Ancaman Kedaulatan Indonesia: Polemik Natuna di Tengah Konflik Laut China Selatan
Politik | 2024-10-26 06:30:45Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan survei dari BPS (Badan Pusat Statistik) tahun 2022, jumlah pulau di Indonesia tercatat mencapai 17.000, dengan 7.000 di antaranya berpenghuni. Sebutan State Archipelago diperoleh Indonesia setelah dunia internasional menyetujui UNCLOS 1982.
Menjadi negara kepulauan menghadirkan tantangan tersendiri bagi Indonesia dalam menegakkan kedaulatan. Indonesia tercatat kerap mengalami sengketa wilayah dengan beberapa negara, salah satunya terkait dengan tumpang tindih Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Natuna Utara.
Ketegangan utamanya terjadi di Laut China Selatan, dengan wilayah sekitar 3 juta km², perairan ini terletak di antara pantai selatan China dan Taiwan di sebelah utara, pantai negara-negara Asia Tenggara di sebelah barat, gugusan pulau di Filipina di sebelah timur, serta Kalimantan dan Indonesia di sebelah selatan. Terdapat sepuluh negara yang berbatasan dengan Laut China Selatan, yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, China, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam.
Laut China Selatan kaya akan potensi sumber daya laut, contohnya perikanan yang menyumbangkan 12% dari total tangkapan dunia. Jutaan orang menggantungkan hidupnya pada wilayah ini. Selain itu, Laut China Selatan memiliki cadangan minyak dan gas alam yang melimpah, diperkirakan sekitar 3,6 miliar barel minyak bumi dan cairan lainnya serta 40,3 triliun3 gas alam. Pada tahun 2022, wilayah ini menyumbangkan 36% bahan bakar cair dari total konsumsi dunia. Kekayaan sumber daya ini menjadikan Laut China Selatan sebagai kawasan yang sangat penting dan diperebutkan oleh berbagai negara.
Wilayah Indonesia yang terdampak oleh ketegangan di Laut China Selatan adalah Laut Natuna. Laut Natuna merupakan wilayah potensial perairan Indonesia yang terletak di sebelah Selatan Laut China Selatan. Wilayah Natuna tidak hanya kaya akan sumber daya hayati, tetapi juga merupakan jalur penting bagi perdagangan internasional. Ketegangan di Laut China Selatan, terutama dengan klaim teritorial oleh China berdasarkan Nine Dash Line.
Penetapan Nine Dash Line merujuk pada sejarah wilayah lautan nelayan China sejak era dinasti dan muncul peta China modern tahun 1947. Posisi strategis Laut Natuna menjadi sasaran China yang memasukkan sebagian wilayah ini ke dalam peta Nine Dash Line.
Klaim sepihak tidak diakui oleh Indonesia dan bertentangan dengan hukum internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS). Beberapa insiden kerap terjadi, termasuk masuknya kapal-kapal nelayan dan penjaga pantai China ke perairan Natuna, yang memicu ketegangan dan mengancam kedaulatan Indonesia.
Awal Mula Indonesia terlibat Konflik
Kompleksitas sejarah mengenai Konflik Laut Cina Selatan telah berakar selama berabad-abad. Semasa perkembangannya, Indonesia mulai terseret ke pusaran konflik Laut China Selatan sejak tahun 2010, setelah China mengklaim Wilayah Utara Kepulauan Natuna, Provinsi Kepulauan Riau yang sebenarnya merupakan perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. ZEE Indonesia di Laut Natuna artinya bahwa perairan laut selebar 200 mil laut diukur dari garis pangkal kepulauan atau 188 mil laut diukur dari batas luar laut territorial, yang menegaskan Indonesia mempunyai hak hak hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi, konservasi dan pengelolaan SDA baik hayati maupun non hayati yang terkandung di kawasan tersebut.
