Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Suko Waspodo

Menghasilkan Makna vs. Menghasilkan Uang

Humaniora | Thursday, 04 Apr 2024, 07:11 WIB
Sumber gambar: Opia

Perspektif Pribadi: Hidup dengan lebih sedikit barang tetapi lebih bermakna.

Poin-Poin Penting

· Ketika bicara soal uang, penting untuk bertanya, “Berapa yang cukup?”

· Tanyakan pada diri Anda apakah Anda bersedia berubah dan hidup dengan lebih sedikit uang.

· Kita dapat belajar dari orang-orang yang menjalani kehidupan yang memuaskan dan bermakna dengan sumber daya yang relatif sedikit.

Psikolog perilaku terkenal, Kurt Lewin menciptakan proses perubahan sederhana yang melibatkan tiga langkah penting: 1. Unfreeze (mencairkan), 2. Change (mengubah), dan 3. Refreeze (membekukan kembali). Misalnya, jika Anda memiliki balok es, cairkan dulu ke dalam air; kedua, tuangkan air ke dalam cetakan atau bentuk lain; dan ketiga, membekukan kembali atau memadatkan air menjadi bentuk baru. Agar perubahan terjadi, Anda harus mengambil tindakan untuk menghentikan apa yang sedang Anda lakukan, mengubah perilaku Anda, dan kemudian memantapkannya dengan tindakan yang konsisten.

Kita sering kali memberontak terhadap langkah pertama, yaitu tidak membekunya atau meleburnya “apa adanya” atau “cara kita selalu melakukan sesuatu”. Kami ingin segalanya tetap sama sehingga kami dapat terus merasa nyaman dan lebih terkendali.

Namun, sering kali perubahan tersebut datang dari luar diri kita. Misalnya, selama beberapa tahun terakhir, kita dihadapkan pada kenaikan harga bahan makanan, energi, dan kebutuhan sehari-hari, yang membuat kita merasa disorientasi, bingung, dan sering kali bingung bagaimana cara membayar harga yang lebih tinggi tersebut dengan uang. jumlah uang yang sama di rekening bank kita. Di wilayah lain dalam masyarakat kita, perubahan dalam cara kita berinteraksi dengan orang lain, penggunaan segala sesuatu yang bersifat digital, dan meningkatnya kejadian kesepian telah menyebabkan sebagian orang merasa kehilangan, sehingga mengakibatkan kekosongan makna yang eksistensial.

Menurut pendapat saya, selama tiga atau empat dekade terakhir, banyak orang telah beralih dari upaya menjalani kehidupan yang bermakna, menjadi menjalani kehidupan yang berpusat pada uang. Meskipun uang selalu penting untuk bertahan hidup dalam masyarakat kontemporer, kini yang menjadi pertanyaan adalah seberapa banyak uang yang cukup? Pertanyaan ini tentu saja bersifat pribadi – jawabannya bervariasi tergantung pada bagaimana Anda mendefinisikan kebutuhan Anda yang sebenarnya.

Di satu sisi, tidak mempunyai cukup uang untuk membayar makanan bulanan, energi, perumahan, dan tagihan medis sangatlah membuat stres. Di sisi lain, orang-orang yang mempunyai banyak uang mungkin masih merasa bahwa mereka tidak mempunyai cukup uang ( tidak cukup untuk memenuhi daftar keinginan mereka yang semakin bertambah, tidak cukup ketika mengukur kartu skor kekayaan mereka dibandingkan orang lain, tidak cukup ketika mereka khawatir kehilangan semuanya, dll..). Meskipun kita tahu bahwa keserakahan sering kali menjadi akar penderitaan, pencarian akan penderitaan terus berlanjut.

Ketika dihadapkan dengan perubahan dari luar diri kita, pertama-tama kita bisa berhenti dan merenungkan apakah dan bagaimana kita ingin berubah dari dalam. Berikut 3 pertanyaan untuk ditanyakan:

1. Berapa jumlah uang yang sebenarnya aku perlukan untuk menjalani kehidupan sederhana?

Ada perbedaan antara kebutuhan, keinginan, dan kemewahan. Tantangannya adalah kita terus mendefinisikan kembali kebutuhan kita. Lihatlah sekeliling dan tanyakan pada diri Anda, berapa persentase barang yang Anda miliki yang benar-benar Anda butuhkan? Tanyakan pada diri Anda apakah Anda bersedia berubah dan hidup dengan lebih sedikit uang? Bisakah Anda memfokuskan pengeluaran pada kebutuhan dasar dan mulai hidup tanpa kemewahan? Tindakan ini mungkin memberi Anda kebebasan emosional yang besar ketika menghadapi perubahan dari luar, seperti inflasi, yang tidak dapat Anda kendalikan.

2. Apa ketakutan terbesarku terhadap uang dan dari mana datangnya ketakutan tersebut?

Seringkali ketakutan akan uang ditularkan melalui pengondisian keluarga. Renungkan sumber ketakutan Anda dan apakah ketakutan tersebut masih berlaku dalam hidup Anda saat ini. Renungkan apakah Anda memiliki pola pikir kelangkaan (tidak akan pernah cukup), apakah Anda lebih peduli dengan opini luar (orang lain menilai tingkat kesuksesan Anda berdasarkan kekayaan Anda), atau apakah Anda mengabaikan masalah keuangan Anda. Mulailah hari ini untuk tidak membiarkan uang mengendalikan Anda. Beralih dari cara Anda selalu mendekati uang untuk mulai membentuk kembali perilaku Anda (Langkah 2). Pertimbangkan untuk menyisihkan 50 ribu rupiah per hari untuk membangun dana guna membayar pengeluaran tak terduga. Mempraktikkan hal ini setiap hari akan membantu Anda beralih ke Langkah 3: Membekukan kembali kebiasaan atau cara hidup baru.

3. Apa definisiku tentang kehidupan yang bermakna?

Jika uang bukan tujuan hidup, jika hidup Anda tidak berkisar pada uang, bagaimana Anda ingin hidup? Bagaimana Anda ingin berkontribusi kepada orang lain dan membuat perbedaan dalam kehidupan mereka sehari-hari? Bagaimana Anda ingin mengekspresikan diri? Bagaimana Anda memperkuat hubungan dalam hidup Anda?

Kurangi barang-barang Anda, tingkatkan persahabatan Anda. Berlatihlah berinteraksi dengan orang lain sebagai manusia, dengan cara yang bermakna dan bukan dari sudut pandang siapa mereka dan berapa banyak uang, kekuasaan, atau status yang mereka miliki.

Ada banyak orang yang menjalani kehidupan yang memuaskan dan bermakna dengan sedikit sumber daya. Mungkin orang-orang ini harus menjadi teladan inspiratif kita, bukannya menjadi miliarder!

Ingat: Keinginan untuk mencapai makna datang dari dalam. Hubungan dengan makna inilah yang akan menopang Anda dan membimbing Anda melewati tantangan hidup apa pun yang menghadang Anda.

***

Solo, Kamis, 4 April 2024. 7:01 am

Suko Waspodo

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image