Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yulia Fahira

Kepada Siapa Muslim Rohingya Meminta Pertolongan?

Agama | 2024-11-11 07:41:07
Ilustrasi: Pengungsi Rohingya. Sumber: iStock.

UNHCR mencatat sebanyak 152 imigran Rohingya yang terdiri dari 20 anak-anak, 62 perempuan dan 70 laki-laki berlabuh di pesisir Deli Serdang, Sumut. Mereka berlayar selama 17 hari dari kamp pengungsian di Bangladesh. Di provinsi lain, yaitu Aceh juga terjadi hal yang sama setelah hampir sepekan terombang-ambing di laut, 150 pengungsi Rohingya di Aceh Selatan akhirnya dievakuasi ke daratan. Sebelumnya diberitakan, para imigran ini memasuki perairan Aceh Selatan pada Jumat, 18 Oktober dan diketahui oleh nelayan setempat setelah penemuan mayat perempuan di sekitar Pelabuhan Labuhan Haji pada Kamis, 17 Oktober.

Penduduk Rohingya memilih Indonesia sebagai Negara persinggahan sementara dengan harapan mendapat perlindungan atas pembantaian yang mereka alami sebab di Indonesia terdapat banyak saudara sesama Muslim. Namun sayang harapan mereka tak sejalan dengan realita yang ada. Setelah sampai di Indonesia lagi-lagi mereka mendapat penolakan dari warga setempat.

Indonesia disebut memiliki tanggung jawab untuk menampung para pengungsi, termasuk pengungsi beretnis Rohingya yang belakangan ramai datang ke wilayah Aceh. Menurut Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Usman Hamid, meski tidak meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951, namun Indonesia sebagai negara sudah memiliki banyak aturan terkait perlindungan hak asasi manusia (HAM).

Selain Deklarasi Universal PBB, beberapa konvensi yang dimaksudkan Usman sudah diterapkan oleh Indonesia yang mencakup soal HAM dan pengungsi yakni Konvensi Menentang Penyiksaan, International Covenant on Civil and Political Rights, serta Konvensi Hukum Laut.

Indonesia juga sudah mengesahkan International Covenant on Civil and Political Rights atau Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik. Menurut Usman, dalam Pasal 6 dan Pasal 7 diatur secara tegas tentang hak manusia untuk hidup, hak manusia untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan penghukuman lain yang kejam serta tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia (Kompas.com, 21/11).

Betapa miris dan menyayat hati ketika kita mendapati fakta bahwa segala aturan yang ada hanya sebatas goresan tinta diatas kertas tanpa wujud dan aksi nyata. Seperti halnya kondisi muslim Rohingya yang tenggelam oleh pemberitaan gaza dan hiruk pikuk pemerintahan baru. Dunia seakan buta bahkan seperti tak menganggap adanya lagi muslim Rohingya di muka bumi ini, membuat mereka akhirnya terlunta-lunta di lautan. Setelah adanya berbagai penolakan akhirnya para pengungsi Rohingya bisa mendarat di Deli Serdang.

Muslim Rohingya dan muslim Gaza sama-sama membutuhkan perhatian dan pertolongan yang nyata dari para pemimpin dunia apalagi kaum Muslim. Namun sayang perhatian terhadap muslim Rohingya seperti 'dianak tirikan' hal ini dampak dari masif nya opini buruk yang disuarakan tentang muslim Rohingya yang sebagian besarnya adalah hoax atau belum dipastikan kebenarannya.

Masyarakat Indonesia khususnya, terus terbawa arus oleh opini buruk tersebut sehingga membuat mereka memiliki sikap yang acuh bahkan "mencurigai" pengungsi Rohingya walaupun mereka adalah seorang Muslim. Tak hanya itu, akar dari penolakan dan sikap acuh dunia terhadap Rohingya karena adanya paham Kapitalisme yang melahirkan semangat Nasionalisme yang di emban oleh seluruh negeri didunia termasuk negeri kaum Muslimin. Sekat-sekat Nasionalisme inilah yang menjadi penghambat bersatunya kaum Muslim untuk membantu saudaranya yang sedang dibantai oleh para penjajah.

Adanya lembaga perdamaian dunia seperti PBB dan adanya undang-undang yang menyangkut persoalan tentang penjajahan pun nyatanya tak dapat menghapuskan penjajahan secara mutlak, yang ada terus menimbulkan perpecahan. Hak Asasi Manusia (HAM) yang merupakan output dari ide sekulerisme yang diharapkan dapat menjaga jiwa, harkat dan martabat manusia nyatanya malah menjadi bumerang bagi manusia itu sendiri, sebab pelaku kejatahan pun memiliki haknya sebagai manusia yang di lindungi oleh HAM.

Semangat Nasionalisme yang di emban akibat diterapkannya sistem kufur demokrasi sekulerisme membuat para pemimpin negeri kaum Muslim kehilangan tanduknya dalam membela saudaranya. Umat Muslim terus dicekoki pemikiran asing melalui berbagai lini, mulai dari fun, food, fashion dan lainnya, yang membuat mereka hanya fokus pada dirinya sendiri yang kemudian menghasilkan manusia yang individualis, egois serta kapitalis. Mereka hanya akan bertindak jika ada feed back dari perbuatannya berupa materi. Inilah yang membuat kaum Muslimin terus tertindas baik fisik maupun pemikiran.

Umat Islam harus segera bangkit dari tidur panjangnya dan sadar bahwa persoalan muslim Rohingya adalah persoalan umat Islam, bukan hanya sekedar persoalan antar negara, suku atau ras tertentu. Ini adalah persoalan umat sehingga umat harus perduli dan bersatu untuk menyelamatkan mereka.

Sistem kapitalisme yang diterapkan hari ini tidak memberi harapan, bahkan meski sudah ada konvensi tentang penanganan pengungsi. Meski Indonesia belum meratifikasi, namun seharusnya sebagai saudara sesama muslim memberikan pertolongan, karena Islam memandang kaum Muslim ibarat satu tubuh, sebagaimana sabda Rasulullah Saw:

"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur) dan panas (turut merasakan sakitnya)." (HR. Bukhari dan Muslim).

Untuk mewujudkan itu, tentu kita membutuhkan peran sebuah negara, negara yang di maksud bukanlah negara yang berasaskan pada akidah kapitalisme-sekulerisme melainkan negara yang mengemban akidah Islam dan menerapkan aturan Islam secara kaffah dalam setiap lini kehidupan yaitu Khilafah Islamiyyah.

Dengan adanya daulah Khilafah Islamiyyah dapat mempersatukan seluruh kaum Muslim di dunia dan mengembalikan power kepemimpinan kaum Muslim dimata dunia dalam melindungi, menjaga umatnya dan seluruh umat yang berada didalam naungan nya serta memberantas penjajahan yang terjadi dengan jihad. Islam adalah agama rahmatan lil'alamin bagi seluruh manusia.

Allahu'alam bishshawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image