Kejahatan Penjajah Zionis Israel Sudah di Luar Akal Sehat Manusia
Politik | 2025-09-21 21:53:10Opini
Kejahatan Penjajah Zionis Israel Sudah di Luar Akal Sehat ManusiaOleh: Darju Prasetya
Ada batas dalam kekejaman, ada batas dalam penindasan, dan ada batas dalam kebiadaban yang mampu ditoleransi oleh akal sehat dan nurani manusia. Namun, apa yang telah dan hingga hari ini masih dilakukan oleh entitas penjajah biadab Zionis Israel terhadap rakyat Palestina, terutama dalam beberapa dekade terakhir dan puncaknya di Gaza, telah melampaui segala batas tersebut. Ini bukan lagi sekadar konflik politik atau perebutan wilayah atau kolonialisme; ini adalah proyek genosida yang sedang berlangsung yang sangat mengerikan dan menjijikan, sebuah kejahatan sistematis yang begitu brutal sehingga sudah di luar jangkauan logika dan empati kemanusiaan.
Akar dari kebiadaban ini tertanam jauh dalam sejarah. Sejak Nakba tahun 1948, ketika ratusan ribu warga Palestina diusir secara paksa dari tanah mereka untuk mendirikan negara Israel, narasi perampasan dan penindasan telah menjadi tulang punggung keberadaan entitas Zionis. Pengusiran massal, penghancuran desa-desa, dan pembantaian warga sipil bukanlah insiden terisolasi, melainkan bagian dari desain yang disengaja untuk menciptakan dominasi demografis dan geografis. Ini adalah permulaan dari kekejaman yang terus berlanjut hingga hari ini, dengan perluasan permukiman ilegal di Tepi Barat, blokade brutal di Gaza, dan penindasan harian terhadap hak-hak dasar rakyat Palestina.
Gaza, jalur sempit yang sesak, telah lama dijuluki "penjara terbuka terbesar di dunia." Namun, sebutan itu pun terasa tidak cukup untuk menggambarkan realitas horor yang terjadi di sana. Lebih dari dua juta manusia hidup terkepung, dibatasi akses terhadap makanan, air bersih, listrik, obat-obatan, dan kebebasan bergerak. Blokade yang berlangsung puluhan tahun ini telah menciptakan krisis kemanusiaan yang parah, menjadikan Gaza nyaris tidak layak huni. Dalam konteks ini, setiap agresi militer Israel terhadap Gaza bukanlah "serangan balasan" yang proporsional, melainkan pembantaian massal terhadap penduduk yang sudah tidak berdaya dan terperangkap.
Yang membuat kejahatan ini di luar akal sehat adalah targetnya: anak-anak, wanita, dan warga sipil. Rumah sakit, sekolah, masjid, gereja, kamp pengungsian PBB – tidak ada yang luput dari pemboman. Bangunan tempat tinggal dibom tanpa pandang bulu, seluruh keluarga lenyap dalam sekejap. Anak-anak yang sedang bermain, bayi yang baru lahir, pasien di unit perawatan intensif; mereka semua menjadi korban. Ini bukan "kerugian kolateral" seperti yang sering diklaim, melainkan hasil dari doktrin militer yang secara sengaja mengabaikan kehidupan warga sipil atau bahkan secara langsung menargetkan mereka sebagai bentuk hukuman kolektif. Bagaimana mungkin sebuah tentara modern, yang mengklaim sebagai "paling bermoral di dunia," bisa membenarkan pembunuhan ribuan anak-anak? Akal sehat manusia menolak untuk memahami kebiadaban seperti itu.
Lebih lanjut, narasi yang digunakan oleh penjajah Zionis untuk membenarkan tindakan mereka sungguh tidak masuk akal. Mereka mengklaim "hak untuk membela diri" sambil menduduki tanah orang lain, merampas rumah mereka, dan mengekang kebebasan mereka. Mereka menuduh perlawanan Palestina sebagai "teroris" sambil mereka sendiri melakukan terorisme negara yang sistematis. Pemimpin-pemimpin Zionis terang-terangan melontarkan pernyataan yang dehumanisasi terhadap rakyat Palestina, menyebut mereka "binatang buas manusia," "anak-anak kegelapan," atau "penghasut." Retorika semacam ini adalah jembatan menuju genosida, sebuah upaya untuk menjustifikasi pembunuhan massal dengan merampas kemanusiaan para korbannya di mata publik dan tentara mereka sendiri.
Akal sehat juga memberontak ketika melihat bagaimana hukum internasional diinjak-injak dengan impunitas. Pelanggaran resolusi PBB, pendirian permukiman ilegal, penggunaan fosfor putih, pembunuhan jurnalis, pekerja kemanusiaan, dan tenaga medis – semua ini terjadi di depan mata dunia, namun tanpa konsekuensi yang berarti bagi Israel. Kemandulan Dewan Keamanan PBB, yang sering dilumpuhkan oleh veto kekuatan besar, serta standar ganda yang diterapkan oleh negara-negara Barat, telah menciptakan iklim di mana Israel merasa kebal hukum. Kekebalan ini adalah katalisator utama yang memungkinkan kejahatan yang tidak masuk akal ini terus berlanjut.
Puncak dari semua ini adalah penghancuran infrastruktur sipil yang disengaja, sistematis, dan tanpa henti di Gaza. Rumah sakit yang dihancurkan, sumur air yang dibom, ladang pertanian yang dibakar, universitas yang diledakkan, dan seluruh lingkungan diratakan dengan tanah. Tujuan dari tindakan ini bukan lagi sekadar menghancurkan kelompok perlawanan, melainkan membuat kehidupan di Gaza menjadi tidak mungkin, mendorong pemindahan paksa, dan secara efektif menghapus identitas Palestina dari peta. Ini adalah proyek penghancuran total yang melampaui logika perang, memasuki wilayah kegilaan kolektif dan kekejaman yang disengaja.
Ketika kita menyaksikan pemandangan mayat anak-anak yang tak berdosa, rumah-rumah yang tinggal puing, dan jutaan orang yang kelaparan dan kehausan di bawah blokade, akal sehat kita menjerit. Bagaimana mungkin manusia yang memiliki hati dan nurani bisa melakukan atau membiarkan hal ini terjadi? Kejahatan penjajah Zionis Israel bukan hanya kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan; ini adalah penistaan terhadap esensi kemanusiaan itu sendiri. Ini adalah pengkhianatan terhadap prinsip-prinsip moral universal yang kita junjung tinggi.
Dunia harus bersatu untuk segera memerdekakan rakyat Palestina dan segera memusnahkan penjajah Zionis Israel dari tanah Palestina. Kita tidak bisa lagi memalingkan muka, apalagi menjustifikasi kebiadaban ini. Kejahatan yang dilakukan oleh penjajah Zionis Israel adalah luka menganga pada hati nurani global, sebuah bukti bahwa ketika kekuasaan absolut berpadu dengan ideologi supremasi dan kekebalan hukum, akal sehat manusia dapat dengan mudah runtuh menjadi jurang kebiadaban yang tak terbayangkan. Menghentikan kejahatan ini bukan hanya soal keadilan bagi Palestina, tetapi juga soal menyelamatkan sisa-sisa kemanusiaan kita sendiri."""*Penulis adalah Pemerhati masalah Kemanusiaan dan HAM.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
