Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Aditya Hasiholan Purba

Logo Baru Ketum Baru: Membaca Arah Baru Partai Solidaritas Indonesia

Politik | 2025-07-24 21:09:15

 

Beberapa orang mengubah partai mereka demi prinsip mereka; yang lain, mengubah prinsip mereka demi partai mereka." - Winston Churchill

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) kini menjadi magnet perhatian publik. Bukan cuma manuver politiknya, tapi juga karena perubahan besar di pucuk pimpinan dan tampilan visualnya. Pergeseran ini memunculkan pertanyaan penting tentang arah baru PSI dan dampaknya pada peta politik Indonesia.Salah satu perubahan paling kentara adalah pergantian ketua umum. Kini, Kaesang Pangarep, putra bungsu Presiden Joko Widodo, memegang kendali.

Kaesang membawa citra muda yang energik dan, yang tak kalah penting, kedekatan langsung dengan lingkaran kekuasaan. Penunjukannya secara tegas memperkuat narasi kedekatan PSI dengan kubu penguasa. Ini langkah drastis, mengingat PSI di awal kemunculannya kerap tampil sebagai oposisi kritis.Dari kacamata politik, penunjukan Kaesang ini bisa dibaca sebagai langkah pragmatis dan strategis PSI untuk meraih posisi dan pengaruh lebih besar. Dengan pemimpin yang punya akses ke pusat kekuasaan, PSI berharap lebih mudah merealisasikan program, mendapat panggung politik lebih luas, atau mempercepat pertumbuhan partai.

Strategi semacam ini bukan barang baru di Indonesia; mendekat ke pemerintah sering jadi jalan pintas menuju kekuatan politik.Namun, di sisi lain, langkah ini juga memicu kekhawatiran di kalangan pendukung awal PSI. Mereka mungkin merasa PSI telah mengkhianati idealismenya. PSI lahir dengan citra partai muda yang segar, berani, berintegritas, dengan semangat antikorupsi dan pembelaan isu minoritas. Jika kini PSI terlihat "menjinak" dan beradaptasi dengan sistem yang dulu mereka kritik, apalagi dengan menunjuk ketua umum yang sangat dekat dengan establishment, pertanyaan soal identitas dan konsistensi partai ini jadi relevan.

Akankah PSI kehilangan daya tarik sebagai pembawa perubahan dan malah jadi partai business as usual?Selain pergantian ketua umum, PSI juga melakukan perubahan pada identitas visualnya, meski tak sefrontal perubahan pimpinan. Logo utama PSI yang ikonik dengan simbol "solidaritas" dan warna merah-putih memang dipertahankan. Namun, penekanan dalam komunikasi visual bisa bergeser, atau elemen branding baru mulai diperkenalkan secara halus untuk mencerminkan "era baru" di bawah Kaesang.

Perubahan kecil pada logo atau penggunaan tagline baru bisa jadi sinyal visual kepada publik tentang transformasi internal yang sedang berlangsung. Ini adalah bagian dari upaya PSI untuk memperbarui citra agar lebih relevan dengan arah baru yang mereka tempuh.Secara keseluruhan, arah baru PSI, yang ditandai dengan pergantian ketua umum dan potensi penyesuaian branding, menunjukkan partai ini sedang mencari identitas dan relevansi di tengah dinamika politik yang begitu cepat.

PSI kini berada di persimpangan jalan: akankah pergeseran ini membawa mereka jadi kekuatan politik signifikan dengan basis massa yang lebih luas, atau justru membuat mereka kehilangan pijakan dan citra "partai idealis" yang pernah mereka perjuangkan? Masa depan PSI akan sangat bergantung pada bagaimana mereka mampu menyeimbangkan ambisi politik dengan menjaga kepercayaan dari konstituen aslinya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image