Memahami Kepemilikan Sempurna dan Terbatas dalam Islam
Agama | 2025-12-12 11:00:01
Dalam Islam, konsep kepemilikan (al-milk) tidak semata-mata berarti “kepunyaan penuh” secara bebas tanpa batasan. Kepemilikan dalam syariat dibangun atas landasan aturan yang memastikan hak, kewajiban, dan tanggung jawab sebagai amanah dari Allah SWT. Hal ini selaras dengan prinsip bahwa segala sesuatu di langit dan di bumi pada hakikatnya adalah milik Allah SWT, sementara manusia hanyalah pengelola atau pemegang manfaat atasnya. Ketentuan ini tercermin dalam banyak ayat Al-Qur’an dan dianalisis dalam literatur fiqih muamalah.
Kepemilikan Sempurna (Al-Milk At-Tam)
Secara terminologis, al-milk at-tam merupakan bentuk kepemilikan yang menyatukan dua unsur pokok: materi dari harta dan manfaatnya sekaligus. Dalam kepemilikan sempurna, seorang individu memiliki hak penuh terhadap harta tersebut, termasuk hak untuk menggunakan, menikmati, menjual, menyewakan, atau mewariskannya selama tidak bertentangan dengan syariat. Ulama fiqih menjelaskan bahwa hak ini tidak dibatasi oleh waktu dan tidak dapat dibatalkan oleh pihak lain yang tidak memiliki kepentingan hukum atasnya.
Misalnya, seseorang yang telah membeli sebuah rumah dengan harga yang sah menurut syariat secara otomatis memiliki al-milk at-tam atas rumah tersebut. Ia berhak tinggal, menyewakan, atau menjual rumah itu sesuai keputusan sendiri. Dalam al-Qur’an, penghormatan terhadap hak milik yang sah ditegaskan:
..وَاَوْفُوْا بِالْعَهْدِۖ اِنَّ الْعَهْدَ كَانَ مَسْـُٔوْلًا
“.....dan penuhilah janji (karena) sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya.” (QS. Al-Isra’ [17]: 34)
Ayat ini menunjukkan pentingnya menjaga hak dan kewajiban dalam setiap hubungan kepemilikan, termasuk hak milik yang sempurna.
Kepemilikan Terbatas (Al-Milk An-Naqish)
Sebaliknya, al-milk an-naqish adalah kepemilikan yang hanya mencakup salah satu unsur dari dua unsur kepemilikan: baik materi saja tanpa hak atas manfaatnya, atau hak atas manfaat tanpa hak atas materi tersebut. Konsep ini muncul secara jelas dalam akad sewa-menyewa (ijarah), di mana seorang penyewa hanya memiliki hak untuk memanfaatkan suatu objek untuk jangka waktu tertentu, namun tidak memiliki benda itu sendiri.
Contoh klasiknya adalah sewa rumah atau kendaraan. Ketika seseorang menyewa rumah untuk satu tahun, ia hanya memiliki hak untuk menggunakan rumah selama periode tersebut. Setelah masa sewa berakhir, hak penggunaan itu kembali kepada pemilik asli. Ini sesuai dengan prinsip bahwa hak kepemilikan terbatas pada jangka waktu yang disepakati dalam akad, dan tidak bersifat permanen. Dalam perspektif fikih, jenis kepemilikan seperti ini bersifat sementara dan dapat berakhir dengan berlalunya waktu atau selesainya akad.
Kepemilikan dalam Konteks Syariat
Islam memberikan ruang yang luas bagi manusia untuk memiliki harta, namun kepemilikan itu harus dipahami sebagai amanah dari Allah SWT. Dalam QS. Al-Ma’idah disebutkan bahwa kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya. Ini menunjukkan bahwa hak milik manusia bukanlah absolut melainkan bersifat titipan dan harus digunakan sesuai ketentuan syariat.
Selain itu, Islam juga menetapkan bahwa hak milik yang diperoleh harus melalui cara yang halal dan tidak merugikan orang lain. Hal ini sejalan dengan prinsip keadilan dan kemaslahatan umum (maqashid as-syari’ah) yang menjadi tujuan ditetapkannya hukum Islam.
Relevansi Kepemilikan dalam Praktik Kontemporer
Perbedaan antara al-milk at-tam dan al-milk an-naqish menjadi lebih penting ketika diterapkan pada fenomena kontemporer, seperti sistem pembiayaan rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) atau penggunaan data digital. Dalam KPR, kepemilikan rumah sebelum lunas bukan lagi sepenuhnya milik pembeli (kepemilikan sempurna), melainkan hak manfaat yang kemudian berkembang dengan cicilan sampai lunas. Permasalahan ini memerlukan kajian lebih lanjut dalam fiqh muamalah kontemporer yang mempertimbangkan prinsip syariah dan hukum perbankan Islam.
Begitu pula dengan data pribadi di internet, yang sering dikatakan hanya dimiliki sepenuhnya oleh individu sementara pihak platform teknologi hanya memiliki hak penggunaan atau pengelolaan data tertentu. Meskipun analogi demikian menarik, hal ini memerlukan kajian khusus dalam fiqh teknologi (fiqh al-ma‘lumat) agar tidak salah dalam menarik kesimpulan bahwa itu termasuk al-milk an-naqish. Kajian semacam ini masih berkembang di literatur fiqih kontemporer.
Kesimpulan
Pemahaman terhadap dua konsep kepemilikan dalam Islam, al-milk at-tam dan al-milk an-naqish memberikan wawasan penting tentang bagaimana hak milik diatur dalam syariat Islam. Kepemilikan sempurna mencakup hak terhadap materi dan manfaat objek secara penuh dan permanen, sedangkan kepemilikan terbatas hanya mencakup salah satu unsur tersebut untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan akad yang berlaku.
Dengan memahami perbedaan ini secara benar dan mendalam, umat Islam dapat menjalankan transaksi ekonomi dan sosial secara adil, sesuai dengan prinsip syariah yang tidak hanya menghormati hak individu tetapi juga menjaga keadilan dan kemaslahatan masyarakat. Prinsip kepemilikan dalam Islam bukan semata aspek legal, tetapi merupakan bagian integral dari etika dan tata nilai yang luhur dalam muamalah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
