Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Eko

Mengakar di Bumi Sunda, Bertumbuh dengan Budaya: Kiprah Danghyang Rundayan Talaga di Majalengka

Khazanah | 2025-06-11 19:34:17
Kehadiran Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi pada pengukuhan Dewan Adat

MAJALENGKA — Di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi, masyarakat adat Majalengka tak lekang menjaga akar budaya yang diwariskan para leluhur. Salah satu penanda semangat itu tampak dalam kiprah Danghyang Rundayan Talaga, Dewan Adat Masyarakat Budaya yang baru saja dikukuhkan di Alun-Alun Talaga Manggung, Desa Talaga Kulon, Kecamatan Talaga, Senin (12/5/2025) lalu.
Pengukuhan Dewan Adat ini dihadiri langsung Gubernur Jawa Barat, H. Dedi Mulyadi, yang menyampaikan pesan kuat tentang pentingnya merawat budaya sebagai bagian dari jati diri bangsa.
> “Budaya adalah jati diri. Menjaganya berarti menjaga masa depan generasi kita,” ujar Dedi di hadapan masyarakat yang memadati alun-alun.

Ia juga mengingatkan pentingnya melestarikan lingkungan—sawah, kebun, dan sungai—sebagai bagian dari tatanan hidup masyarakat desa yang selaras dengan budaya dan nilai-nilai kearifan lokal.

Debus dan Doa: Ruh Tradisi yang Terjaga

Usai pengukuhan, aktivitas Dewan Adat tak berhenti hanya pada seremoni. Dalam sebuah hajatan warga di Sukasari Manik, Desa Banjaran Sari, Kecamatan Cikijing, Danghyang Rundayan Talaga menggelar pentas seni tradisional Sunda, dengan debus sebagai atraksi utama.

Debus—yang menggabungkan kekuatan fisik dan spiritual—dipersembahkan oleh para seniman dari padepokan yang berada di bawah binaan H. Ujang Hasan dan dipayungi tokoh karismatik adat Majalengka, H. Baya.
> “Debus memang terlihat mengerikan, tapi ini bagian dari kekayaan budaya kita. Harus dirawat, harus dilestarikan,” kata H.

Baya di sela-sela acara.

Dalam suasana penuh kekhidmatan dan semangat kebersamaan itu, H. Baya turut memberikan saweran kepada para seniman sebagai bentuk dukungan moral dan ekonomi terhadap pelaku budaya tradisional. Sebuah isyarat kecil, namun sarat makna: bahwa budaya hidup dari kebersamaan dan gotong royong.

Meski langkah-langkahnya kerap menuai pro-kontra, H. Baya memilih tetap teguh menjaga warisan leluhur.
> “Nu penting hirup urang bisa manfaat jang lingkungan,” ujarnya sambil tersenyum—menggambarkan filosofi hidup Sunda yang sederhana namun dalam makna: hidup harus membawa manfaat.

Menjaga Warisan, Merawat Peradaban

Dewan Adat Danghyang Rundayan Talaga menjadi penanda bahwa budaya Sunda bukan sekadar romantika masa silam. Ia adalah denyut hidup yang terus diperjuangkan—sekaligus sumber nilai yang membentuk karakter masyarakat. Di tengah terpaan zaman, Talaga menjadi simbol keteguhan menjaga identitas.

Mereka meyakini, menjaga budaya bukan hanya menjaga warisan, tetapi juga merawat peradaban. Dan selama masih ada mereka yang setia menabur benih tradisi, akar budaya Sunda akan tetap kuat menjejak bumi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image