Malapetaka Besar Indonesia Pasar Narkoba: Antara Gagalnya Sistem dan Solusi Islam
Bisnis | 2025-05-20 17:32:58
Indonesia, negeri yang konon kaya budaya, sumber daya alam, dan spiritualitas, kini menghadapi ironi yang memalukan—ditasbihkan sebagai salah satu pasar narkoba terbesar di Asia Tenggara. Judul ini bukanlah sekadar sensasi media, tetapi cerminan dari realitas pahit yang terus mencengkram bangsa. Fenomena ini tak hanya mencerminkan tingginya angka permintaan, tetapi juga mengindikasikan bobroknya sistem yang diandalkan untuk menyelesaikan persoalan narkoba. Sistem yang seharusnya menjadi garda depan pemberantasan justru kerap kali menjadi bagian dari lingkaran setan itu sendiri.
Narkoba, Negara, dan Lingkaran Setan Kekuasaan
Fakta bahwa peredaran narkoba tidak hanya dilakukan oleh oknum masyarakat biasa, tetapi juga melibatkan aparat penegak hukum, pejabat, dan bahkan korporasi besar, merupakan tamparan keras bagi wajah penegakan hukum di Indonesia. Dalam beberapa kasus, terungkap bahwa para narapidana narkoba tetap leluasa mengendalikan jaringan mereka dari balik jeruji besi. Mereka memiliki kaki tangan, sistem komunikasi, bahkan perlindungan. Pertanyaannya, mengapa hal ini tidak terendus atau justru dibiarkan oleh aparat? Dugaan keterlibatan oknum dalam institusi penegak hukum pun menguat, memperlihatkan bahwa korupsi dan suap telah merusak sistem dari dalam.
Bagaimana mungkin Indonesia ingin memberantas narkoba jika sebagian penegak hukum justru menjadi pelindung bagi para bandar? Dalam kondisi seperti ini, upaya pemberantasan narkoba ibarat membersihkan lantai yang kotor dengan sapu yang penuh lumpur. Tidak efektif, bahkan semakin memperluas penyebaran kotoran itu sendiri.
Gagalnya Pendekatan Sekuler dalam Menyelesaikan Masalah Narkoba
Sistem hari ini dibangun di atas pendekatan sekuler—memisahkan nilai-nilai agama dari kehidupan publik. Dalam sistem ini, hukum dijadikan produk kompromi politik, bukan prinsip keadilan sejati. Hukum bisa ditawar, penjara bisa dibeli, dan integritas bisa digadaikan. Maka tak heran jika para bandar besar sulit tersentuh, sementara pecandu kelas bawah justru lebih sering jadi kambing hitam.
Upaya pemberantasan narkoba yang hanya berfokus pada tindakan represif tanpa memperbaiki akar persoalan sosial, ekonomi, dan spiritual, jelas tidak akan membuahkan hasil signifikan. Sistem sekuler telah gagal, dan masyarakat membutuhkan alternatif solusi yang komprehensif, adil, dan beradab.
Islam Menawarkan Solusi Menyeluruh
Islam, sebagai agama yang sempurna dan sistem hidup yang holistik, menawarkan solusi mendasar terhadap persoalan narkoba. Bukan hanya pendekatan hukum, tetapi juga sosial, spiritual, dan institusional. Berikut beberapa solusi Islam yang dapat diterapkan:
1. Penegakan Hukum Tanpa Kompromi
Dalam Islam, hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah, jika orang terpandang di antara mereka mencuri, mereka membiarkannya. Namun jika orang lemah mencuri, mereka menegakkan hukum atasnya." (HR. Bukhari dan Muslim)
Islam menghapus privilese hukum berdasarkan jabatan atau kekayaan. Jika seseorang terbukti menjadi bandar narkoba, apalagi merusak masyarakat, maka Islam memberlakukan hukuman yang tegas dan menjerakan, seperti ta’zir yang bisa mencapai hukuman mati bagi perusak masyarakat luas. Namun, semua dilakukan melalui proses peradilan yang adil dan transparan.
2. Pencegahan melalui Pendidikan dan Ketakwaan
Islam menekankan pentingnya pembinaan kepribadian islami sejak dini. Pendidikan tidak hanya menanamkan ilmu duniawi, tetapi juga membentuk karakter dan kontrol diri berbasis takwa. Seorang Muslim yang bertakwa akan sadar bahwa dirinya senantiasa diawasi oleh Allah, sehingga tidak mudah tergoda untuk mengonsumsi atau mengedarkan narkoba.
3. Kontrol Sosial dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Masyarakat Islam diarahkan untuk menjadi masyarakat peduli, bukan permisif. Budaya amar ma’ruf nahi munkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran) menjadikan setiap individu sebagai pengawas sosial yang aktif. Jika seseorang terindikasi menggunakan narkoba, masyarakat Islam akan segera bertindak secara preventif, bukan justru mengucilkan atau membiarkannya.
4. Sistem Ekonomi yang Adil
Banyak pengguna dan pengedar narkoba berasal dari kalangan miskin yang terjebak dalam kesulitan ekonomi. Islam membangun sistem ekonomi yang adil—dengan distribusi kekayaan merata, zakat, larangan riba, dan jaminan kebutuhan pokok—sehingga tidak ada alasan ekonomi yang mendorong orang menjadi pengedar.
5. Pemimpin yang Amanah dan Bertakwa
Kepemimpinan dalam Islam dipandang sebagai amanah, bukan jalan untuk memperkaya diri atau membangun jaringan mafia. Pemimpin dalam Islam dipilih karena ketaqwaannya, kapasitasnya, dan kejujurannya, bukan karena uang atau kekuasaan. Maka akan sulit bagi korupsi dan jaringan narkoba untuk bersarang dalam pemerintahan yang dibimbing oleh nilai-nilai Islam.
Saatnya Kembali kepada Islam
Indonesia sedang berada di ujung tanduk dalam hal peredaran narkoba. Jika sistem saat ini terus dipertahankan, maka kita hanya akan menyaksikan regenerasi para bandar, pembusukan institusi hukum, dan kehancuran generasi muda secara sistematis. Saatnya umat ini sadar bahwa solusi sejati ada pada Islam—bukan sebagai agama seremonial, tetapi sebagai sistem kehidupan yang menyeluruh.
Kita butuh kebijakan berbasis wahyu, bukan kompromi politik. Kita butuh hukum yang adil, bukan hukum yang bisa ditawar. Dan kita butuh masyarakat yang dibimbing oleh takwa, bukan dikendalikan oleh pasar dan nafsu. Islam bukan hanya solusi, tetapi satu-satunya jalan untuk menyelamatkan bangsa ini dari malapetaka besar bernama narkoba.
#IndonesiaPasarNarkoba, #DaruratNarkoba, #Viral, #Narkoba, #Politik, #Bisnis, #SolusiIslam, #Islam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
