Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Menyelamatkan Aksara Nusantara

Sastra | Friday, 13 Jan 2023, 16:52 WIB
Digitalisasi aksara menjadi sumbangan penting dalam pengetahuan lokal Indonesia.

Indonesia memiliki peradaban tersendiri dalam bidang tulis menulis. Teks-teks asli tersimpan dalam manuskrip yang tersebar di sejumlah wilayah di Tanah Air. Teks-teks itu berupa aksara khusus dan unik yang hingga saat ini menjadi kajian para akademisi. Menjadi pertanyaan mengapa aksara Nusantara harus diselamatkan? Di tengah era globalisasi, teks-teks kuno di Indonesia akan hilang jika hanya diketahui segelintir orang dan tersimpan di museum.

Saat ini, terdapat 12 aksara daerah yang merupakan bagian dari kekayaan kesusastraan dan budaya Indonesia. Ke-12 aksara lokal tersebut adalah aksara Jawa, Bali, Sunda Kuno, Bugis atau Lontara, Rejang, Lampung, Karo, Pakpak, Simalungun, Toba, Mandailing, dan Kerinci (Rencong atau Incung).

Prof. Sarwit Sarwono, pakar aksara Ulu, mengungkapkan aksara Ulu merupakan teks atau tulisan yang digunakan masyarakat Sumatera Tengah, khususnya Pasemah dan Serawai. Aksara ini bertalian dengan pengetahuan dan praktik sosial masyarakat Bengkulu dan sekitarnya. Manuskrip Ulu hingga saat ini masih tersimpan dan menjadi kolek Museum Negeri Bengkulu.

Yang menarik, media aksara Ulu adalah bambu yang di dalamnya ada gelondongan lembaran-lembaran bambu. Naskah-naskah itu berisi pengetahuan budaya yang hidup dan masih dijalankan oleh sebagian masyarakat. Aksara Ulu menjadi teks konstruksi pengetahuan yang bersifat sosial, seperti pergaulan sehari-hari, pernikahan, pengetahuan alam dan masih banyak lagi.

Selain Ulu, aksara Jawa mungkin yang masih hidup saat ini. Hanacaraka berasal dari huruf Dewanagari, India dengan hurufnya 20. Aksara Jawi yang juga dikenal dengan istilah aksara Arab Melayu merupakan adopsi dari Arab. Disebut Arab Melayu karena bentuk hurufnya sama dengan aksara Arab tetapi lafalnya mengikuti fonem bahasa Melayu.

Di Makassar ada aksara Lontara yang telah ditetapkan sebagai satu dari 5 aksara kuno di dunia. Pemerintah pun menetapkan aksara Lontara sebagai identitas leluhur Suku Bugis dan Makassar. Aksara Lontara sangat terkenal di Eropa semenjak Sureq La Galigo (Epik Mitos Bugis) dibawa Oleh B F Mathes ke Belanda. Aksara Lontara saat ini telah terdaftar di Unicode, dan telah dijadikan buku yang termuat dalam The Unicode Standart.

Kata Lontara berasal dari bahasa Bugis yang terdiri dari dua kata, yaitu raung yang berarti daun, dan taq yang berarti lontar. Kemudian raung taq diartikan sebagai daun lontar. Sebab, pada awalnya tulisan tersebut dituliskan di atas daun lontar. Daun lontar ini bentuknya berukuran kira-kira 1 cm lebarnya.

Digitalisasi Aksara Nusantara

Sejumlah pegiat telah mengonversi aksara Nusantara menjadi huruf digital. Huruf digital itu dapat digunakan untuk mengetik di komputer. Prof. Jim Henry dari Computer Science, menyajikan font Lontara secara gratis dan dapat diunduh melalui link berikut: http://www.seasite.niu.edu/bugis_font.htm. Warga lokal yang belum melek komputer, terpana dengan bentuk font yang menurut mereka sangat halus, lurus dan simetris.

Selain font, upaya digitalisasi aksara nusantara melalui penyediaan nama domain tersendiri. Hal ini perlu dilakukan agar aksara Nusantara tetap hidup dan dapat digunakan di era digital.

Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (PANDI) adalah lembaga nirlaba yang melakukan digitalisasi aksara di Indonesia. Menurut Ketua PANDI Yudho Giri Sucahyo, saat ini baru tujuh aksara Nusantara yang telah digitalisasi dan terdaftar di dalam Unicode di mana lembaga tersebut juga ikut menjadi anggotanya (associate members). Ketujuh aksara itu adalah Jawa, Sunda Kuno, Bugis (lontara), Rejang, Batak, dan aksara Pegon.

Sedangkan aksara Unicode sendiri adalah suatu standar teknis pengkodean internasional mengenai teks dan simbol dari sistem tulisan di dunia untuk ditampilkan pada komputer, laptop, atau ponsel. Standar yang digunakan adalah Universal Character Set. Ini artinya jika sudah terdaftar pada Unicode, maka aksara Nusantara itu bisa didaftarkan ke lembaga internet dunia, Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN).

Pendaftaran aksara daerah di Unicode penting supaya aksara-aksara daerah bisa masuk ke format internationalize domain name (IDN), sehingga aksara-aksara itu bisa diakses dan digunakan di internet. IDN merupakan nama domain untuk bahasa lokal atau aksara setiap daerah atau negara. Oleh karena nama domain ini bersifat khusus, maka tidak menggunakan huruf latin dengan karakter selain a hingga z atau angka 0 hingga 9 yang merupakan kode American Standard Code for Information Interchange (ASCII).

Dengan adanya digitalisasi aksara menjadi sumbangan penting dalam pengetahuan lokal Indonesia mengenai suatu suku bangsa yang memiliki budaya dan kesusasteraan yang khas. (*)

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image