Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aisyah Amalia

Klik 'Setuju' Sama dengan Akad? Begini Hukum Ijab Kabul Digital Menurut Islam

Agama | 2025-11-26 13:32:20

Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk dalam cara kita melakukan transaksi di bidang ekonomi. Saat ini, hampir semua bentuk kegiatan muamalah dapat dilakukan secara online, mulai dari kegiatan jual beli, sewa-menyewa, bahkan membayar ZISWAF (Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf). Proses transaksi yang dahulu harus dilakukan secara tatap muka, namun kini dapat dilakukan di mana saja dan hanya cukup melalui gawai yang dimiliki. Tetapi dalam ekonomi Islam, hal ini menimbulkan beberapa pertanyaan terkait pandangan hukum Islam terhadap akad yang dilakukan secara digital dan penerapan prinsip-prinsip syariah dalam sistem keuangan berbasis digital.

Akad secara bahasa berarti ikatan atau perjanjian. Sedangkan secara istilah, akad merupakan kesepakatan antara dua pihak yang sesuai dengan syariat Islam dan menimbulkan akibat hukum terhadap suatu objek akad. Dalam Islam, akad menjadi landasan utama bagi seluruh kegiatan ekonomi, baik dalam kegiatan jual beli, sewa-menyewa, dan lain sebagainya. Suatu akad dianggap sah jika memenuhi beberapa unsur, yaitu adanya pihak yang berakad ('aqidain), kesepakatan (sighat), objek akad (ma'qud 'alaih), dan tujuan yang diperbolehkan oleh syariat Islam (maqsud). Prinsip akad ini ditegaskan Allah SWT., dalam firman-Nya dalam QS. Al-Maidah (5) : 1.

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ

“Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad (janji-janji) itu!..” (QS. Al-Maidah [5] : 1)

Ayat ini menjelaskan bahwa Islam memandang akad sebagai bentuk tanggung jawab moral dan spiritual, di mana setiap perjanjian tidak hanya mengikat secara hukum tetapi juga bernilai ibadah, karena hal tersebut mencerminkan kejujuran dan amanah. Selain itu, Rasulullah SAW. bersabda :

الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُُرُوْطِهِمْ إِلاَّ حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا

“Kaum muslimin (dalam kebabasan) sesuai dengan syarat dan kesepakatan mereka, kecuali yang mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram.” (HR. At-Tirmidzi)

Hadits ini menjelaskan bahwa agama Islam memberi kebebasan bagi umatnya selama memenuhi syarat-syarat yang telah disepakati dan terjaganya nilai-nilai syariah.

Di era digital saat ini bentuk akad mengalami perubahan besar, di mana proses ijab qabul tidak lagi dilakukan secara lisan atau dengan berjabat tangan tetapi menggunakan sistem digital, misalnya dengan klik tombol “setuju”, tanda tangan digital, atau hanya konfirmasi melalui aplikasi. Contoh ketika seseorang membeli produk di sebuah platform e-commerce, ia secara tidak langsung sedang melakukan akad jual beli secara digital. Begitu pula pada layanan fintech syariah, pembiayaan akad dilakukan secara online dengan menggunakan akad murabahah, ijarah, atau musyarakah yang dilakukan tanpa bertemu secara langsung.

Walaupun kini bentuk dan media akad mengalami perubahan, namun hakikat akad akan tetap sama, yaitu terjadinya kesepakatan yang disetujui oleh kedua belah pihak. Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) juga telah menetapkan bahwa penggunaan sistem digital dalam transaksi keuangan diperbolehkan selama tetap memenuhi prinsip-prinsip syariah dan tidak mengandung unsur penipuan, riba, atau ketidakjelasan (gharar) yang tertulis dalam Fatwa DSN-MUI No. 116/2017 tentang Uang Elektronik Syariah.

Perkembangan teknologi juga menimbulkan sejumlah tantangan baru, salah satunya yang paling sering terjadi adalah ketidakjelasan (gharar) dalam transaksi digital, misalnya ketika pembeli tidak mengetahui mengenai kondisi barang sebenarnya atau tidak mengenal identitas penjual dengan jelas. Selain itu, unsur ridha atau kerelaan sulit dibuktikan karena akad berlangsung secara otomatis tanpa interaksi langsung. Ada juga tantangan lainnya, yaitu meningkatnya risiko penipuan dan kebocoran pribadi yang mengancam keabsahan akad.

Masalah lain yang tidak kalah pentingnya, yakni rendahnya literasi tentang fikih muamalah di kalangan masyarakat. Banyak masyarakat yang menggunakan aplikasi keuangan tidak memahami akad yang sedang dilakukan, padahal memahami jenis akad menjadi hal mendasar dalam transaksi syariah agar tidak terjebak dalam praktik yang bertentangan dengan hukum Islam. Allah SWT mengingatkan umat manusia agar menjaga kejujuran dalam bermuamalah, sebagaimana firman-Nya dalam QS. An-Nisa' (4) : 29).

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْۗ

”Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa' [4] : 29)

Ayat ini menjadi dasar bahwa setiap transaksi yang dilakukan termasuk transaksi secara digital harus berlandaskan kejelasan, keadilan, dan keridhaan antara pihak-pihak yang berakad.

Meski menghadapi tantangan, transformasi akad digital justru membuka peluang besar bagi perkembangan ekonomi syariah. Dengan sistem keuangan berbasis digital, akad dapat dilakukan lebih cepat, efisien, dan menjangkau masyarakat secara luas termasuk orang-orang yang sebelumnya kesulitan mengakses lembaga keuangan. Selain itu, perkembangan teknologi juga mempermudah pencatatan setiap transaksi secara otomatis sehingga lebih transparan dan yang terpenting memastikan bahwa setiap inovasi digital tidak melanggar prinsip-prinsip syariah.

Dengan demikian, transformasi akademi di era digital bukanlah bentuk penyimpangan melainkan sebuah adaptasi terhadap perubahan zaman. Di era berbasis ekonomi aplikasi ini justru menjadi peluang bagi umat Islam untuk menegakkan nilai-nilai syariah di era modern. Teknologi hanyalah sebuah alat, namun nilai kejujuran, amanah, dan keadilan tetap menjadi fondasi utama. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah, lembaga keuangan syariah, dan akademisi untuk terus mengedukasi masyarakat tentang akad berbasis digital yang sesuai syariat Islam agar teknologi benar-benar membawa kemaslahatan bukan kemudharataan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image