Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Vindy W Maramis

Tingginya Kasus TBC : Kerentanan Inheren Bidang Kesehatan, Sosial, dan Ekonomi

Politik | 2025-09-12 01:17:12
Sumber Ilustrasi : iStock.

Bakteri penyebab tuberculosis (TBC) pertama kali ditemukan oleh dokter dan ilmuan Jerman, Dr. Robert Korch pada tanggal 24 Maret 1882, yang kemudian diperingati sebagai Hari TBC Sedunia (HTBS) setiap tahun setelah penemuan tersebut.

Sejak ditemukannya bakter penyebab tuberkulosis hingga saat ini, penyakit TBC masih menjadi momok yang menakutkan bagi penduduk dunia. Kasus TBC masih banyak ditemukan di berbagai negara, terutama negara-negara dengan penduduk yang padat serta tingkat sosial dan ekonomi yang rendah, seperti salah satunya Indonesia.

Indonesia menempati posisi kedua setelah India dengan kasus TBC tertinggi. Berdasarkan data dari laman resmi milik Kemenkes mencatat bahwa terdapat sekitar 1.090.000 kasus TBC dan 125.000 kematian setiap tahun, yang berarti ada sekitar 14 kematian setiap jamnya. Pada tahun 2024, ditemukan sekitar 885 ribu kasus TBC, dengan distribusi yang menunjukkan bahwa 496 ribu kasus terjadi pada laki-laki, 359 ribu pada perempuan, serta 135 ribu kasus pada anak-anak usia 0-14 tahun.

Data tersebut secara garis besar dihimpun dalam skala nasional, sedangkan untuk skala provinsi, Sumatera Utara menempati provinsi dengan kasus TBC terbanyak, sekitar 18.411 kasus pada Januari-Maret 2025. Deli Serdang menjadi salah satu daerah penyumbang kasus TBC terbanyak di Sumatera Utara, yakni sekitar 5.972 kasus.

Atas dasar hal ini, pemerintah kabupaten DeliSerdang dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) beserta kementerian terkait berkomitmen untuk mengentaskan persoalan TBC secara cepat di wilayahnya. Komitmen ini juga sejalan dengan program hasil terbaik cepat (PHTC) Presiden Prabowo Subianto.

Kerentanan Inheren Sistem Kesehatan, Sosial dan Ekonomi

Masih tingginya kasus TBC ini bukan hanya persoalan kesehatan semata, namun secara inheren dipengaruhi oleh multi faktor diantaranya adalah faktor ruang lingkup, sosial dan ekonomi.

Tingginya angka kemiskinan di Indonesia menjadi salah satu faktor paling besar pengaruhnya dalam peningkatan kasus TBC. Masyarakat yang miskin cenderung menempati bantaran sungai, pinggiran rel kereta api serta tempat-tempat pinggiran kota yang minim infrastruktur seperti sanitasi dan drainase.

Selain itu, berdasarkan ruang lingkup, negara-negara dengan penduduk yang padat memiliki resiko terjangkiti bakteri tuberculosis lebih tinggi. Ruang lingkup yang padat memungkinkan masyarakat tinggal di tempat-tempat yang kumuh, sempit dan terbatas. Hal ini pula yang menjadikan resiko penularan dan penyebarannya menjadi lebih besar.

Akibat kemiskinan dan ruang lingkup yang sempit dan terbatas, kehidupan sosial masyarakat pun berdampak buruk, mereka kesulitan mendapatkan akses pendidikan dan akses kesehatan yang layak dan memadai, disamping masyarakat yang hidup dalam kemiskinan sulit memperoleh edukasi kesehatan yang mengakibatkan rendahnya kesadaran mereka terhadap pola hidup dan lingkungan yang sehat.

Program Rawan Bancakan

Pengentasan TBC merupakan program nasional yang memang diinisiasi pemerintah pusat ke daerah-daerah. Pendanaan program ini juga diserap dari APBN melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Kesehatan yang disalurkan ke daerah-daerah.

