Lonjakan Kasus Covid 19 dan Isu Penyakit Zoonosis dalam Pembangunan IKN
Riset dan Teknologi | 2025-06-07 08:41:40Lonjakan Kasus Covid 19 dan Isu Penyakit Zoonosis dalam Pembangunan IKN
Mukhlisi
Peneliti Pusat Riset Zoologi Terapan BRIN
Mahasiswa Program Degree by Research, Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada
Pandemi Covid 19 dinyatakan berakhir setelah Organisasi kesehatan dunia (WHO) secara resmi mengumumkan berakhirnya masa darurat pada tanggal 5 Mei 2023. Di Indonesia, pemerintah pun sudah mencabut status pandemi Covid 19 pada tanggal 21 Juni 2023 melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2023. Kala itu terjadi penurunan kasus harian dan di saat bersamaan jumlah penduduk yang memiliki antibodi semakin meningkat seiring masifnya program vaksinasi, sehingga status pandemi diturunkan menjadi endemi.
Namun, kini situasi berubah. Kasus Covid 19 ternyata beranjak naik lagi. WHO kembali melaporkan peningkatan kasus Covid 19 di berbagai belahan dunia, termasuk regional ASEAN, seperti di Thailand, Singapura, dan Malaysia. Bahkan, Thailand menerapkan kembali pemberlakuan sistem belajar daring untuk beberapa sekolah setelah mendeteksi nyaris 70.000 kasus. Di Indonesia, catatan kasus lebih rendah namun terjadi fluktuasi kasus. Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) sejak Januari sampai Mei 2025 tercatat setidaknya 84 kasus terkonfirmasi.
Memperhatikan situasi global, Kemenkes telah melakukan langkah antisipasi berupa himbauan kewaspadaan dengan mengeluarkan surat edaran di akhir Mei 2025. Dikabarkan varian virus yang menyebar saat ini masih didominasi turunan Omicron yang telah bermutasi, misalnya di Thailand didominasi XEC dan JN.1, di Singapura LF.7 dan NB.1.8, dan di Malaysia XEC. Gejala yang ditimbulkan dilaporkan pun masih mirip dengan flu biasa, tetapi tetap diwaspadai untuk kalangan rentan seperti lansia dan pasien dengan penyakit penyerta.
Berdasarkan mekanisme awal penularannya, Covid 19 sendiri termasuk salah satu penyakit zoonosis. WHO menerangkan bahwa zoonosis merupakan penyakit dan infeksi yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya. Virus penyebab Covid-19 adalah SARS-CoV-2 dari keluarga Coronavirus. Diduga berasal dari kelelawar sebagai inang alami, meskipun asal pastinya belum diketahui. Ada pula dugaan bahwa hewan perantara (intermediate host) lain mungkin terlibat, yaitu hewan yang menularkan virus dari kelelawar ke manusia. Meski masih pro kontra tentang asal muasalnya dan bagaimana sampai menular ke manusia, tetapi diyakini virus ini awalnya barasal dari satwa liar.
Menurut studi Katherin E. Smith dan timnya (2008) diperkirakan sekitar 60% dari penyakit menular baru (emerging infectious diseases) adalah zoonosis, di mana 71% di antaranya berasal dari satwa liar. Hal ini menunjukkan pentingnya pengelolaan satwa liar yang terkait erat dengan potensi penularan penyakit. Satwa liar dapat menjadi semacam "penyimpan alami" atau reservoir penyakit ini. Dari satwa liar, penyakit bisa menular ke hewan ternak sebagai perantara lalu akhirnya menginfeksi manusia.
Selain Covid 19, sebetulnya masih banyak contoh penyakit zoonosis yang beredar di sekitar kita. Bahkan, jumlahnya mencapai ratusan. Beberapa di antaranya yang terkenal antara lain adalah flu burung, ebola, nipah, antraks, rabies, dan leptospirosis. Berbagai hewan penyebarnya mulai dari jenis-jenis burung atau unggas, monyet, kelelawar, tikus, sampai hewan domestik seperti kucing dan anjing.
Secara alami banyak faktor yang meningkatkan risiko penyakit zoonosis, seperti alih fungsi hutan dan modifikasi habitat satwa liar yang kemudian meningkatkan peluang interaksi satwa dengan manusia, kebiasaan mengonsumsi daging satwa liar, kondisi kebersihan lingkungan yang buruk, sampai isu perubahan iklim.
