Phantom Kantor: Ketika Agen AI Mulai Menggantikan Birokrat di Meja Kerja
Teknologi | 2025-10-24 09:48:56
REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Istilah "Phantom Kantor" mulai ramai diperbincangkan di lorong-lorong kementerian dan lembaga negara. Bukan hantu, melainkan merujuk pada Agen AI (AI Agent) program otonom berbasis Kecerdasan Buatan Generatif yang kini secara masif diujicobakan untuk mengambil alih tugas-tugas administratif dan repetitif yang selama ini diemban oleh para aparatur sipil negara (ASN).
Pada Oktober 2025, percepatan adopsi teknologi deep learning dan natural language processing ini tidak lagi terbatas di sektor privat. Pemerintah, melalui roadmap digitalisasi layanan publik, telah menggulirkan program percontohan di lima kementerian utama, dengan fokus pada otomatisasi penyusunan laporan, analisis data regulasi, hingga respons cepat terhadap chatbot layanan masyarakat.
Efisiensi yang Mengerikan
Langkah ini dipuji sebagai terobosan radikal dalam meningkatkan efisiensi birokrasi. Menurut data sementara dari proyek percontohan, Agen AI mampu memangkas waktu penyelesaian beberapa jenis surat keputusan (SK) dan rekomendasi teknis hingga 80 persen.
"Dalam satu jam, Agen AI mampu menganalisis 500 halaman draf undang-undang dan menyajikan poin-poin krusial yang perlu diubah. Ini tugas yang membutuhkan waktu berminggu-minggu bagi staf hukum biasa," jelas Prof. Dr. Saraswati, pakar Transformasi Digital dari Institut Teknologi Bandung (ITB), saat dihubungi Kompas.
Namun, dibalik angka efisiensi yang menggiurkan itu, muncul bayangan gelap: ancaman disrupsi tenaga kerja massal.
Disrupsi Tenaga Kerja dan Krisis Kompetensi
Gelombang otomatisasi ini paling keras menghantam posisi-posisi back-office dan administrasi level menengah kelompok yang selama ini menjadi tulang punggung birokrasi. Meskipun pemerintah menjamin tidak akan ada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran, kekhawatiran terkait krisis kompetensi menjadi isu yang tak terhindarkan.
"Kami tidak takut dipecat, tapi takut ditinggal. ASN yang usianya di atas 45 tahun kesulitan menyesuaikan diri dengan pola kerja baru yang menuntut penguasaan prompt engineering untuk mengoperasikan AI Generatif," ungkap seorang pejabat eselon IV di Kementerian Keuangan yang enggan disebut namanya.
Dilema utamanya adalah: bagaimana mengalihkan (re-skill) ribuan ASN dari pekerjaan rutin menjadi tenaga ahli yang fokus pada problem solving kompleks, pengambilan kebijakan strategis, dan pengawasan etika AI?
Isu Etika dan Akuntabilitas Algoritma
Selain masalah tenaga kerja, menurut mahasiswa Universitas Airlangga, tantangan Etika AI menjadi hot topic yang tak kalah mendesak. Siapa yang bertanggung jawab jika Agen AI melakukan kesalahan dalam analisis regulasi yang merugikan publik? Apakah akuntabilitas terletak pada programmer, pejabat yang mengoperasikan, atau pada algoritma itu sendiri?
Pemerintah tengah menyusun Peraturan Presiden tentang Tata Kelola AI untuk menjamin transparansi (explainability) dan keadilan (fairness) dari sistem-sistem otonom yang digunakan. Namun, kerangka hukum ini dinilai masih tertinggal jauh dibelakang kecepatan inovasi teknologi.
"Kita perlu segera mendefinisikan 'wewenang delegasi' kepada mesin. Agen AI mungkin bisa mengambil keputusan operasional, tetapi keputusan kebijakan tertinggi harus tetap berada di tangan manusia dengan akuntabilitas penuh," tegas Prof. Saraswati.
Fenomena "Phantom Kantor" ini menjadi momentum krusial bagi Indonesia. Ini bukan hanya tentang digitalisasi layanan, tetapi tentang mendefinisikan ulang peran manusia dan mesin di jantung sistem pemerintahan, sebuah revolusi yang akan menentukan wajah birokrasi Indonesia di masa depan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
