Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Cahya Savitri

Memanusiakan Manusia Tanpa Memandang Bulu

Eduaksi | Thursday, 04 Jan 2024, 10:31 WIB


Manusia merupakan ciptaan Tuhan yang paling sempurna, dibandingkan ciptaan-Nya yang lain. Manusia memiliki jiwa dan raga, serta akal dan rasa. Namun, beberapa Manusia, tidak diciptakan seperti manusia lainnya, mereka istimewa. Mereka spesial. Orang-orang memandang mereka sebagai orang yang kekurangan. Padahal sebenarnya, mereka adalah orang yang kelebihan. Mereka adalah anak-anak berkebutuhan khusus, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunalaras, tunadaksa, dan sebagainya.

Sering kali, kita memperlakukan mereka istimewa. Entah istimewa dalam arti yang negatif, ataupun dalam arti yang positif. Dalam arti yang negatif, mereka diperlakukan berbeda dengan merundung mereka, mengejek, menghina, dan lain sebagainya. Sedangkan istimewa dalam arti yang positif, kita memperlakukan mereka berbeda dari manusia lainnya, seperti mendahulukan orang-orang seperti mereka. Namun, rata-rata orang berkebutuhan khusus, menganggap hal tersebut sebagai bentuk rasa kasihan atau rasa iba. Sedangkan mereka sendiri tidak mau dikasihani, mereka ingin diperlakukan sebagaimana manusia normal lainnya.

cr: google

Semakin berkembangnya zaman, berkembang pula teknologi yang ada. Kini internet termasuk dalam kategori kebutuhan primer. Semua orang butuh internet. Sisi baiknya, melalui internet, orang-orang bisa membagikan opini mereka, apa yang mereka suka, dan edukasi. Dewasa ini, mulai banyak orang yang membuka mata tentang anak-anak berkebutuhan khusus. Tentunya, hal tersebut datang dari konten-konten influencer atau pemengaruh di media sosial. Mereka mengedukasi banyak orang tentang anak berkebutuhan khusus.

Tak hanya konten di media sosial, di industri kreatif seperti film dan musik pun banyak yang membicarakan tentang anak berkebutuhan khusus. Contohnya, baru-baru ini ada drama korea yang pemeran utamanya seorang tunarungu, yakni drama korea 'Twinkling Watermelon' dan 'Tell Me That You Love Me'. Di drama tersebut, mereka berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat. Ramainya orang yang menonton drama tersebut, membuat orang-orang tertarik untuk belajar bahasa isyarat. Dan yang paling utama, orang-orang jadi paham bagaimana perasaan yang dirasakan oleh tokoh tunarungu tersebut. Bagaimana mereka sudah terbiasa dengan respon kaget dari orang-orang bahwa mereka tunarungu, serta mereka terbiasa menyendiri, karena tidak ada yang mau bermain dengan mereka.

Selain itu, banyak juga influencer atau seleb instagram yang memiliki anak berkebutuhan khusus. Mereka sering membuat konten edukasi, serta merangkul ibu-ibu lainnya yang mempunyai anak berkebutuhan khusus. Selain peran influencer yang menonjol di sini, terlihat pula peran orang tua. Orang tua mengambil peran penting dalam masalah ini.

Film, lagu, serta konten para influencer membuat masyarakat, khususnya Gen Z, paham bagaimana perasaan para anak berkebutuhan khusus. Selain film, lagu, dan konten di media sosial, sekarang ini banyak pula yang membangun kafe dengan konsep orang disabilitas. Contohnya kafe sunyi, yakni kafe yang para pegawainya seorang tunarungu.
Hal yang telah dijelaskan di atas merupakan gerakan orang-orang untuk para disabilitas, agar mereka merasa nyaman hidup di dunia, merasa semangat menjalani hidup, merasa disayang oleh manusia lainnya, merasa tidak sendiri, serta merasa seperti manusia normal lainnya.

Sekarang ini banyak orang yang sudah membuka mata terkait orang-orang disabilitas. Orang-orang sudah paham perasaan akan perasaan mereka. Terlebih lagi, banyak yang justru tertarik belajar apa yang dipelajari oleh para disabilitas. Dengan ini kita seharusnya sadar, bahwa memanusiakan manusia itu penting dan tidak pandang bulu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image