Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Universitas Ahmad Dahlan

Seperti Apa Konseling Ramah Budaya?

Edukasi | Tuesday, 14 Feb 2023, 08:39 WIB
Dr. Wahyu Nanda Eka S, M.Pd., Kons., pemateri seminar daring Guidance and Counseling Magister BK Universitas Ahmad Dahlan (UAD) (Foto: Farida)

Dalam sesi seminar daring Guidance and CounselingIndigenous Guidance and Counseling in Indonesia” yang diselenggarakan oleh Magister Bimbingan dan Konseling Universitas Ahmad Dahlan (UAD) pada 10 Februari 2023, Dr. Wahyu Nanda Eka S., M.Pd., Kons., selaku dosen Magister Bimbingan dan Konseling UAD menyampaikan mengenai konseling ramah budaya Indonesia.

Sebelum melangkah lebih jauh, ia memberikan bekal kepada para peserta seminar seputar konseling dan filsafat manusia. Pada dasarnya konseling yang berguna adalah yang membawa kemanfaatan bagi siswa dengan membawa perubahan tingkah laku.

Konseling ramah budaya memandang manusia sangat positif, manusia penuh potensi, daya kreasi, dan cenderung ke arah kebaikan. Selain itu, ini merupakan model konseling berbasis budaya nusantara yang memiliki pandangan positif terhadap setiap manusia, kehidupan, dan situasi tertentu serta menemukan dan memberdayakan kekuatan konseli daripada masalah konseli.

Lebih lanjut, konseling ramah budaya mempunyai perspektif KIPAS. KIPAS merupakan sebuah akronim yang mempunyai komponen tertentu yaitu konseling, intensif, progresif, adaptif, dan struktur.

Konseling yang dimaksud di sini adalah konseling pendidikan, terutama pendidikan persekolahan. Kemudian intensif merujuk pada pengetahuan segala daya upaya tersedia untuk mencapai hasil optimal pada setiap langkahnya. Progresif yang dimaksud merupakan proses kerja yang maju berkelanjutan, ke arah kemajuan, ke arah yang lebih baik dari pada yang sudah-sudah. Selanjutnya adaptif, sifat atau kondisi penuh dengan kemampuan melayani tuntutan-tuntutan struktur atau sistem lingkungan. Terakhir, struktur merupakan suatu sistem yang memiliki unsur-unsur statis dan dinamis.

“Dalam konseling ramah budaya peran konselor adalah sebagai kawan, inovator, pamong, abdi, dan suporter. Orang yang mempunyai problem kadang kala mereka tidak punya inisiatif untuk bertindak, nah peran konselor di sini mendorong untuk bisa bertindak,” jelas Wahyu.

Terakhir, Wahyu menjelaskan mengenai teknik konseling dilakukan dengan sensitisasi sosial dan klarifikasi nilai. Sensitisasi sosial berasal dari teori sensitivitas sosial, yakni terkait dengan sebuah teori yang menyatakan bahwa manusia pada dasarnya bersinggungan dengan cinta, persaudaraan, dan solidaritas antarmanusia dalam lingkungan sosial.

Wujud dan arah dari teknik sensitisasi sosial adalah munculnya kepekaan sosial pada diri siswa. Kemudian klarifikasi nilai merupakan sebuah strategi yang memfasilitasi siswa mengidentifikasi dan menyadari nilai-nilai pribadi sebagai dasar dalam pengambilan keputusan. Wujud dan arah dari teknik klarifikasi nilai adalah dengan munculnya ketegasan nilai dalam dirinya. (frd)

uad.ac.id

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image