Posisi Indonesia sesungguhnya tidak memiliki klaim apapun di perairan Laut China Selatan terutama di Kepulauan Spratly, Kepulauan Paracel dan Gugusan Karang Scarborough. Tetapi keberadaan Nine Dash Line yang tumpang tindih dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia tanpa dasar hukum internasional di Wilayah Natuna Utara menimbulkan gesekan yang cukup mengkhawatirkan. Permasalahan yang muncul tidak saja Illegal Fishing tetapi juga kehadiran kekuatan Coast Guard dari China yang memberikan pengawasan dan perlindungan langsung terhadap kapal pengangkut ikan di Natuna.
Melihat Upaya Indonesia Menegakkan Kedaulatan
Dalam rangka memperkuat kedaulatan, Indonesia telah melakukan beberapa upaya seperti penguatan diplomasi pertahanan maritim dengan melakukan pecepatan proses negoisasi Code of Conduct di Laut China Selatan. Selama keketuaan Indonesia di ASEAN tahun 2023, pembacaan COC ini telah sampai pada tahap kedua. Insiatif dalam bentuk guideline ditujukan untuk menciptakan stabilitas kawasan yang aman serta menjadi pedoman aktivitas di laut china selatan yang sesuai dengan kaidah hukum internasional. Di samping kesepakatan COC Indonesia juga konsisten untuk mendorong peningkatan kerja sama maritime dan kemanan dengan ASEAN dan RRC.
Selain itu komitmen Indonesia dalam menjaga kedaulatan negara ditunjukan dengan meningkatkan eksistensi negara di Laut China Selatan misalnya:
1. Membangun Sentra Kelautan dan Perikanan Terpadu Natuna di Kepulauan Riau
2. Peningkatan potensi Geowisata Natuna, sebagai cara Indonesia mengelola potensi pariwisata Natuna untuk memperkuat eksistensi negara di wilayah perbatasan
3. Mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perbatasan Negara untuk perlindungan lingkungan laut
4. Mengubah nama wilayah klaim, dari Laut China Selatan menjadi Natuna Utara
5. Pembangunan keamanan pertahanan dengan konsep Flashpoint Based Defence dalam Minimum Essential Force untuk mereflesikan kekuatan optimal pemberdayaan sumber daya nasional yang ada dan dibangun sesuai kemampuan sumber ekonomi nasional
6. Menggelar operasi latihan militer di wilayah yang dekat dengan perbatasan Laut China Selatan, misalnya pada akhir tahun 2020 Indonesia dan Australia melakukan latihan militer gabungan.
Ancaman serius di Laut China Selatan berdampak pada kedaulatan Indonesia, di titik ini langkah-langkah strategis yang telah diambil menunjukkan komitmen kuat Indonesia dalam melindungi wilayahnya dari ancaman eksternal. Dengan turut meningkatkan kapasitas pertahanan dan memperkuat diplomasi internasional, Indonesia diharapkan dapat menjaga stabilitas dan kedaulatan di Laut Natuna. Harapan ke depannya adalah tercapainya solusi damai yang menghormati hukum internasional dan mengakui hak-hak Indonesia di wilayah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Chadhafi, M. I. (2021). Diplomasi Pertahanan Maritim Indonesia di Laut Natuna. Yogyakarta: Jejak Pustaka.
EIA. (2024, March 21). South China Sea. Retrieved from The U.S Energy Information Administration: https://www.eia.gov/international/analysis/regions
Geopolitical Monitor. (2023, August 24). Maritime Chessboard: The Geopolitical Dynamics of the South China Sea. Retrieved from Geopolitical Monitor : https://geopoliticalmonitor.com
Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. (2023, September 1). Insiatif Indonesia Percepat Negosiasi Kode Etik di Laut Tiongkok Selatan. Retrieved from Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia Web Site: https:/kemlu.go.id
Santoso, S. P. (2021). Pencaturan Geopolitik Kawasan Laut China Selatan. Yogyakarta: Deepublish.
Sulistyani, Y. A., Pertiwi, A. C., & Sari, M. I. (2021). Indonesia's Response towards the South China Sea Dispute During Joko Widodo's Administration. Politica, 85-101.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.