Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Athallah Nabil Arrafif

Menagih Keadilan yang Hilang: Suara Korban Peristiwa Semanggi II

Pendidikan dan Literasi | 2025-10-21 21:41:22

Menagih Keadilan yang Hilang: Suara Korban Peristiwa Semanggi II

Sumber foto:https://share.google/jAaW60PLMiTEEn55u

Sudah lebih dari dua puluh lima tahun sejak tragedi Semanggi II terjadi di jakarta, tapi rasa sakit dan kehilangan masih di rasakan oleh keluarga korban. Pada 24 September 1999, puluhan mahasiswa dan warga sipil menjadi korban kekerasan aparat saat menolak rancangan undang-undang penanggulangan keadaan bahaya (RUU PKB) . waktu memang terus bejalan, tapi keadilan untuk mereka yang gugur tanpaknya masih jauh dari nyata. Aksi mahasiswa saat itu di lakukan secara damai. mereka menolak peraturan yang dianggap berpotensi menghidupkan kembali kekuasaan otoriter , Tapi situasi berubah mencekam ketika aparat mulai menembakan peluru ke arah massa. Malam yang awalnya penuh semangat Reformasi berubah menjadi tragedi yang menyisakan luka panjang

Suara dari lapangan Fisal Riza, mahasiwa Trisakti yang masih hidup dari peristiwa itu , mengaku masih ingat jelas bagaimana kekacauan terjadi, Ia bercerita, awalnya hanya menyuarakan penolakan terhadap RUU PKB , tapi tiba-tiba suasana berubah. tembakan terdengar, orang-orang berlari, dan beberapa temanya tumbang di tempat. hingga kini, Faisal belum mendengar siapa yang benar-benar dimintai tanggung jawab atas peristiwa itu. (wawancara media nasional, 2019)

Luka yang Tak kunjung SembuhKeluarga Almarhum Yap Yun Hap juga masih menanggung luka mendalam . Yap tewas karena peluru tajam saat aksi berlangsung. mereka sudah berulang kali mencari keadilan, tetapi hasilnya selalu buntu. dalam konferensi pers di kontraS tahun 2020,Keluarga Yap mengatakan bahwa kehilangan itu tidak akan pernah bisa benar benar hilang . "anak kami sudah tiada, tapi luka ini tidak pernah sembuh, " ujar mereka waktu itu.

Suara dari para Pembela HAM Aktivis HAM almarhum munir said thalib sempat menulis dalam salah satu catatan tahun 2002 bahwa tragedi Semanggi I dan II adalah ujian bagi komitmen negara terhadap penegakan HAM . ia menilai, jika negara terus membiarkan pelanggaran itu tanpa penyelesaian, berarti negara sedang menutup mata terhadap keadilan. Komnas HAM juga punya pandangan serupa. mantan ketuanya, Ahmad Taufan Damanik, pernah menyebut bahwa hasil penyelidikan lembaganya menunjukan adanya indikasi kuat pelanggaran HAM berat. namun sayangnya, laporan tersebut tidak ditindak lanjuti oleh kejaksaan agung.(pernyataan resmi Komnas HAM,2019).

Janji Reformasi yang Masih GantungUsman Hamid, Aktivis HAM yang juga ikut turun kejalan pada masa itu, menyatakan bahwa perjuangan menuntut keadilan bagi korban Semanggi belum selesai. menurutnya pemerintah dan DPR sering berkilah bahwa peristiwa tersebut bukan termasuk pelanggaran HAM berat, padahal banyak bukti yang menunjukan sebaliknya. "itu pengingkaran terhadap semangat reformasi," ujarnya dalam wawancara bersama BBC indonesia, 2019.
Penutup: Luka yang tak boleh terlupakan.

Cerita para saksi, Keluarga korban, Dan para Pembela HAM menunjukan bahwa peristiwa Semanggi II bukan sekedar catatan lama. ini adalah kisah tentang luka yang belum tertutup dan tanggung jawab yang belum di tegakan. Menuntut keadilan korban Semanggi II bukan hanya soal mengingat masa lalu, tapi memastikan tragedi seperti ini tidak pernah terjadi lagi. selama keadilan belum ditegakan, reformasi Indonesia belum benar-benar selesai. Sebagai generasi yang lahir setelah massa reformasi, kita punya tanggung jawab untuk tidak melupapan peristiwa ini. karena keadilan bukan hanya untuk mereka yang sudah tiada , tapi juga untuk masa depan bangsa yang ingin hidup tanpa takut pada kebenaran.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image