Dalam kasus di wilayah Sumatera Utara, TBC sendiri telah bertahun-tahun menjadi ancaman laten bagi kesehatan masyarakat, sehingga cepat tanggapnya pemerintah kabupaten menggarap program pengentasan TBC ini agaknya perlu dianalisa dan dikritisi lebih dalam lagi. Apakah memang karena benar-benar ingin menaikkan taraf hidup sehat masyarakat atau karena tergiur dengan gelontoran Dana Alokasi Khusus dari pusat?.

Rasa skeptis masyarakat terhadap pemerintah baik daerah maupun pusat memang sedang berada pada level tertinggi. Jangan sampai aliran DAK Kesehatan tidak transparan, tidak tepat sasaran, atau malah akhirnya dikorupsi oleh instansi-instansi kesehatan yang berkaitan, yang pada akhirnya masalah TBC ini tidak kunjung tuntas.

Eksposisi Sistem Kapitalisme

Berdasarkan paparan diatas maka persoalan TBC merupakan masalah sistemik yang lahir dari penerapan ideologi kapitalisme dalam sistem pemerintahan kita, baik secara ekonomi, kesehatan hingga sosial masyarakat.

Sistem kapitalisme yang diadopsi oleh pemerintahan kita telah menjadikan pemerintah inkompeten dalam menyelesaikan pelbagai persoalan yang ada termasuk masalah kesehatan. Hal ini dikarenakan pola pikir yang dikuasai oleh pencapaian materi semata.

Realisasi Kesehatan Masyarakat Perspektif Islam

Dalam perspektif Islam, kesehatan merupakan kebutuhan dasar yang wajib ada pada setiap diri manusia. Dalam tingkat individu, perintah untuk menjaga kesehatan diri harus menjadi sebuah kesadaran yang lahir dari pengamatan kebutuhan fisik yang dikaitkan dengan keimanan. Perintah-perintah untuk menjaga kebersihan serta memakan makanan yang halal dan sehat telah termaktub dalam hadist-hadist yang diterangkan oleh Rasulullah, yaitu :

"Bersihkanlah tubuh kalian karena bersih itu adalah sebagian dari iman": (Hadis Riwayat Ahmad).

"Makanlah makanan yang halal dan baik": (HR. Al-Bukhari)

Namun, penjagaan kesehatan secara individu ini tetap memerlukan peranan sistem untuk mengakselerasi kesehatan masyarakat secara menyuluruh. Karena masalah kesehatan masyarakat secara inheren berkaitan dengan elemen lainnya seperti yang sudah dibahaskan diatas.

Pertama, negara harus menyadari perannya sebagai pelayan rakyat. Hal ini merupakan fundamental kepemimpinan dalam Islam. Kesadaran terhadap peran mampu melahirkan rasa empati dan peduli terhadap kondisi masyarakat, sehingga masalah kesehatan akan menjadi prioritas negara.

Kedua, menciptakan iklim ekonomi masyarakat yang sehat. Masalah ekonomi tentu tidak bisa dikesampingkan, karena kesehatan yang baik diprovide oleh ekonomi yang stabil. Peran negara sangat penting disini. Sebagaimana Islam telah menetapkan laki-laki sebagai pencari nafkah, maka penyediaan lapangan kerja yang layak menjadi kewajiban negara. Hal ini tentu mudah diwujudkan saat sumber daya alam yang ada dikelola secara mandiri oleh negara dengan menyerap tenaga kerja dari masyarakat.

Ketiga, sistem kesehatan directly. Dalam sistem pemerintahan Islam, pelayanan kesehatan terhadap masyarakat menggunakan prosedur yang unik dan khas, yaitu tenaga medis melakukan pengecekan kesehatan secara langsung kepada setiap keluarga. Tidak seperti dalam sistem kapitalisme dimana masyarakat yang mendatangi fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit atau klinik, dalam sistem pemerintahan Islam, dokter dan tenaga medis yang mendatangi setiap rumah masyarakat untuk memastikan setiap warga negara dalam kondisi sehat. Prosedur ini juga gratis karena merupakan salah satu fasilitas kesehatan dari negara.

Oleh sebab itu, untuk mengentaskan persoalan TBC dan masalah kesehatan masyarakat lainnya maka sangat diperlukan sistem yang komprehensif seperti sistem pemerintahan Islam.

Allahua’lam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image