Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gili Argenti

Budaya Politik Pasca-Materialisme

Politik | Wednesday, 04 Oct 2023, 16:27 WIB
www.inews.id (freepik) " />
Ilustrasi budaya politik, sumber : www.inews.id (freepik)

Di dalam disiplin ilmu politik terdapat kajian tentang budaya politik, cabang khusus dari ilmu politik yang fokus memahami bagaimana aspek budaya seperti nilai, norma, dan keyakinan bisa mempengaruhi sistem politik dan dinamika di dalam suatu negara. Budaya politik sendiri menurut Almond dan Verba (1989) merupakan sikap atau orientasi sangat khas dari warga negara terhadap sistem politik, serta aneka ragam bagian di dalamnya untuk menjelaskan sikap warga negara merespon kebijakan politik.

Budaya politik bukan bawaan lahir setiap individu, setiap manusia tidak terlahir dengan membawa budaya politik di dalam otaknya, justru menyerap budaya politik dari sekelilingnya melalui proses sosialisasi politik dari satu generasi ke generasi berikutnya. Artinya konstruksi budaya politik itu hadir melalui proses interaksi antar individu dengan lingkungan politik sekitarnya, tentu hal ini membutuhkan waktu panjang, karena sikap politik terlahir dari kesadaran politik dalam merespon kebijakan pemerintah.

Budaya politik tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi pandangan hidup warga negara, uniknya pandangan hidup manusia itu bisa berubah setiap saat, menyesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan keinginan. Kata sederhananya tidak bersifat tetap. Seorang ilmuwan sosial, Ronald Inglehart, merekam adanya trend perubahan di dalam budaya kontemporer, risetnya dilakukan selama tiga puluh tahun dibeberapa negara di dunia barat, menyimpulkan telah terjadi pergeseran budaya dari materialisme ke pasca materialisme. Dampak dari pergeseran ini akhirnya menyasar pada budaya politik suatu negara, terjadi perubahan tuntutan dan isu politik disuarakan warga negara.

Materialisme dan Pasca Materialisme

Materialisme sendiri merupakan suatu pandangan yang mengutamakan kepemilikan materi menjadi sesuatu hal utama, simbol kemakmuran ditunjukan oleh barang-barang mewah, bermerek, dan mahal. Pencapaian finansial menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan hidup seorang individu, sedangkan kebahagiaan dilihat dari kemampuan memperoleh barang dan kekayaan materi.

Sedangkan pasca materi lebih berfokus kepada aspek-aspek diluar kepemilikan finansial, sesuatu diukur tidak dari kekayaan, tetapi dari nilai-nilai baru terkait kebebasan, kesetaraan, dan keadilan. Pasca materialisme menghendaki tatanan sosial berkeadilan bagi seluruh umat manusia, tidak memandang sekat ras, suku, etnik, dan agama. Nilai lama bergeser ke nilai baru, dari materi berupa makanan, kesehatan fisik, rumah, dan kendaraan, menuju pasca materi seperti kebebasan sipil, lingkungan, partisipasi politik, dan kualitas hidup lebih baik.

Pergeseran budaya ini disebabkan tingginya tingkat pendidikan, yang ditunjang oleh adanya stabilitas ekonomi, serta akses informasi lebih baik, disertai membaiknya standar hidup warga negara, paling menonjol dapat dilihat dari banyak generasi muda lebih kaya dari generasi sebelumnya. Budaya pasca materialisme kini telah menyebar ke berbagai penjuru dunia terutama ke negara-negara berkembang serta berpendapatan menengah.

Dampak Di Bidang Politik

Perubahan budaya materialisme ke pasca materialisme berdampak pada bidang politik, yang akhirnya ikut mengalami pergeseran, hal ini dapat dilihat dari perubahan karakter masyarakat di dunia pada umumnya, lebih bersikap toleran dan moderat pada isu-isu sensitif. Dimana di masa lalu merupakan isu-isu sensitif dan tabu diperbincangkan diruang publik.

Menurut Newton dan Van Deth (2019) terdapat lima poin penting dampak budaya pasca materialisme pada bidang politik. Pertama, terjadi mobilitas kognitif, dengan tingginya tingkat pendidikan menimbulkan kesadaran politik tinggi, setiap warga negara akhirnya memiliki kecerdasan dan kecakapan memadai untuk berpatisipasi dalam kehidupan politik. Kedua, sekat kelas sosial meredup, dengan berubahnya kepemilikan ekonomi ke pasca materialisme, wacana pertentangan kelas antara borjuis dan proletar terkikis, politik ideologis antara kelompok kanan dan kelompok kiri sudah tidak menemukan relevansi kembali.

Ketiga, meningkatnya partisipasi politik, kesadaran politik tinggi ditengah-tengah masyarakat memunculkan berbagai tuntutan politik pada pemerintah. Berbagai kebijakan dinilai tidak pro kepentingan publik dipastikan menuai kritikan. Keempat, bentuk baru partisipasi, menggunakan pendekatan baru dalam berpolitik, tidak lagi menjadikan pendekatan konvensional. Terobosan dalam merumuskan strategi politik harus ditunjang dengan perangkat teknologi digital untuk memperluas gaung narasi politik. Kelima, kalangan pasca materialisme kurang tertarik politik kiri-kanan, pendekatan lebih subtansi dan pragmatis, lebih diutamakan isu seperti lingkungan, feminisme, dan kesetaraan ras.

Penutup

Budaya pasca materialisme menjadikan wajah politik lebih inklusif, hal ini dapat menghasilkan dinamika politik yang lebih beragam dan mengubah tata cara pengambilan keputusan politik.

Gili Argenti, Dosen FISIP Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA).

Referensi Artikel

1. Almond, G.A. dan Verba, S. (1989). The civic culture: Political attitudes and democracy in five nations. Newbury Park, Carlifornia: Sage.

2. Newton, Kenneth, Jan W. Van Deth. 2019. Perbandingan Sistem Politik Teori dan Fakta. (Nusa Media, Bandung).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image