Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Salsabilah Nasywa

Ketimpangan di Keadilan Hukum: Petinggi vs Si Rendah

Politik | Saturday, 13 May 2023, 08:27 WIB

Indonesia merupakan negara hukum. Sebagai asas hukum, penuntutan yang adil tentu saja diatur dalam Pasal 27 (1) UUD 1945, yang memperlakukan semua orang sama didepan hukum. Untuk menegakkan supremasi hukum, Indonesia harus mampu menerapkan prinsip-prinsip rule of law. Setiap orang berhak atas keadilan baik dari masyarakat maupun negara. Sebagaimana tertuang dalam sila kelima pancasila, berbunyi, “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Sangat jelas bahwa semua orang Indonesia tanpa terkecuali berhak atas keadilan. Pejabat, kurcaci, kaya dan miskin sama. Tujuan hukum adalah untuk mewujudkan keadilan bagi semua orang.

Ketika kita berbicara tentang hukum, kita pasti familiar dengan kata-kata “tumpul ke atas, runcing ke bawah”. Tapi apa arti istilah ini? Yang dimaksud dengan istilah tersebut yaitu terdapat pada fenomena, seperti pejabat melakukan pembunuhan berencana, tetapi mereka masih bisa lolos dari tahanan. Sedangkan orang-orang kelas bawah lebih mudah dihukum dari pada mereka kelas atas bahkan pejabat. Mengapa demikian? Karena kelas bawah kalah dalam bisnis yang akibatnya mereka tidak mendapatkan pembelaan terhadap hukum. Berbeda dengan kelas atas, mereka dapat mengurangi hukuman melalui suap. Semakin besar angka yang dikeluarkan, semakin ringan pula hukuman yang diberikan.

Salah satu contoh seorang rakyat kecil yang dituduh mencuri barang dari supermarket. Karena kekuatan finansialnya yang rendah, orang tersebut tidak bisa membela diri dan menyewa pengacara. Orang itu kemudian divonis lima tahun penjara, meski tidak ada bukti nyata bahwa ia mencurinya. Namun, dia tetap dinyatakan bersalah.

Di lain sisi, terdapat kasus bahwa pejabat melakukan tindakan korupsi dengan cara mengambil uang rakyat dan hanya dihukum penjara selama satu tahun. Tetapi penjara para koruptor berbeda dengan penjara rakyat kecil. Mereka masih tetap mendapat fasilitas yang layak. Bahkan mereka masih bisa keluar jalan-jalan pada saat masa penahanan. Masih banyak lagi “tikus berdasi” yang masih berkeliaran dan merugikan negara. Mereka juga mudah melakukan suap-menyuap terhadap hukum.

Dapat dilihat dari dua kasus tersebut, bahwa keadilan hukum di Indonesia “tumpul ke atas, runcing ke bawah”. Kedua hal tersebut juga membuktikan bahwa penerapan hukum di Indonesia tidak mencerminkan sila kelima, yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Ketimpangan sangat terlihat dalam keadilan hukum juga terbukti di dua contoh tersebut. Para pejabat mendapat hukuman seringan-ringannya karena memiliki dana yang cukup besar untuk menyuap. Dan rakyat kecil hanya pasrah mendapat hukuman seberat-beratnya karena tidak bisa melakukan pembelaan dan tidak ada dana untuk membayar pengacara.

Baru-baru ini juga terjadi kasus ketimpangan keadilan. Mengungkit kembali tentang pasangan yang akan dipenjara, yaitu Ferdi Sambo dan Ibu Putri. Namun Ibu Putri selalu memberi banyak alasan. kasus Ibu Putri Candrawati yang tidak dipenjara dengan alasan yang tidak bisa diterima yaitu, tidak sesuai dengan HAM (Hak Asasi Manusia) karena memiliki anak usia 1,5 tahun. Padahal jika kita melihat kasus diluaran sana, banyak seorang Ibu yang memiliki anak balita bahkan bayi dan ditahan karena kasus tuduhan.

Perwujudan negara Indonesia sebagai negara hukum tentu didukung dan dijaga dengan sangat baik. Karena dalam usaha menjadi negara hukum terdapat banyak unsur baik, salah satunya menghargai hak asasi dan martabat manusia. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kebebasan mutlak dalam tata kehidupan warga negara, penyelenggara negara, dan lembaga negara. Negara dengan hukum yang baik dan benar tentu akan mengatur bagaimana rakyatnya harus berperilaku sebagai warga negara yang baik dan mematuhi hukum, dan bagaimana pemerintah harus melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya.

Terwujudnya Indonesia sebagai negara hukum dengan penguasaan yang baik dan benar atas segala sesuatu yang ada di negara ini tidak terlepas dari warga negaranya. Dengan hadirnya warga negara yang taat dan patuh pada hukum yang berlaku, negara Indonesia semakin menjadi negara hukum sebagaimana mestinya. Karena hukum merupakan perintah atau aturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat di suatu negara.

Semua warga negara Indonesia harus menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum, bukan kekuasaan. Oleh karena itu, segala sesuatu yang dilakukan di negara ini harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Realisasi negara hukum menjadi lebih nyata ketika pemerintah dan seluruh warga negara mengikuti hukum yang ditetapkan oleh negara ini. Dan ketika aturan hukum bekerja dengan baik, itu menciptakan kondisi ideal untuk pembangunan dan kemajuan nasional.

Sampai saat ini, hukum yang berlaku di Indonesia bertentangan dengan UU Pancasila dan UUD 1945. Masih banyak masyarakat kelas bawah yang merasa tidak adil. Hal tersebut menunjukkan bahwa ketimpangan terlihat sangat nyata. Sayangnya, karena kurangnya penegakan hukum di Indonesia menyebabkan rakyat yang kurang mampu akan kalah dengan yang berduit.

Untuk mengatasi ketidakadilan hukum di Indonesia, semua pihak memiliki tanggung jawab untuk menerapkan hukum secara adil dan tidak selektif. Apalagi hukum tidak hanya dipahami secara tertulis atau teori, tetapi diterapkan secara adil. Sementara itu, kita memiliki tanggung jawab pribadi untuk menerapkan kejujuran dan keadilan dalam kehidupan kita sehari-hari, dari ranah domestik hingga ranah nasional dan nasional.

Aparat penegak hukum dan para stafnya harus bisa bijak sesuai kenyataan dan tidak mudah mengoperasikan jumlah uang agar keadilan hukum bisa ditegakkan dengan adil di Indonesia. Dan bahkan rakyat kecil pun harus berani menyampaikan pembelaan mereka jika tidak mendapatkan ketidakadilan hukum.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image