Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Qotrun Nada

Himpitan Ekonomi Memasung Naluri Ibu

Dunia islam | Monday, 05 Feb 2024, 11:34 WIB

Miris! Seorang ibu tega membunuh bayi yang dilahirkan karena himpitan ekonomi. Perbuatan ini diluar nalar manusia normal namun tekanan ekonomi telah memandulkan naluri seorang ibu.

Dilansir kumparan News (24/01/2024), seorang ibu di Belitung telah membunuh bayi yang baru dilahirkan dengan menenggelamkannya dalam sebuah ember. Ibu tersebut melahirkan di kamar mandi seorang diri, bahkan suaminya pun mengaku tidak tahu kalau isterinya hamil dan melahirkan. Perempuan yang kesehariannya bekerja sebagai buruh ini membuang bayinya sendiri ke kebun warga yang tak jauh dari rumahnya.

Wakapolres Belitung, Kompol Yudha Wicaksono dalam konferensi pers mengungkapkan motif pelaku membuang darah dagingnya sendiri karena himpitan ekonomi (BangkaPos, 24/01/2024)

Tekanan ekonomi menjadi sebab seorang ibu tega menghilangkan nyawa anak kandungnya, padahal naluri keibuan secara fitrah ada pada diri seorang ibu. Jangankan manusia, hewan saja memiliki naluri “keibuan”. Banyak kita saksikan bagaimana kucing melindungi anak-anaknya dari ancaman yang membahayakan. Begitu pula induk ayam, akan agresif jika ada orang yang mendekati anak-anaknya. Dan masih banyak lagi contoh perilaku hewan yang berusaha melindungi anaknya tatkala ada ancaman.

Bukan Hanya Masalah Ekonomi

Namun fakta hari ini, karena himpitan ekonomi seorang ibu tega membunuh dan membuang bayinya. Tingginya beban hidup telah mematikan fitrah keibuannya. Tentu tidak hanya beban ekonomi, ada banyak faktor yang turut andil dalam mempengaruhi perilaku seseorang. Pertama, lemahnya ketahanan iman. Iman menjadi salah satu indikator baik buruknya perilaku seseorang. Tatkala iman tidak lagi bersemayam di hati, apapun bisa dilakukan bahkan yang melawan fitrah sekalipun. Ketiadaan iman menyebabkan seseorang mengambil jalan pintas dalam menyelesaikan permasalahan hidupnya. Allah SWT tidak lagi menjadi sandaran hidup, bahkan berpaling dari peringatan Allah, padahal kasus membunuh anak sudah jelas peringatan Allah dalam Al-Qur’an surat Al Isra ayat 31.

Allah SWT berfirman ;

Janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan (juga) kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka itu adalah suatu dosa yang besar.

Mengabaikan peringatan Allah SWT menjadi pertanda lemahnya iman, ada ketidakpercayaan terhadap jaminan rezeki dan ancaman dosa besar yang Allah firmankan dalam kitabNya yang mulia. Kondisi keimanan yang rapuh ini memberi andil pada seorang ibu yang tega membunuh anak kandungnya sendiri.

Kedua, tidak berfungsinya keluarga sehingga ibu juga terbebani pemenuhan ekonomi. Keluarga sebagai miniatur masyarakat mempunyai delapan fungsi, ekonomi, edukasi, reproduksi, sosial, proteksi, rekreasi, afeksi dan religiositas. Fungsi tersebut akan optimal jika ada sinergi antar suami, isteri dan anak. Dalam kasus diatas, semua fungsi ini tidak berjalan sempurna kecuali fungsi reproduksi. Ibu yang seharusnya menjadi sekolah pertama bagi anak-anaknya dan juga sebagai pengatur rumah tangga beralih fungsi menjadi pencari nafkah. Tatkala kecukupan nafkah keluarga minus maka tidak mustahil seorang ibu menjadi depresi dan berputus asa menghadapi keberlangsungan hidup yang serba sulit. Pada titik ini, membunuh anak yang tidak diinginkannya menjadi jalan pintas.

