Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Muthiah Alhasany

Inilah Efektivitas Boikot

Politik | Friday, 17 Nov 2023, 17:55 WIB
Produk yang disinyalir berafiliasi dengan Israel (dok.lampungpos.com)

Sampai di mana efektivitas boikot untuk membela Palestina. Masih banyak orang yang meragukan dan memiliki persepsi negatif terhadap tindakan boikot ini. Dalam media sosial, mereka menyerang orang-orang yang melakukan boikot terhadap produk yang terafiliasi dengan Israel.

Alasan mereka, pertama, menganggap boikot tidak efektif karena secara teritori Indonesia cukup jauh dari Palestina. Jadi, mereka mengira boikot tidak berdampak pada negara zionis Israel. Kasarnya, dikatakan sebagai perbuatan yang sia-sia.

Alasan kedua, boikot tersebut mengancam nasib para pekerja di perusahaan yang terafiliasi dengan Israel. Jadi ada kemungkinan ketika perusahaan tersebut bangkrut bakal melakukan PHK massal. Para pekerja bisa kehilangan mata pencaharian, padahal mereka mencari nafkah untuk keluarga.

Perlu diketahui dan disadari bahwa boikot memiliki dampak yang sangat dahsyat untuk mengguncang perekonomian Israel dan negara-negara pendukungnya. Mereka bisa menjadi bangkrut. Dengan demikian, tidak memiliki kekuatan lagi untuk menjajah bangsa lain. Ibaratnya, mereka menjadi macan ompong. Pabrik-pabrik senjata yang selama ini menjadi andalan devisa, sulit untuk beroperasi.

Bagaimana boikot bekerja? Boikot yang dilakukan di seluruh dunia. Kalau hanya sebagian kecil saja yang melakukan boikot tentu kurang efektif. Namun kalau dilakukan oleh masyarakat internasional, dampaknya dahsyat. Di Arab Saudi, sudah tidak ada lagi yang mau mengonsumsi makanan dari restoran yang terafiliasi dengan Israel. Sebagai contoh, beberapa gerai Starbucks akhirnya tutup. Begitu pula di negara-negara lain, misalnya Turki yang mengharamkan makanan dan minuman dari gerai-gerai tersebut.

Di Indonesia, gerakan boikot sudah bergaung lebih dahulu. Apalagi kemudian keluar fatwa MUI yang mengharamkan memakai produk dari perusahaan yang terafiliasi dengan Israel. MUI adalah lembaga tertinggi ulama Indonesia, maka yang berlaku adalah samikna wa atokna. Sebagai umat muslim, patuh pada perintah ulil amri. Mengingat jumlah umat Islam di Indonesia merupakan terbesar di dunia, tentu saja gerakan boikot ini memukul perusahaan-perusahaan tersebut. Meskipun mereka berusaha berdalih bahwa perusahaan di Indonesia berdiri sendiri, secara logika dalam franchise restoran ada fee yang harus dibayar.

Ketika tak ada lagi orang yang mau membeli Starbucks, McD, Pizza Hut dsb, tak ada pemasukan untuk outlet tersebut. Padahal mereka harus menyetor sebagian keuntungan untuk kantor pusat, yang mendukung Israel. Maka dana yang tersalur untuk negara zionis akan tersendat dan pada akhirnya terhenti. Ini berakibat pada Israel yang nantinya tidak bisa membiayai perang.

Jika perusahaan tersebut kemudian menyumbangkan sejumlah bantuan untuk Palestina, hal itu tidak serta merta menghapus keterlibatan mereka baik langsung maupun tidak langsung. Apalagi dalam perniagaan, keuntungan atau sebagian omset harus disetor ke pusat.

Dengan boikot secara gencar dan menyeluruh, hasilnya sudah terlihat. Saham-saham perusahaan tersebut anjlok lebih dari 30%. Hal yang belum pernah terjadi selama ini. Kalau mereka tidak mendapatkan pemasukan, bagaimana mereka akan memberikan dana untuk Israel?

Nah, kalau masih ada yang mencela boikot karena kuatir kehilangan pekerjaan, bercerminlah. Mungkin kita perlu menguatkan iman. Ingatlah bahwa yang memberi rezeki adalah Allah SWT, maka bergantunglah pada Yang Maha Kaya, bukan manusia.

Di sisi lain, kita selalu diingatkan untuk berbuat kebajikan. Kalau tidak bisa ikut berperang, turut andil dalam gerakan boikot ini. Masa iya tidak ada rasa kemanusiaan dalam diri kita? Apalagi korban tewas sudah mencapai lebih dari 12.000 orang. Bersyukur bahwa hidup di Indonesia tidak dibayangi dentuman senjata dan bom. Setidaknya masih bisa makan walau hanya dengan sejumput garam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image