Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Umar Wachid B. Sudirjo

Retorika Tanpa Substansi: Fanatisme Digital dan Runtuhnya Etika Publik

Teknologi | 2025-05-09 14:06:28

Sangat menyedihkan, bangsa yang katanya merdeka, tetapi tidak mampu melanjutkan makna merdeka kecuali kemerdekaannya untuk berbicara—tanpa pernah mampu menunjukkan kemampuan apa yang dibicarakannya. Ruang publik hari ini, khususnya di media sosial seperti X (dulu Twitter), tidak lagi menjadi tempat bertukar gagasan, melainkan arena bebas berteriak, mencaci, bahkan memfitnah. Siapa pun bisa tampil sebagai “ahli,” cukup dengan menyusun kalimat yang meyakinkan, walau tanpa dasar ilmu sedikit pun.

Sebagai seorang yang tumbuh dari lingkungan pesantren dan mendalami dunia pendidikan, saya merasa prihatin melihat bagaimana etika dalam berkomunikasi hancur di hadapan sorak-sorai digital. Media sosial yang seharusnya menjadi alat pembelajaran kini telah berubah menjadi panggung pencitraan dan pertempuran ego. Banyak pengguna tidak tertarik mencari kebenaran, tapi sekadar ingin menang dalam debat. Mereka lebih peduli bagaimana terlihat benar, bukan bagaimana menjadi benar.

Kecenderungan masyarakat kita untuk haus pengakuan tanpa pembuktian menjadi titik lemah yang mudah dimanfaatkan. Banyak yang ingin terlihat hebat, bukan karena prestasi atau karya, tetapi karena bisa menyusun kata-kata retoris yang menggugah emosi. Lebih ironis lagi, tidak sedikit dari mereka yang tanpa ilmu menyudutkan orang-orang yang justru berilmu. Mereka membuat narasi yang menyudutkan, menyebarkan propaganda seolah menjadi pembela kebenaran, padahal yang mereka tawarkan hanyalah kegaduhan dan kabut kebingungan.

Pertanyaannya sederhana: apa ilmu yang mereka miliki, dan ke mana adab berkomunikasinya? Sehingga mereka merasa berhak mencaci dan menghakimi siapa pun yang tidak sejalan. Tidak jarang, mereka justru menyerang para pendidik, akademisi, bahkan ulama yang sebenarnya sedang menjaga marwah berpikir dan martabat intelektual. Dalam logika yang mereka bangun, suara keras lebih penting daripada akal sehat, dan retorika lebih ampuh daripada fakta.

Fanatisme digital juga tumbuh subur. Dukungan terhadap tokoh, ideologi, atau kelompok tertentu kerap dilakukan tanpa dasar pengetahuan yang memadai. Dalam kondisi ini, masyarakat menjadi sangat mudah diadu domba. Emosi menggantikan logika, dan ujaran kebencian menjadi alat paling efektif untuk membangun pengaruh. Perbedaan pandangan tidak lagi ditanggapi dengan dialog, melainkan permusuhan.

Sayangnya, algoritma media sosial juga memperparah situasi. Konten yang memancing kemarahan dan emosi lebih sering ditampilkan dibandingkan konten edukatif dan reflektif. Akun anonim makin berani berbicara tanpa etika, dan publik tidak lagi tahu siapa bicara berdasarkan ilmu dan siapa hanya bermodal viralitas.

Inilah wajah baru krisis keadaban: ketika ruang publik tidak lagi dibangun atas dasar ilmu dan adab, tetapi berdasarkan siapa yang paling nyaring bersuara. Maka jangan heran jika bangsa ini dengan mudah diseret dalam konflik yang tak perlu, dikendalikan oleh narasi-narasi palsu, dan kehilangan arah untuk membangun masa depan.

Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan, kita harus mulai mengambil kembali ruang berpikir sehat. Ruang publik harus menjadi tempat yang menghidupkan ilmu, menguatkan adab, dan membangun kesadaran kolektif yang utuh. Kita membutuhkan lebih banyak suara jernih, bukan teriakan kosong. Dan itu hanya bisa terjadi jika setiap dari kita kembali bertanya: apa yang saya bawa dalam ucapan saya—ilmu atau hanya emosi?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image