Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image nuril khomsiyati

Harapan Sebesar Gunung Tapi Nyali Sekecil Amoeba

Sastra | Wednesday, 25 Oct 2023, 23:52 WIB

Dering lonceng bergema tanda jam pelajaran sudah mulai. Namun, bukannya masuk kelas banyak siswa kelas X IPA 2 masih asyik nongkrong di depan kantin. Ketika Bu Diana menegur mereka pun bergegas masuk ke kelas. Pelajaran pertama adalah kimia. Salah satu mata pelajaran yang membuat mereka pusing, bad mood dan malas untuk mempelajarinya. Pastinya karena kimia mempelajari sesuatu yang abstrak dan rumit serta banyak rumus yang harus nempel di otak.

“Pagi ini kita akan belajar tentang ikatan kimia”, ucap Bu Diana mengawali pembelajaran. Semua siswa berusaha memperhatikan materi dengan seksama.

“Seperti biasanya ibu akan memberikan kuis. Apa pengertian ikatan kimia?”, kata Bu Diana. Banyak siswa yang terkejut karena mereka semalam lupa belajar. Bak kilat menyambar, Fero mengacungkan tangan lalu menjawab pertanyaan dengan tenang.

“Ikatan kimia menggambarkan cara atom-atom berikatan membentuk molekul atau ion. Tujuan pembentukan ikatan kimia adalah agar tercapai kestabilan suatu unsur. Elektron yang berperan dalam pembentukan ikatan kimia yaitu elektron valensi”, ucap Fero.

”Wahh, jawaban yang lengkap sekali, Fero”, ucap Bu Diana sembari memberikan applause. “Pertanyaan kedua, berikan contoh aplikasi ikatan kimia dalam kehidupan sehari-hari!”.

Kali ini, Vanessa tak mau kalah. Dengan percaya diri ia menjawab pertanyaan Bu Diana.

“Aplikasi ikatan kimia dalam kehidupan sehari-hari adalah ikatan pernikahan. Ikatan pernikahan merupakan salah satu contoh aplikasi ikatan kimia jenis kovalen. Laki-laki atau perempuan jomblo mustahil akan stabil layaknya elektron-elektron kimia. Dalam ikatan kovalen terjadi pemakaian bersama pasangan elektron oleh dua atom yang berikatan. Begitu pula dalam ikatan pernikahan pasti masing-masing individu memberikan kontribusi dan melengkapi satu sama lain”, jelas Vanessa.

Very very good, benar-benar jawaban yang sempurna untuk Fero dan Vanessa”, ucap Bu Diana sambil mengacungkan jempol.

“Cie cie, ehem ehem”, semua siswa menyoraki Fero dan Vanessa.

“Yaudah tunggu apa lagi, buruan kalian nikah aja kan sama-sama paham kimia. Pasti ada chemistry diantara kalian nih, hehehe”, celetuk Lina.

“Husss, kalian apa-apaan sih? Seharusnya kalian bisa meniru Fero & Vanessa agar giat belajar jadi kalau ada kuis seperti ini nggak gelagapan”, Bu Diana menasehati siswanya.

Pyarrrrrr..., terdengar sesuatu pecah dari dapur mengagetkan Fero yang saat itu sedang berimajinasi belajar di kelas. Ia bergegas berlari ke dapur dan ternyata gelas jatuh karena disenggol kucing. Ia pun membereskan fraksi-fraksi kaca bening yang berceceran di lantai. Setelah itu ia kembali melanjutkan aktivitas seperti biasanya, belajar daring di rumah. Sudah hampir setahun yang lalu sekolah meliburkan siswanya masuk sekolah. Hal ini merupakan salah satu kebijakan pemerintah untuk mencegah penularan virus corona.

Di masa pandemi seperti ini memang sangat membosankan. Hanya di rumah, belajar, makan, mandi, nonton televisi, tidur. Lama-kelamaan Fero merasakan bosan harus belajar secara daring. Dulu ketika belajar tatap muka ia dengan mudah menangkap materi pelajaran. Berbeda 180° dengan belajar daring seperti ini. Ia sangat kesulitan memahami materi. Apalagi materi kimia yang sifatnya abstrak ditambah harus belajar mandiri.

Fero pernah memimpikan sebuah pembelajaran tatap muka dimana ia bisa bertemu dan berinteraksi dengan teman-temannya. Pembelajaran interaktif yang terjadi interaksi antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa atau siswa dengan materi pelajaran adalah impian Fero. Ia juga sangat merindukan bisa praktikum langsung di laboratorium.

“Teman-teman, bagaimana kalau besok kita adakan demo di sekolah?”, ajak Fero di grup chat whatsapp.

“Haah . Kamu serius, Fer?”, balas Aini.

“Iya, aku serius. Kalian ngrasa nggak sih kalau belajar daring tuh bikin pusing kepala? Udah bayar mahal SPP kok belajarnya cuma di rumah padahal cari uang juga susah kan”, Fero berusaha memprovokasi teman sekelasnya.

“Iya juga sih, mana tiap belajar daring butuh kuota internet yang banyak”, tambah Ferdian.

“Aku juga nggak paham sih kalau belajar daring kek gini tuh. Mana gurunya Cuma kasih link video di youtube terus kita suruh belajar mandiri. Hadeeeehh ..... pecah lama-lama nih kepalaku”, timpa Vanessa.

“Nah kan, pasti banyak yang nggak setuju kalau belajar daring. Tunggu apalagi? Besok kita serbu sekolah kalau perlu bawa senjata”, jawab Leon emosinya kini tersulut.

“Tuntutan apa yang kita ajukan ke sekolah gaess?” Vina penasaran.

