Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Anissa Rizky Kusuma Dewi

Filosofis Unsur dalam Pewayangan: Gunungan sebagai Gerbang Kehidupan

Sastra | Tuesday, 12 Dec 2023, 17:44 WIB

Wayang menjadi budaya Indonesia yang juga diakui UNESCO sebagai budaya dunia pada 7 November 2003. Wayang diperkirakan lahir sejak 1500 SM. Pada awalnya, kebudayaan wayang muncul sebagai salah satu cara untuk memuja roh nenek moyang dengan menggambarkan wujud manusia di atas kertas dan dibeberkan.

Namun, seiring berkembangnya waktu, Islam mulai masuk ke Nusantara dan memengaruhi perkembangan wayang itu sendiri. Menurut Islam, penggambaran wujud manusia adalah haram. Lukisan atau patung yang menggambarkan wujud manusia tidak diperbolehkan. Kemudian, Islam menggunakan wayang sebagai cara untuk menyebarkan ajaran atau dakwah agama ke seluruh Nusantara.

Oleh karena itu, muncul pertunjukan wayang dengan menggunakan wayang kulit yang diajarkan oleh Sunan Kalijaga. Pada zaman ini pun, wayang difokuskan untuk hiburan semata. Namun, wayang tetap menjadi suatu hal yang sakral bagi mereka yang mempercayainya.

Pagelaran Wayang Lakon: Gatutkaca

Sebagai sesuatu yang sakral, wayang sering dianggap sebagai hal mistis. Beberapa orang menggunakan media wayang untuk memuja roh nenek moyang dengan menggunakan gambar atau patung yang mereka sebut dengan hyang. Segala unsur-unsur yang ada dalam kesenian wayang memiliki nilai filosofisnya sendiri. Seperti dalang yang dianggap Tuhan, dan klir atau layar putih yang dianggap sebagai tempat tinggal manusia. Selain itu, juga ada kayon atau gunungan yang dianggap sebagai pintu gerbang yang berisi kehidupan manusia.

Berbicara tentang filosofis gunungan, bentuknya yang seperti gunung menggambarkan alam semesta. Bentuknya yang mengerucut keatas menandakan bahwa kehidupan harus tertuju kepada Tuhan. Di dalam gunungan juga terdapat gambar pintu gerbang yang dijaga oleh dua raksasa dengan pedang perisainya yang memberikan gambaran bahwa mereka menjaga pintu yang menuju kepada kehidupan.

Filosofis Gunungan sebagai Gerbang Kehidupan Manusia

Gunungan juga sebagai lambang bahwa sebelum kelahiran, bumi ini diisi oleh kayu-kayu yang dianggap hidup, pohon, dan binatang buas. Ada juga yang menganggap bahwa gunungan sebagai jiwa atau sukma dan bentuknya yang segitiga menggambarkan manusia yang terdiri dari unsur cipta, rasa, dan karsa. Dalam pagelaran wayang, gunungan dijadikan sebagai tanda mulai dan berakhirnya pertunjukan wayang, sebagai tanda bergantinya babak, dan sebagai simbol sesuatu yang tidak ada wayangnya seperti angin, air, udara, dan elemen-elemen alam lainnya. Biasanya, saat permulaan, dalang akan mengambil dua gunungan. Satu digerakkan ke kiri dan satu digerakkan ke kanan seolah-olah sedang membuka pintu gerbang. Dalam hal ini, terlihat filosofis dalang sebagai Tuhan yang sedang membuka gerbang kehidupan manusia melalui gunungan atau kayon yang diperagakannya.

Pada zaman sekarang ini, kita perlu belajar lebih dalam dan mengerti berbagai filosofis dalam dunia pewayangan. Wayang tidak hanya berperan sebagai kesenian, tetapi melalui wayang, kita belajar mengenai gambaran kehidupan. Hal tersebut sangat mengangkat perkembangan sastra dari zaman ke zaman. Dan tentunya menarik wisatawan untuk lebih mengenal budaya Indonesia.

Mempelajari dunia pewayangan bersama Ki Kasmin G, Dalang dalam Pagelaran Wayang Kulit dengan Lakon Gatutkaca Wisuda

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image