Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rifda Nor Fauza

Menilik Polemik Konflik Laut Cina Selatan: Masyarakat Harus Tahu

Politik | 2024-05-31 20:34:27

Laut Cina Selatan saat ini sudah menjadi perebutan berbagai kekuatan besar hegemoni dunia. Pemicu dari adanya konflik perebutan wilayah perairan ini pertama kali dipicu oleh adanya klaim sepihak oleh Tiongkok dalam peta wilayah maritimnya Bernama “Nine Dash Line”.

Gambar Peta Nine Dash Line (Sumber: Commission on the Limits of the Continental Shelf)

Perlu diketahui Bersama, klaim Nine Dash Line atau Sembilan Garis Putus-Putus ini mencatut beberapa wilayah-wilayah perairan negara termasuk Indonesia sendiri dibagian wilayah Natuna Utara dan dianggap melanggar kesepakatan bersama mengenai Hukum Perairan Internasional atau UNCLOS 198 dan Perjanjian ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif). Negara-negara yang menentang konsep Nine Dash Line ini antara lain adalah Indonesia, Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, hingga Taiwan.

Jika seandainya konflik ini dibiarkan terus-menerus maka probabilitas terjadinya Perang Dunia III pecah di Laut China Selatan bisa dibilang akan semakin meningkat, apalagi jika mengingat didaerah sekitaran Laut China Selatan terdapat pasukan militer Amerika Serikat seperti di Filipina, dan Jepang serta Korea Selatan yang tidak segan-segan melancarkan pasukannya ke perairan Laut China Selatan.

Menilik Ambisi Cina di Laut Cina Selatan

Alasan dibalik arogansi, dan keras kepala Tiongkok dalam melegitimasikan klaim Nine Dash Line mereka, tersimpan sebuah harta karun yang dapat mengubah arah paradigma perpolitikan geoekonomi dan geopolitik bagi suatu negara. Lebih jelasnya akan diperjelas melalui poin-poin dibawah:

1. Indikasi Sumber Daya Alam Yang Melimpah

Menurut laporan eksplorasi dan penelitian yang dirilis oleh Asia Maritime Transparency Initiative, Laut Cina Selatan menyimpan sebuah harta karun dunia berupa gas alam dan minyak yang sangat banyak , dan perlu diingat kembali klaim Nine-Dash Line mencaplok sekitar 30% wilayah area Laut Natuna milik Indonesia, dan Laut Natuna sendiri menyimpan banyak sekali gas alam yang mencapai 222 triliun kubik kaki (TCF) sehingga sudah pasti akan ada ancaman bagi negara kita mengenai klaim Nine Dash Line ini.

2. Jalur Perdagangan Laut Tersibuk

Perlu diketahui khalayak umum bahwa jalur perdagangan laut yang paling sibuk terletak di Laut Cina Selatan, begitu pula 10 pelabuhan tersibuk di dunia secara mayoritas berada di Tiongkok. Menurut perspektif relasi antarnegara, perubahan atau pergeseran suatu status ekonomi sebuah negara akan menjadi indikator penting yang mengubah keseimbangan kekuatan dalam masyarakat dan perekonomian internasional atau geoekonomi dan tanpa terkecuali juga dalam aspek geopolitik.

3. Persaingan antara Amerika Serikat dan Cina

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Amerika Serikat dan Cina sering berebut pengaruh politik dan ekonomi di wilayah Indo-Pasifik. Jika menilik dari perspektif geoekonomi, hegemoni ekonomi Amerika Serikat sebagai sentral perdagangan internasional saat ini perlahan-lahan mulai digeser oleh Cina. Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan data Statista dengan meningkatnya ekspor global produk Cina pada tahun 2024 bulan Maret yang mencapai angka 280 Miliar $USD dan Amerika Serikat pada bulan dan tahun yang sama, 171,26 Miliar $USD.

Amerika Serikat tentu merasa terusik dengan adanya pergeseran sentral neraca ekonomi global yang menggeser posisinya. Hal ini ditambah lagi dengan ambisi Cina untuk membangun Belt and Road Initiative” yang memiliki rute perdagangan darat dan laut yang dimana tentunya ini adalah mimpi buruk bagi perekonomian Amerika Serikat.

Indonesia Harus Waspada, Siap Siaga

Mulai dari elemen masyarakat sampai pihak militer harus selalu siap siaga mengawal dan menjaga keamanan negara dan rakyat Indonesia, termasuk melindungi kedaulatan negara. Perebutan dan konflik atas Nine Dash Line saat ini bukan lagi menjadi suatu permasalahan regional atau daerah melainkan sudah mencakup skala global atau juga bisa dikategorikan sebagai keadaan geopolitik internasional. Jika kita memosisikan diri sebagai negara Indonesia maka ada beberapa hal yang harus menjadi kekhawatiran kita dalam menanggapi situasi ini, antara lain:

1. Adanya Pelanggaran Terhadap Kedaulatan Negara

Masyarakat Indonesia harus mengetahui bahwa pada beberapa tahun terakhir telah terjadi pergerakan militer seperti pengerahan kapal perang antara Indonesia dan Cina. Seperti yang terjadi pada 13 Januari 2023 dimana ada kapal patroli china yang berlalu-lalang didalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di Natuna Utara yang dimana laut Natuna Utara milik kita masuk ke dalam peta Nine Dash Line milik Tiongkok, Hal ini jelas merupakan suatu tindakan pelanggaran atas kedaulatan negara Indonesia.

2. Intervensi Kepentingan Asing dan Konfrontasi Militer

Kepentingan negara adidaya seperti Cina dan Amerika Serikat tentu berbeda-beda, akan tetapi Indonesia sebagai negara yang terletak di Kawasan Indo-Pasifik harus berusaha tetap waspada dan siaga terhadap berbagai kemungkinan eskalasi mengingat Cina sekarang sudah bangkit dengan kekuatan ekonomi dan politik baru dan tentunya kita harus menanggapi fenomena pencaplokan dan pelanggaran wilayah serta kedaulatan ini dengan hati-hati dan memperhitungkan berbagai aspek-aspek geopolitik lainnya.

Masyarakat juga harus menyadari bahwa terbentuknya aliansi-aliansi dan kerja sama militer yang dilakukan oleh Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan India dan direspon dan ditanggapi oleh Cina sebagai upaya menantang dan seolah seperti menawarkan sebuah panggung untuk saling adu kekuatan, kekuasaan dan persaingan.

Apapun yang terjadi kedepannya, pihak militer dan masyarakat harus siap siaga menghadapi gejolak dinamika geopolitik ini kedepannya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image