“Pastinya belajar tatap muka. Opsi kedua kalau belajar tatap muka belum bisa dilaksanakan kita bisa menuntut untuk meminta keringanan biaya SPP atau bantuan kuota internet. Yaa... walaupun tidak seberapa tapi setidaknya bisa meringkankan orang tua kita. Gimana teman-teman setuju nggak?”, kata Fero.

“Setujuuu...”, hampir semua siswa kelas X IPA 2 menjawab serempak.

“Baiklah, ini aku share teknis lapangan untuk besok ya. Kalau ada yang belum paham bisa ditanyakan ke aku ya”, ucap Fero.

Rupanya Fero telah mempersiapkan rencana ini jauh-jauh hari. Mulai dari susunan panitia inti, petunjuk teknis lapangan sampai peralatan lapangan pun sudah siap. Kini tinggal satu langkah akhir yaitu eksekusi lapangan.

Pagi ini sekitar pukul 07.03 WIB, para rombongan siswa sudah siap berjejer di depan kantor. Tak lain tak bukan yaitu acara demo. Ketua lapangan, Fero segera menginstruksikan para boneka-bonekanya. Suasana sekolah yang awalnya sepi kini menjelma menjadi lautan riuh penuh dengan ikan kelaparan. Dengan suara lantangnya Fero segera mengajukan tuntutan kepada sekolah diiringi suara teman-temannya.

Di tengah keramaian, Vanessa duduk terdiam dan pikirannya berimajinas liar tak terkendali. Ia memimpikan sebuah keadaan baru dimana ia dan teman-temannya sudah berada di depan ruang laboratorium. Wajah para siswa yang tegang karena 10 menit lagi ada pre-test sebelum praktikum. Ada yang sedang membaca materi, tanya jawab dengan teman di sebelahnya dan ada yang sibuk menyiapkan atribut untuk praktikum. Praktikum kali ini adalah titrasi asam basa.

Aini duduk di pojok depan ruang laboratorium sedang belajar berusaha untuk konsentrasi meskipun teman-temannya belajar dengan membaca keras materinya. Semalam ia belum sempat belajar karena lembur ngerjain PR logaritma yang dikumpulkan nanti setelah praktikum. Perlahan ia membuka buku kimia materi titrasi asam basa.

“Titrasi adalah teknik yang digunakan untuk menentukan konsentrasi sampel yang belum diketahui (analit) dengan penambahan reagen yang sudah diketahui konsentrasinya”, baca Aini dalam hati.

“Duhhh, analit tuh apaan? Maksudnya konsentrasi sampel juga apa lagi sihh? Bener-bener kagak ngerti nih”, ucap Aini sampil menggenggam pulpen erat-erat.

“Makanya kalau malem tuh belajar bukan malah chattingan!” timpa Deni yang duduk di sebelahnya.

Belum sempat membalas ucapan Deni, Aini dikejutkan dengan suara Bu Diana memberikan arahan sebelum praktikum. Bu Diana memberikan soal pre-test secara lisan dan acak. Dag Dig Dug suara jantung Aini semakin berdegup kencang. Ia panik kalau nanti nggak bisa jawab soal.

“Peserta pertama, Fero. Pertanyaannya, jelaskan pengertian titrasi asam basa?” ucap Bu Diana mengawali pre-test.

Tak terasa semua siswa sudah dipanggil dan Aini adalah peserta terakhir. Bu Diana kemudian memanggil Aini.

“Pertanyaan terakhir, sebutkan salah satu indikator titrasi asam basa dan berikan contoh perubahan warna yang terjadi saat mencapai titik ekuivalen?” ucap Bu Diana.

“Emmm . Indikator pp. Dalam suasana asam tidak berwarna dan setelah ditetesi larutan basa menjadi merah muda” Jawab Aini gugup. Ia akhirnya ingat karena dulu pernah nonton di youtube.

“Selamatt Aini, jawabanmu benar, silakan masuk. Jangan lupa bawa atribut wajib saat praktikum”, Bu Diana tersenyum.

“Yeaayyy, alhamdulillah..... akhirnya bisa praktikum”, ucap Aini tersenyum lega.

Semua peserta praktikum segera menuju meja kelompok yang telah disediakan. Praktikum diawali dengan menimbang analit dengan neraca digital dilanjutkan dengan pencampuran dengan larutan. Analit berupa serbuk CH3COOH atau asam cuka dilarutkan dalam air. Rasanya senang sekali bisa merasakan praktikum meskipun sebulan hanya sekali. Seru bisa berhadapan langsung dengan larutan kimia.

Saat larutan sudah diletakkan dalam labu erlenmeyer maka Vanessa sangat bersemangat sekali untuk melakukan titrasi. Tangan kirinya memegang labu erlenmeyer dan tangan kanannya membuka kran buret agar larutan NaOH 0,1 M bisa menetesi larutan dalam erlenmeyer. Agar larutan homogen Vanessa selalu menggojok erlenmeyer.

“Warnanya kok belum berubah jadi merah muda sih, apa jangan-jangan salah larutan? Ahh... Mungkin kurang kenceng nggojognya ya” batin Vanessa.

Vanessa pun menambah kecepatan tangan untuk menggojog erlenmeyer. Pyaaaarrrr..... erlenmeyer yang ada di tangannya kini melayang dan jatuh ke lantai. Wajahnya memerah ketakutan. Ia pun kaget dari lamunannya karena ada peluit milik satpol PP siap untuk menertibkan para siswa yang sedang berdemo di depan sekolah.

“Kaburrrrr.....” Fero meneriaki teman-temannya agar tidak tertangkap satpol PP. Ternyata nyali para siswa itu ciut juga ya. Katanya mau menyampaikan aspirasi, ehh kok cuman lihat satpol PP aja takut.

~TAMAT~

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image