Penurunan Angka Stunting di Surabaya
Hospitality | 2025-09-22 11:37:16Surabaya berhasil mencatatkan dirinya sebagai kota dengan angka stunting balita terendah di Indonesia, menegaskan kembali keberhasilan cara penanganan yang menyeluruh dan sistematis dalam menangani isu gizi kronis tersebut. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada tahun 2022, Surabaya menjadi kota dengan jumlah balita yang mengalami stunting terendah di angka 4,8 persen, jauh di bawah rata-rata nasional. Angka ini bahkan turun drastis menjadi 1,6 persen pada akhir tahun 2023, menurut data Pemerintah Kota Surabaya yang dirilis melalui Dinas Kesehatan.
Penurunan ini menjadi bukti keberhasilan program dari Pemerintah Kota Surabaya dalam mempercepat penanganan penurunan angka stunting, yang digagas langsung oleh Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, sejak awal masa jabatannya. “Stunting bukan hanya urusan balita, tapi dimulai sejak masa pra-nikah. Maka, pencegahan tersebut harus dimulai dari hulu,” tegasnya dalam beberapa kesempatan.
Sejak dilantik sebagai wali kota, Eri Cahyadi, langsung menetapkan stunting sebagai salah satu prioritas utamanya. Pemerintah kota merancang pendekatan menyeluruh yang mencakup pendataan, edukasi, hingga intervensi gizi di seluruh tahap kehidupan, dari remaja hingga bayi.
Salah satu inovasi andalan yang dijalankannya adalah aplikasi “Sayang Warga”, sistem berbasis digital yang mendata secara real-time kondisi ibu hamil, balita stunting, calon pengantin, hingga status gizi masyarakat Surabaya. Dengan pendekatan ini, pemerintah kota bisa merespon dengan cepat dan melakukan upaya dengan tepat.
Dalam upaya pencegahan dari tahap yang paling awal, pemerintah meminta agar semua calon pengantin untuk menjalani pemeriksaan kesehatan dasar seperti pengukuran lingkar lengan atas dan indeks massa tubuh (IMT). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendeteksi potensi kekurangan gizi yang bisa berdampak pada kehamilan dan anaknya di masa depan. Mereka yang berisiko akan diberikan edukasi serta pemantauan lanjutan oleh petugas kesehatan dan kader lapangan.
Untuk remaja putri, program pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) juga dilakukan. Pemerintah memastikan pelaksanaan program ini dapat berlangsung secara efektif dengan pengawasan rutin dari Dinas Pendidikan Surabaya. Setiap sekolah diwajibkan mencatat konsumsi TTD dalam aplikasi “Profil Sekolah” yang beroperasi dengan sistem by name by address, sehingga pelacakan konsumsi ini bisa benar-benar berbasis individu.
Bagi ibu hamil dan balita yang menunjukkan gejala kurang gizi atau berpotensi mengalami stunting, Pemerintah Kota Surabaya menyediakan program Pemberian Makanan Tambahan (PMT). PMT dilakukan secara rutin di posyandu, puskesmas, dan rumah-rumah warga melalui kader-kader kesehatan.
Jika ditemukan balita yang sudah menunjukkan tanda-tanda stunting atau sangat berisiko mengalami stunting, upaya lebih lanjut akan dilakukan melalui kombinasi antara PMT, pendampingan gizi, serta pembinaan keluarga melalui program Sekolah Orang Tua Hebat (SOTH). Program ini bertujuan untuk membentuk kesiapan pola asuh dan pemahaman gizi dalam keluarga, sehingga perbaikan tidak hanya terjadi pada anak, tetapi juga pada kedua orang tuanya.
Menjelang akhir tahun 2023, tercatat hanya sekitar 279 hingga 320 kasus stunting aktif yang tersisa. Bahkan, 27 kelurahan dan 3 Puskesmas telah dinyatakan sebagai wilayah zero stunting aktif, yang berarti tidak ada lagi anak balita yang tercatat mengalami stunting di wilayah tersebut. Namun demikian, Pemkot tetap mewaspadai potensi kasus baru dengan terus memantau faktor risiko, terutama dari kelompok keluarga baru atau pendatang.
Pemerintah juga mencatat bahwa sebagian besar kasus stunting yang ada disebabkan oleh penyakit bawaan atau gangguan tumbuh kembang yang tidak sepenuhnya berkaitan dengan pola gizi, serta kasus dari anak-anak yang berdomisili di luar Surabaya namun tercatat di wilayah kota.
Melihat capaian ini, Wali Kota Eri Cahyadi menargetkan bahwa dalam waktu dekat Surabaya akan mencapai zero stunting baru, di mana tidak hanya kasus aktif yang dieliminasi, tetapi juga mencegah seluruh potensi kasus baru dari muncul.
“Ini bukan akhir, tapi awal untuk menjaga generasi masa depan. Ketika anak sehat sejak dalam kandungan hingga usia balita, maka masa depan kota ini ikut terjamin,” ujar Eri.
Capaian Surabaya dalam menurunkan stunting hingga di bawah 2 persen dalam waktu kurang dari tiga tahun menjadi contoh nasional, bahkan menarik perhatian berbagai daerah lain untuk belajar strategi penanganan yang dilakukan. Penurunan ini sekaligus menunjukkan bahwa dengan sistem yang solid, data yang akurat, dan kolaborasi yang kuat, stunting bukanlah masalah yang tidak bisa diatasi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
