Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sutanto

Nunukan, Kenangan tak Terlupakan

Curhat | 2025-11-17 01:00:27
Islamic Centre Kabupaten Nunukan

Tak pernah ada dalam angan dan mimpiku, di penghujung tahun 2025 ini mendapat kesempatan berkunjung di Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara. Daerah paling utara yang langsung berbatasan dengan Malaysia.

Kesempatan itu diberikan Founder Komunitas Yuk Menulis (KYM) mbak Vitriya Mardiyati yang merekomendasikanku menggantikan menjadi narasumber Workshop Menulis yang diselenggarakan Pemkab Nunukan melalui Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispusip), 10-13 November 2025.

Perjalanan ke Nunukan ternyata tak sederhana, karena harus melalui dua kali penerbangan dan melalui laut. Untungnya pihak panitia telah menguruskan segala keperluan itu secara detail, sehingga aku dapat menjalaninya dengan tenang. Senin pagi (10/11/2025) pukul enam pagi aku sudah siap di bandara YIA Kulon Progo. Sesuai jadwal Pesawat akan berangkat 07.50 maka 90 menit sebelumnya penumpang harus boarding. Aku tidak membawa koper namun sengaja hanya membawa tas agar simpel dan tak perlu masuk bagasi. Tidak ada penerbangan langsung Yogyakarta-Tarakan sehingga transit dulu di Bandara Sukarno Hatta Tangerang. Begitu turun dari pesawat langsung menuju lokasi transit untuk melanjutkan perjalanan dengan maskapai yang sama. Saat kulihat di papan informasi pesawat berangkat 11.10 (sudah mundur beberapa menit, karena tertulis di tiket 10.20).

Masuk waktu Zuhur pukul 11.27, kalau benar pesawat lepas landas 11.10 maka belum bisa melaksanakan kewajiban, sementara perjalanan sampai Tarakan diperkirakan dua setengah jam. Sedangkan pukul 3 sore adalah jadwal speedboat terakhir dari Tarakan menuju Nunukan. Di tengah kegalauan itu rupanya Allah memberi solusi, karena pesawat perlu pengecekan menyebabkan lepas landas pukul 12 siang, sehingga aku bisa melaksanakan jamak Zuhur Asyar. Alhamdulillah perjalanan lancar dan mendarat di Bandar Udara Juwata International Airport Tarakan sekitar pukul 16.00 WITA. Rencana untuk langsung menyeberang ke Nunukan terpaksa ditanggguhkan karena sudah tak ada lagi speedboad, sehingga malam itu menginap di Kota Tarakan.

Speednoad yang mengantarku dari Tarakan menuju Nunukan

Paginya, Selasa (11/11/2025) staf Kabupaten Nunukan datang menjemput pukul 06.30 mengantarku ke pelabuhan untuk naik speedboad jam pertama. Perjalanan dari hotel pelabuhan Tengkayu Satu memerlukan waktu sekitar 20 menit. Tiket speedboat telah disiapkan, kulihat harganya 280 ribu per orang. Dengan speedboad kapasitas 48 penumpang yang juga dilengkapi AC tersebut, dari Tarakan menuju Nunukan ditempuh selama 2,5 jam. Untuk yang baru pertama kali naik speedboad, agar tak merasa bosan bisa sembari menikmati debur ombak lautan dan melihat dari dekat budidaya rumput laut sepanjang perjalanan. Rumput laut merupakan komoditas unggulan di Nunukan yang dikirim lingkup wilayah Indonesia seperti Makasar, Surabaya dan diekspor ke berbagai negara.

Sampai di Dermaga sudah pukul 09.50, sudah ada panitia yang menjemput dan langsung mengantarku ke tempat workshop. Ketika yang menjemput menanyakan mampir hotel atau langsung di lokasi, aku menjawab langsung saja. Kasihan peserta yang sudah menunggu, karena acara sudah dimulai sejak 08.30. Peserta yang mengikuti cukup beragam, ada siswa, guru, kepala sekolah dan anggota komunitas menulis. Sekitar dua jam aku menyampaikan materi berbagai jenis tulis untuk memberi referensi kepada peserta, sebab dari kegiatan itu endingnya terbit karya berupa buku solo maupun antologi.

Keseruan peserta workshop menulis, membuat karya puisi bertema kearifan lokal dan kata bijak, Selasa (11/11/2025)

Untuk mengusir kejenuhan, aku ajak peserta menyanyikan lagu yang aku beri judul “Dari Nunukan Untuk Indonesia”. Sebuah lagu yang kubuat spesial untuk menggelorakan literasi di Kabupaten Nunukan. Mesti lagunya belum sempurna, mesti kuedit sana sini, sehingga nantinya jika disepekati akan aku dedikasikan untuk Nunukan.

