Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Damay Ar-Rahman

FIRDAUS (Cermin)

Sastra | 2025-07-04 11:28:27
Sumber. https://images.app.goo.gl/vsZ6q1B5YVYkYtr19



Sebulan yang lalu, matahari begitu cerah di pagi Jumat. Suara burung merpati yang berteduh di bawah daun kelapa halaman rumah membawaku pada sebuah kenangan tujuh belas tahun yang lalu. Saat itu, suara bayi lahir setelah azan magrib membuat sang ibu kesakitan menahan janin yang akan segera keluar dari Rahimnya. Ia meraung sambil beristigfar beratus-ratus kali. Semua orang terperangah dengan wajah ibu muda itu yang akan dilarikan ke ruang ICU tanpa didampingi siapapun.
Akhirnya, seorang gadis dengan tas tenteng di tangan kanannya segera berlari mengejar ranjang pasien berstoler itu dengan cepat hingga gadis itu terpeleset dan mencederai kakinya. Tanpa mengiba iapun melanjutkan langkahnya dengan kaki sebelah yang pincang. Tas tenteng itu ia seret hingga keringat deras mengucur dari kepalanya.
Sampai depan pintu ruang ICU gadis itu adalah aku bingung bagaimana cara masuk ke dalam. Aku disetop oleh perawat pria. Akupun memohon untuk meminta masuk.
"Kakak saya di dalam pak, kakak saya di dalam. Dia sendiri izinkan saya masuk."
Melihat wanita hamil yang akan melahirkan tidak ada siapapun disampingnya kecuali tim medis, pria penjaga itupun mengizinkan aku masuk.
"Kak istigfar, Ayuk kak pasti bisa." Kataku sambil mengenggam tangannya.
Wanita itu tidak menjawab pertanyaan adiknya, ia hanya mengangguk sambil menarik nafasnya berkali-kali. Hingga tak berselang lama bayi itu lahir dengan wajahnya yang begitu teduh dengan darah di sebagian besar pada tubuhnya.
"Jaga anak kakak ya. Jika terjadi apa-apa kakak percaya sama kamu." Ujarnya sambil menyerahkan kain kuning dan berat.
"Maksud kakak apa? Dan ini apa?" Tanyaku dengan perasaan cemas.
"Ini emas kakak, kakak titipkan ke kamu ya. Biaya anak kakak ke depan juga, agar kamu tidak terbebani."
Aku tak sanggup menjawab. Air mataku semakin mengalir deras. Nafasku sesak melawan Isak yang memaksa keluar dari dada. Lalu, genggaman tangan dingin kakakupun terlepas dari tanganku. Ia pergi selamanya karena kekurangan darah. Suaminya, telah meninggalkannya semenjak pernikahan mereka selama tiga bulan.
Bayi perempuan itu, kuberi nama Firdaus. Kuharap dengan nama itu, ibunya akan ke Firdaus di sana. Kakaku adalah Maryam di dunia sekarang. Hanya saja ia lahir dengan suami tak memiliki hati nurani.
Firdaus kurawat dengan sepenuh hati. Aku memutuskan untuk resign pekerjaan di kantor dan memilih jualan saja. Sayang jika Firdaus dititipkan ke orang. Firdaus sangat mirip dengan ibunya, perilaku yang berbudi dan pantang menyerah diturunkan padanya.
Kini aku telah bersiap-siap untuk menikah dengan seorang pria. Firdaus telah terlihat makin remaja. Ia minta sekolah ke pesantren, kini akan tamat dan lulus kuliah ke Madinah. Aku akan melanjutkan kehidupan baru. Firdaus tetaplah tanggung jawabku. Aku senang, ia telah menjadi Soleha. Hafalannya telah mencapai dua puluh tujuh juz Al-Quran. Impian sang ivbu untuk mendidiknya menjadi tahfizh berjalan lancar. Semoga hal itu juga mengalir ke jasad ibunya.



Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image