Ibu Kota Nusantara (IKN) adalah salah satu contoh di mana sebuah lanskap sedang berubah. Gambar citra satelit yang dirilis NASA Earth Observatory menunjukkan bagaimana perubahan terjadi dengan membandingkan citra satelit pada tanggal 26 April 2022 dan 19 Februari 2024. Meski perubahan tersebut dianggap hanya terjadi pada areal tanaman Eucalyptus, bukan hutan alami, tetapi ini tetap memberikan dampak ekologi yang perlu diantisipasi. Kondisi tersebut dapat meningkatkan risiko zoonosis jika tidak diantisipasi dengan baik, karena interaksi antara manusia dan satwa bisa semakin intens.
Beberapa waktu lalu juga muncul kehebohan saat tikus-tikus berkeliaran bebas di sekitar Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) IKN. Hal tersebut menjadi viral karena dianggap mengganggu kenyamanan para wisatawan yang berkunjung. Padahal, jika ditarik lebih jauh kemunculan tikus juga dapat menjadi indikasi risiko peningkatan penularan zoonosis. Tikus dikenal membawa penyakit zoonosis, seperti leptospirosis, salmonellosis, hantavirus, hingga pes. Hewan pengerat tersebut telah beradaptasi pada kondisi lingkungan yang berubah.
Selanjutnya, di akhir 2024, sebuah artikel ilmiah yang ditulis oleh Surendra dan timnya juga menyoroti potensi penularan penyakit zoonosis malaria di sekitar IKN. Studi ini mengungkap kemunculan Plasmodium knowlesi, jenis parasit malaria yang bisa menular ke manusia melalui gigitan nyamuk setelah menginfeksi monyet. Kasus serupa dilaporkan pernah terjadi di Sabah Malaysia yang menyebabkan lebih dari 2000 kasus, di mana salah faktor risikonya dipicu deforestasi serta perubahan habitat.
Secara alami berbagai jenis satwa liar yang berpotensi membawa penyakit zoonosis memang mudah dijumpai di sekitar lanskap IKN. Berdasarkan dokumen Rencana Induk Pengelolaan Keanekaragaman Hayati IKN disebutkan bahwa dalam radius 50 Km dari lanskap IKN dapat ditemukan sebanyak 3889 spesies flora-fauna, di mana 168 jenis di antaranya adalah kelompok mamalia, 454 jenis burung, 206 jenis herpetofauna, dan ribuan jenis serangga.
Berbagai contoh fenomena dan kondisi tersebut menjadi sinyal bahwa isu zoonosis harus menjadi bagian integral dalam pembangunan IKN yang tak boleh terlupakan, khususnya terkait isu pengelolaan satwa liar. Apalagi, IKN telah dirancang sebagai forest city di mana 75% luasan kota didedikasikan sebagai ruang hijau. Interaksi satwa liar dengan penduduk IKN di masa depan cukup tinggi karena menempatkan satwa liar hidup secara berdampingan.
Beberapa upaya mitigasi dapat dilakukan dalam konteks pengelolaan risiko zoonosis. Pertama, rehabilitasi habitat satwa liar yang rusak untuk memberikan kesempatan bagi satwa liar hidup di habitat alaminya dan mengurangi risiko konflik dengan manusia. Kedua, perencanaan tata ruang wilayah yang memisahkan antara zona permukiman dengan industri peternakan dan pasar daging hewan. Ketiga, manajemen sampah dan kebersihan lingkungan yang ketat untuk mengurangi risiko kehadiran satwa oportunis yang berpotensi membawa penyakit zoonosis. Keempat, edukasi dan partisipasi masyarakat tentang bagaimana perilaku hidup sehat dan bersih, cara menghindari gigitan dan melakukan kontak aman dengan satwa, serta edukasi untuk tidak mengonsumsi daging satwa liar. Terakhir adalah kolaborasi terpadu lintas sektor melalui pendekatan One Health. Dalam implementasinya, One Health mengedepankan berbagai strategi seperti surveilans terpadu, biosekuriti dan kontrol penyakit hewan, peningkatan kapasitas SDM, riset kolaboratif, serta penguatan kebijakan.
Akhirnya, baik Covid 19 maupun penyakit zoonosis lainnya adalah tantangan dan fakta yang harus dihadapi bersama di tengah situasi dunia yang terus berubah. Penting bagi kita untuk tetap memastikan harmoni antara kehidupan manusia dan satwa liar agar tidak terjadi potensi lompatan penyakit zoonosis di masa depan. Terkait hal tersebut, penting juga untuk mengintegrasikan isu zoonosis dalam proses pembangunan IKN agar tidak memicu kemunculan penyakit zoonosis di tengah lanskap yang tengah berubah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
