Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Alissya Firda R.

Menghargai Emosi Secara Utuh: Mengapa Penting?

Edukasi | Saturday, 20 May 2023, 00:14 WIB
Sumber gambar: dfunstation.com

Sudah menjadi rahasia umum bahwa emosi merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan manusia. Emosi membuat manusia lebih hidup dengan membantu mereka untuk merasakan hal-hal yang mereka alami. Emosi juga memberikan petunjuk bagi manusia untuk mengetahui apa yang ia suka dan tidak suka, apa yang aman dan berbahaya, dan petunjuk-petunjuk lainnya. Namun, terkadang manusia kesulitan untuk menyadari dan mengendalikan emosinya. Lebih buruk lagi, mereka menekan emosi yang dirasakan dan mengabaikannya. Padahal, kemampuan untuk menerima dan mengelola emosi adalah sesuatu yang sangat dibutuhkan dewasa ini.

Salah satu faktor yang mendukung urgensi dari penerimaan emosi adalah dampak dari penekanan dan pengabaian emosi itu sendiri. Memendam emosi dalam jangka panjang dapat berujung ke gangguan kesehatan mental seperti depresi dan munculnya keinginan untuk bunuh diri. Tidak hanya berpengaruh pada aspek mental seseorang, memendam dan mengabaikan emosi juga dapat berdampak secara fisik. Dalam suatu penelitian terbitan Dialogues In Clinical Neuroscience (2017), disebutkan adanya keterkaitan antara peradangan dalam tubuh dengan stres yang disebabkan oleh memendam emosi. Selain itu, memendam emosi rupanya juga berkaitan dengan peningkatan risiko kematian akibat penyakit jantung dan kanker (Journal of Psychosomatic Research, 2013).

Mengetahui betapa besar pengaruh emosi dalam kehidupan manusia, penting bagi individu untuk dapat menerima emosinya. Namun, terkadang hanya untuk menerima bahwa kita sedang merasakan suatu emosi yang tidak ingin kita rasakan adalah hal yang sulit. Beberapa orang mengambil jalan rasionalisasi, di mana mereka mencari alasan atas emosi yang dirasakan dan berusaha membuat keadaan menjadi lebih ‘logis’. Beberapa orang lainnya memilih untuk tidak menghadapi emosi yang ada dan menekannya ke ketidaksadaran. Ada pula yang menganggap bahwa merasakan dan menerima emosi adalah sesuatu yang membuat mereka menjadi lemah dan rapuh.

Dalam hal ini, yang pertama harus dilakukan adalah menyadari bahwa emosi memang nyata adanya. Emosi tidak sama dengan logika dan tidak dapat diproses sebagaimana memproses logika. Menyadari emosi tidak hanya membutuhkan kesadaran secara kognitif, namun juga kesadaran untuk menerima emosi yang ada secara penuh. Penting untuk tidak memandang emosi yang datang dengan penghakiman, melainkan menerimanya apa adanya tanpa berusaha mengurangi ataupun membesar-besarkan. Apabila muncul letupan-letupan kebahagiaan yang mekar dalam dada, bersenanglah. Apabila muncul rasa sakit yang menyayat perlahan, bersedihlah. Apabila kegagalan rasanya begitu pahit dan tidak menyenangkan, berdukalah. Tarik napas dalam-dalam dan sadari bahwa yang dirasakan tidak akan berlangsung selamanya, seperti kehidupan dan segala naik turunnya.

Sejatinya memiliki emosi dan merasakannya adalah hal yang manusiawi. Pengabaian dan penolakan emosi akan berujung ke berbagai dampak negatif baik dari segi mental ataupun fisik. Selain itu, menekan emosi secara berkepanjangan juga hanya akan menjadi bom waktu yang dapat kapan saja meledak. Oleh karena itu, penting bagi seseorang untuk dapat menerima emosi yang datang dengan cara yang benar. Salah satu langkah utamanya adalah dengan menyadari adanya emosi itu sendiri dan tidak menghakimi emosi yang hadir. Dengan usaha penerimaan emosi, harapannya hal ini dapat menjadi fondasi dasar untuk menerima diri menuju hidup yang lebih damai.

Referensi:

D’Acquisto, F. (2017). Affective immunology: Where emotions and the immune response converge. Dialogues in Clinical Neuroscience, 19(1), 9-19.

Chapman, B. P., Fiscella, K., Kawachi, I., Duberstein, P., & Muennig, P. (2013). Emotion suppression and mortality risk over a 12-year follow-up. Journal of Psychosomatic Research, 75(4), 381-385.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image