Usai penyampaian materi, peserta langsung ditantang panitia dengan membuat dua karya. Peserta diberi pilihan untuk menentukan jenis karya yang akan dibuat. Ternyata sebagian besar memilih puisi dan kata bijak. Selama kurang lebih 2,5 jam peserta memeras otak, mengais imajinasi membuat dua karya dan langsung dikirim melalui google form. Setelah mengabadikan kenangan dengan foto bersama.

Saat azan Maghrib berkumandang aku sempatkan berjamaah ke Masjid Agung “Al-Mujahidin” Nunukan yang berjarak sekitar limaratus meter dari penginapan. Masjidnya cukup bagus, tak hanya hanya fasilitas secara fisik semata namun juga didukung banyaknya masyarakat yang melaksanakan salat berjamaah. Suasana damai kurasakan dapat melaksanakan ibadah bersama warga muslim di sana, rasanya seperti suasana di rumah saja.

Saat perjalanan pulang kembali ke penginapan yang kebetulan berada di depan alun-alun, terasa geliat malam ditengarai banyaknya warga yang mencari rizki lewat aneka macam sajian kuliner. Tak hanya sajian makan dan minum, namun ada hiburan live musik yang menambah kehangatan malam di Nunukan. Namun aku hanya menikmatinya dari dalam kamar saja, takut bangun kesiangan.

Masjid “Hidayaturrahman” sekaligus Islamic Centre Nunukan. Berlokasi jalan Sungai Jepun, Mansapa, Nunukan Selatan, Nunukan

Paginya, Rabu (12/11/2025) teman-teman dari Dispusip mengantarku mengunjungi Masjid “Hidayaturrahman” sekaligus Islamic Centre Nunukan. Lokasinya ada di depan Kantor Bupati atau tepatnya di jalan Sungai Jepun, Mansapa, Nunukan Selatan, Nunukan. Berada di lahan seluas sepuluh hektar dan mampu menampung 800 orang. Karena masih pagi, belum banyak pengunjung. Menurut teman-teman yang membersamaiku, Islamic Centre ramai sehabis Asyar sampai malam, bahkan ada beberapa pedagang yang mengais rizki di sini.

Dompeng yang mengangkut pengunjung ke pulau Sebatik

Perjalanan dilanjutkan ke Dermaga Mantikas menuju Pulau Sebatik dengan naik perahu kayu yang disebut “Dompeng” dengan kapasitas 10 penumpang. Setelah sampai pos dermaga Binalawan Sebatik Barat, sudah ada mobil yang menjemput dan langsung menuju destinasi pertama “Rumah Perbatasan” atau sering disebut Rumah Dua Negara. Rumah yang terletak di Desa Aji Kuning ini separo bagian depan milik pemerintah Republik Indonesia, dan bagian belakang milik kerajaan Malaysia.

Aku menyempatkan juga minum di warung wilayah Malaysia, dan foto di depan Monumen Cinta-Bangga-Paham Rupiah yang dibangun Bank Indonesia. Destinasi berikutnya adalah Tugu Perbatasan Garuda Perkasa. Patung berbentuk burung Garuda yang menggigit bendera Merah Putih diresmikan 17 Agustus 2012. Kaki Garuda mencengkeram Bola Dunia bergambar peta Indonesia yang bertuliskan NKRI Harga Mati. Patung yang terletak di desa Seberang Sebatik, Sebatik Utara.

Patok Perbatasan Indonesia Malaysia di Pulau Sebatik
Pelabuhan Sungai Nyamuk, perbatasan dengan Malaysia

Pelabuhan Sungai Nyamuk yang dibangun 2023 silam merupakan destinasi berikutnya yang kukunjungi Di ujung pelabuhan dapat melihat kawasan Malaysia, diberi kesempatan masuk ke terminal penumpang dan mengabadikan kenangan di spot foto “I Love Sebatik”. Tak lupa kami juga mampir di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Sei Pancang Sebatik yang berbatasan langsung dengan negara bagian Sabah Malaysia. Momen terakhir ebelum pulang aku foto di bawah patung Presiden Soekarno.

Sepenggal pengalaman berkunjung ke Nunukan, menjadi kenangan tak terlupakan. Semoga suatu saat jika ada kesempatan dapat kembali lagi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image