Lingkaran Kematian di Cibiru
Curhat | 2025-11-13 11:38:09Di tengah hirup-pikuk Kota Bandung yang semakin padat dan volume kendaraan yang semakin meningkat. Bundaran Cibiru atau boleh kita sebut dengan lingkaran setan Cibiru kembali memakan korban. Lingkaran setan Cibiru sebagai simbol akhir dari jalan yang membentang mulai bundaran Cibereum hingga lingkaran setan Cibiru berjarak 18,5 kilometer. Jalan ini pun terkenal sebagai jalur berisiko tinggi atau rawan kecelakaan karena kondisinya yang jelek dan rusak parah.
Lingkaran setan juga menjadi titik pusat pertemuan jalan dari arah Kota Bandung dengan Kabupaten Bandung yang seharusnya menjadi simpul lalu lintas yang aman, berubah menjadi arena gladiator modern. Di mana, kendaraan baik beroda empat ataupun dua bertarung dari segala arah karena desain jalan yang amburadul. Bukan karena kelalaian pengendara yang menyebabkan kecelakaan.
Melainkan, lingkaran setan ini menjadi monumen kegagalan infrastruktur yang terus-menerus dipertahankan. Kejadian yang baru saja terjadi pada 24 Oktober 2025 yang harus merenggut kehidupan seorang dari kami menjadi pengingat bahwa setiap nyawa yang menghilang dalam lingkaran setan ini tidak dianggap sebagai sebuah tragedi, setiap nyawa yang berjatuhan di sini hanyalah sekedar statistik yang pada akhirnya disimpan sebagai laporan data.
Sementara itu, pemerintah hanya sibuk dengan janji-janji kosong tentang pembangunan underpass di lingkaran setan yang tak kunjung datang. Mereka hanya sibuk dalam urusan tata ruang di pusat kota, sementara pinggiran kota diabaikan. Janji-janji pemerintah yang tak kunjung datang, bagai dongeng yang dilantunkan pada malam hari di Bandung Timur, tak ada realisasi pasti kapan di bangunnya underpass yang telah dijanjikan sejak lama. Dengan itu, menandakan bahwa tidak adanya keseriusan pemerintah untuk menanggulangi kejadian-kejadian di lingkaran setan Cibiru ini. Dari wacana yang tidak di realisasikan terus menerus, sampai pemfokusan infrastruktur pusat kota. Sehingga kami merasa termarjinalkan dari apa yang disebut Kota Bandung.
Lingkaran Setan Sebagai Roda Roulette Yang Mematikan
Imajinasikan lingkaran setan Cibiru sebagai roda roulette raksasa yang diputar oleh kami, dan ketika terjadinya suatu peristiwa, mereka melabelinya dengan kata nasib buruk atau musibah: setiap hari, ribuan kendaraan memasukinya dengan harapan penuh untuk selamat. Tapi, sering kali berakhir dengan tragedi, dan pada akhirnya kami dilabeli korban dari suatu musibah. Kami yang dilabeli korban ujung-ujungnya dijadikan sebuah data untuk laporan, bukan sebagai pengingat akan busuknya infrastruktur di lingkaran setan itu.
Alih-alih menyalahkan korban dengan “kurang hati-hati” atau “bawanya saja begitu”—sebuah narasi yang sering digunakan untuk menutupi kelalaian struktural— seharusnya kita menyoroti bagaimana lingkaran setan ini berubah menjadi perangkap tikus raksasa yang dibiarkan terbuka di tengah jalan raya. Jalanan yang sering kali direndam banjir ditambah dengan lubang-lubang menganga seperti mulut monster yang siap melahap roda-roda kendaraan, juga pencahayaan minim pada malam hari seakan-akan kita sedang bertamasya di rumah hantu, itu semua penyebab utamanya. Dengan terjadinya tragedi baru-baru ini menunjukkan bahwa risiko kecelakaan di jalur ini terus meningkat sebab saling lempar bola antara pemerintah kota dan provinsi dalam perbaikan infrastruktur di lingkaran setan ini. Lingkaran setan bukanlah tempat di mana kami bertanggung jawab sepenuhnya atas tragedi yang menimpa kami. Lingkaran setan merupakan cermin dari produk sistem infrastruktur yang gagal, di mana desain yang memaksa kendaraan saling berebut ruang dari tiga jalur berbeda berujung pada kecelakaan yang fatal. Dengan terjadinya beberapa kasus kecelakaan di lingkaran setan. Menunjukkan bahwa masalah yang terjadi bukan pada kami, akan tetapi pada infrastruktur yang buruk dipenuhi ranjau jalan yang tertutupi air.
Penyihir Yang Gagal Meramal Kata
Dimulailah fakta paling pahit muncul ketika pemerintah, seperti penyihir amatir dalam dongeng anak-anak, terus-menerus melambai-lambaikan tongkat janji tentang pembangunan underpass Cibiru. Pada akhirnya menjadi asap tebal yang menghilang di udara dengan jejak. Hampir satu dekade lalu, saat penyihir sebelumnya menjabat sebagai pemimpin kota, penyihir pernah meramalkan desain underpass megah yang konon akan menjadi solusi kemacetan di Bandung Timur. Dengan janji pembangunan direalisasikan pada tahun berikutnya. Hingga kini, wacana pembangunan underpass menghilang seperti hantu. Kami setiap hari harus terjebak macet tak berujung, lubang-lubang yang siap melahap, kami terus-menerus menagih realisasi. Akan tetapi, respon para penyihir seperti dongeng-dongeng yang absurd, seolah-seolah kami menjadi kelinci percobaan para penyihir itu. Pada akhirnya, janji underpass seperti buket bunga mawar yang diberikan setiap pemilu, tapi tak pernah diganti dengan cincin janji suci yang harus ditepati.
Berapa lama lagi kami harus menanggung ini? pemerintah yang seharusnya menjadi penyokong kebutuhan rakyat justru bertindak layaknya badut sirkus. Alih-alih menyelesaikan wacana underpass sederhana yang bisa menyelamatkan nyawa dan biaya. Mereka malah mewacanakan membangun monorel yang membutuhkan biaya lebih. Pada akhirnya ini bukan keluhan, tapi seruan mendesak: Lingkaran setan atau bundaran Cibiru harus segera dibenahi, bukan hanya dengan janji-janji palsu tapi dengan tindakan yang konkret. Salahkanlah infrastruktur yang rusak, desain yang buruk, dan pemerintah yang lamban—bukan kami yang hanya ingin pulang dengan selamat dari serba-serbi kehidupan di Bandung Timur. Jika underpass tetap menjadi mimpi basah birokrasi, maka kecelakaan di lingkaran setan Cibiru semakin menjadi-jadi. Sudah saatnya pemerintah berhenti bermain lempar bola antara kota dan provinsi, dan mulai membangun wacana underpass ini. Jikalau wacana pembangunan underpass Cibiru pada akhirnya menjadi mimpi di siang-bolong lagi. Lingkaran setan akan tetap menjadi simbol kegagalan, di mana nyawa manusia lebih murah daripada anggaran yang tak kunjung cair.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