Ketiga, lemahnya kepedulian masyarakat. Sistem kapitalisme telah membuat masyarakat bersikap individualisme. Sibuk memikirkan diri sendiri dan urusan masing-masing sehingga tidak peduli pada kerabatnya, tetangganya. Bahkan tidak ada perhatian sama sekali terhadap seorang ibu yang kepayahan karena kehamilannya.

Keempat, kesejahteraan rakyat per individu tidak dijamin oleh negara. Negara abai terhadap kesejateraan rakyatnya, justru penguasa hari ini sibuk melayani kepentingan keluarganya, investor dan pengusaha. Buktinya, kebijakan-kebijakan penguasa hanya berpihak pada pengusaha dan investor, sedangkan rakyat hanya menjadi korban.

Semua faktor ini berkaitan erat dengan sistem yang diterapkan oleh negara, yaitu sistem sekular kapitalisme. Sistem yang menomorsatukan materi dengan mengabaikan dimensi ruhiyah. Sistem inipun berasaskan manfaat tanpa mempedulikan halal haram, maka wajar jika kezaliman terjadi dimana-mana dan kapan saja, termasuk pembunuhan yang dilakukan ibu terhadap anak yang dikandungnya selama 9 bulan. Ibu dalam sistem sekarang beralih fungsi menjadi tulang punggung padahal kodratnya, perempuan adalah tulang rusuk bagi laki-laki.

Jaminan Kesejahteraan Ibu dan Anak dalam Islam

Islam mewajibkan negara menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui berbagai mekanisme, baik melalui jalur nafkah, dukungan masyarakat dan santunan negara. Perempuan dalam pandangan Islam tatkala menjadi ibu mempunyai peran yang istimewa, yaitu sebagai pengatur rumah tangga, perawat dan pengasuh anak mereka. Sedangkan mencari nafkah adalah tugas suami atau kerabat laki-laki dalam keluarga mereka, namun tidak menghilangkan hak perempuan untuk bekerja jika menginginkannya dengan tidak melanggar syariat. Islam mengangkat beban mencari nafkah bagi perempuan dan mewajibkannya pada kaum laki-laki sebagaimana dalam firmanNya berikut,

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” (QS An-Nisa: 34).

Jelaslah, Islam sangat memuliakan posisi ibu, tugas ibu yang sudah berat sebagai pencetak generasi dan pengatur rumah tangga tidak lagi dibebani mencari nafkah.

Disamping itu, dalam masyarakat Islam kepedulian terhadap sesama sangat tinggi karena dorongan keimanan. Mereka sangat yakin akan janji-janji Allah SWT yang termaktub dalam Al-Qur’anul karim. Sebagaimana dalam ayat berikut,

“Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup, sedangkan kamu sedikit pun tidak akan dianiaya (dirugikan). (Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah.” (QS Al-Baqarah: 272¬273).

Dalam hadist pun ada ancaman bagi mereka yang tidak peduli terhadap tetangganya yang kelaparan. Nabi saw. bersabda,

“Demi Allah, dia tidak beriman (diucapkan sampai tiga kali).” Kemudian ada yang bertanya, “Siapakah dia wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Barang siapa yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan.”

Dalil-dalil tersebut memberi bukti pada kita semua bahwa dalam masyarakat dimana syariat Islam ditegakkan, terjadi sikap ta’awwun antar sesama sehingga akan meminimalisir terjadinya kasus pembunuhan karena beratnya beban ekonomi.

Negara pun tak akan lepas tangan terhadap warganya yang serba kekurangan. Jika yang bersangkutan tidak punya kerabat laki-laki untuk menjamin kecukupan finansialnya maka negara wajib memenuhi kebutuhan warganya. Islam memiliki sistem ekonomi dan politik yang mampu mewujudkan kesejahteraan individu per individu, yang meniscayakan ketersediaan dana untuk mewujudkannya.

Dengan mekanisme seperti ini, celah terjadinya kekerasan karena himpitan ekonomi akan tertutup rapat. Islam pun hadir sebagai solusi atas semua persoalan hidup sehingga Islam rahmatan lil alamin bukan hanya slogan, akan menjadi nyata tatkala Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan.

Wallahu a’lam bisshawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image