 Jul 2024, 00:51 WIB
Sumber: https://s2.bukalapak.com/img/25016952472/large/data.jpeg

Puisi “Tiga Lembar Kartu Pos” karya Sapardi Djoko Darmono merupakan sebuah karya sastra yang menampilkan kemampuan penyair dalam menyampaikan kompleksitas hubungan manusia melalui penggunaan simbolisme yang kaya dan mendalam.

(1)

soalnya kau tak pernah tegas menjelaskan keadaanmu, tak pernah tegas

mengakui bahwa harus menyelesaikan perkaramu dengan-Ku

suratmu dulu itu entah di mana, tidak di antara bintang-bintang,

tidak di celah awan, tidak di sela-sela sayap malaikat.

masih Kuingat benar: alamat-Ku kautulis dengan sangat tergesa,

Kubayangkan tanganmu gemetar, tanda bahwa ada yang

ingin lekas-lekas kausampaikan pada-Ku

Puisi “Tiga Lembar Kartu Pos” merangkum perjalanan emosional dan spiritual sang penulis yang menyoroti aspek-aspek kehidupan, cinta, dan kehilangan. Penggambaran ketidakjelasan di ungkapkan melalui penggunaan kata kau tidak pernah tegas dalam menjelaskan keadaannya, mencerminkan adanya ketidakpastian dan ambiguitas dalam hubungan antara “aku” dan “kau”. Penyair mengungkapkan kata suratmu dulu itu entah dimana, membuktikan perasaan kehilangan komunikasi yang mencerminkan kesulitan dalam mengekspresikan perasaan, mencerminkan tantangan dalam menjalin hubungan. Antara bagian ini, "Aku" berusaha untuk mencari kejelasan dalam hubungan mereka, tetapi "kau" tidak memberikan penjelasan yang memuaskan. Hal ini tercermin dalam bagian yang menyebutkan bahwa "suratmu dulu itu entah di mana," menggambarkan keraguan "Aku" tentang keberadaan dan komitmen "kau".

(2)

kau di mana kini? sebenarnya saja: pernahkah kautulis surat itu?

pernahkah sekujur tubuhmu mendadak dingin ketika

kaulihat bayang-bayang-Ku yang tertinggal di kamarmu?

mungkin Aku keliru, mungkin selama ini kau tak pernah merasa

memelihara hubungan dengan-Ku, tak pernah ingat akan

percakapan Kita yang panjang perihal topeng yang

tergantung di dinding itu

bagaimanapun Aku ingin tahu di mana kau kini

Bait ke 2 pada puisi ini, penyair menyebutkan kau di mana kini? yang artinya menggambarkan keraguan yang dirasakan oleh narator terhadap keberadaan subjek yang disebut sebagai 'kau'. Pertanyaan "kau di mana kini?" secara mendalam mencerminkan perasaan kehilangan yang dirasakan oleh penyair terhadap 'kau'. Ini mengeksplorasi kompleksitas hubungan yang penuh dengan ketidakpastian dan kebingungan, di mana penyair mencoba memahami dan mengeksplorasi perasaannya terhadap 'kau' yang mungkin telah menjauh atau tidak lagi hadir dalam hidupnya. Penyair mengungkapkan “kaulihat bayang-bayang-Ku” dan “percakapan kita yang panjang perihal topeng”, interpretasi dari bayangan dan topeng dalam puisi "Tiga Lembar Kartu Pos" menunjukkan bahwa bayangan yang ditinggalkan dan topeng yang tergantung di dinding masing-masing melambangkan pengaruh dari keberadaan 'aku' yang masih dapat dirasakan meskipun 'aku' tidak hadir secara fisik. Topeng tersebut merepresentasikan identitas atau peran yang mungkin tersembunyi atau tidak terungkap secara jelas.

(3)

anakmu yang tinggal itu menulis surat, katanya antara lain, "...

alamat-Mu kudapati di tong sampah, di antara surat-surat yang

dibuang Ayah; hanya sekali ia pernah

menyebut-nyebut nama-Mu, yakni ketika aku meraung

karena dihalanginya mengenakan topeng yang..."

rupanya ia ingin mengajak-Ku bercakap tentang mengapa Aku

sengaja memberimu hadiah topeng di hari ulang tahun-

mu dulu itu

siasatnya pasti siasatmu juga; menatap tajam sambil menuduh

bahwa kunfayakun-Ku sia-sia belaka

Bait ke 3 pada puisi “Tiga Lembar Kartu Pos”, penyair mengungkapkan “Aku sengaja memberimu hadiah topeng di hari ulang tahunmu dulu itu” yang mengartikan bahwa pemberian topeng pada ulang tahun ‘kau’ oleh ‘aku’ bisa diartikan sebagai simbol harapan atau sebuah ekspetasi terhadap peran atau identitas yang ‘aku’ harapkan dari ‘kau’. Tindakan memberi topeng ini mungkin mencerminkan usaha untuk lebih memahami atau mengeksplorasi aspek-aspek yang mungkin tersembunyi dalam identitas atau peran ‘aku’ dalam puisi tersebut. Pada bagian penutip puisi penyair menyebutkan “kunfayakun-Ku sia-sia belaka” mengindikasikan bahwa ‘aku’ merasakan sebuah kekecewaan atau perasaan tidak percaya terhadap hasil dari usaha yang dimilikinya.

DAFTAR PUSTAKA

Darmono, Sapardi Djoko. (1944). Manuskrip Puisi Hujan Bulan Juni. Jakarta: PT. Grasindo

Tussadah, Nurlaela; dkk. (2020). ANALISIS PUISI "RAHASIA HUJAN" KARYA HERI ISNAINI DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN MIMETIK. Parole Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 324-325.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image