Nasionalisme dalam Sajak-sajak
Sastra | Tuesday, 02 Jan 2024, 19:46 WIBBahasa merupakan media utama dalam menghubungkan dunia yang ada pada sebuah karya sastra dengan pembaca. Pembaca dapat menangkap maksud dari pencipta secara tidak langsung melalui sebuah pembacaan. Melalui pembacaan dan pemahaman, pembaca dapat menangkap nilai-nilai yang berusaha pencipta sampaikan. Sebuah karya sastra dapat dikatakan karya sastra yang baik jika mengandung nilai-nilai yang mendidik.
Sastra merupakan sebuah ide atau gagasan yang lantas dituliskan menggunakan diksi atau gaya bahasa yang indah. Sastra sendiri memiliki berbagai genre. Diantaranya adalah prosa, puisi, dan drama. Eksistensi sebuah karya sastra memiliki relevansi dengan masalah kehidupan penciptanya. Kehidupan di dalam karya sastra, merupakan latar belakang pengarang.
Menurut Teeuw (1984: 20), kata sastra dalam bahasa Indonesia diambil dari bahasa sansekerta sas- yang berarti mengarahkan, mengajarkan, atau memberi petunjuk. Sedangkan -tra berarti alat untuk mengajar, instruksi mengajar, atau buku petunjuk. Yang mana sastra merupakan sebuah alat untuk mengajarkan atau memberi petunjuk.
Salah satu genre sastra yang banyak diminati salah satunya adalah puisi. Puisi merupakan karya sastra yang paling tua. Puisi merupakan sebuah pengekspresian pemikiran atau gagasan yang dapat membangkitkan perasaan, yang dapat merangsang imajinasi panca indera dalam susunan yang berirama. Sebuah puisi tidak hanya diciptakan untuk dinikmati saja, namun juga perlu dikaji untuk mengetahui makna dan pesan yang berusaha disampaikan oleh pencipta.
Gagasan sang pencipta kemudian dituang ke dalam sebuah karya sastra dengan menggunakan bahasa yang lebih padat daripada bahasa sehari-hari. Ditulis dengan diksi yang menarik dan memberikan kesan. Menurut Pradopo, puisi adalah rekaman dan interpretasi pengalaman manusia yang penting, dan digubah dalam wujud yang paling berkesan. Dengan penggunaan bahasa yang indah, diksi pada sebuah puisi dapat menjadi nilai estetis tersendiri.
Dalam dunia sastra, khususnya puisi, masyarakat pasti sudah tidak asing dengan sastrawan yang bernama Chairil Anwar. Chairil merupakan seorang sastrawan yang memiliki julukan sebagai "Si Binatang Jalang". Julukan yang diperoleh Chairil Anwar merujuk pada salah satu buku antologi puisinya yang berjudul "Aku Ini Binatang Jalang".
Dalam kaitannya mencari makna sajak-sajak karya Chairil Anwar, buku antologi "Aku Ini Binatang Jalang" akan dipilih dua puisi untuk lantas dicari makna sebenarnya yang berkaitan dengan nilai-nilai nasionalisme. Puisi tersebut bertajuk Puisi Diponegoro dan Puisi Persetujuan dengan Bung Karno.
- Puisi Diponegoro
Di masa pembangunan ini
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api
Di depan sekali tuan menanti
Tak genta. Lawan banyaknya seratus kali.
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati.
MAJU
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu
Sekali berarti
Sudah itu mati
MAJU
Bagimu Negeri
Menyediakan api
Punah di atas menghamba
Binasa di atas ditindas
Sungguhpun dalam ajal baru tercapai
Jika hidup harus merasai
Maju.
Serbu.
Serang.
Terjang.
Puisi Diponegoro merupakan sebuah puisi yang menceritakan tentang perjuangan Pangeran Diponegoro dan juga rakyat Indonesia dalam mengusir penjajah. Tema patriotisme dan nasionalisme yang diangkat pada puisi di atas, berasal dari kegigihan serta ambisi dari Pangeran Diponegoro.
Pada bait ketiga, menunjukkan bahwa Pangeran Diponegoro berada pada garis terdepan dalam peperangan tersebut. Ia tak gentar meskipun penjajah yang dihadapinya lebih hebat dan banyak. Pedang di kanan, keris di kiri. Merupakan bentuk perjuangan dari Pangeran Diponegoro, serta semangat dan kepercayaan rakyat terhadap dirinya yang menjadi bahan bakar utama untuk membakar semangatnya.
Dalam pembacaan sajak di atas, pembaca akan mendapatkan perasaan kagum dan rasa hormat kepada para pahlawan yang telah berjuang hingga titik darah penghabisan demi tanah air tercinta. Pembaca akan turut merasakan keberanian, semangat, serta rasa tak gentar dalam melawan penjajah melalui diksi-diksi yang diramu oleh Chairil Anwar.
- Puisi Persetujuan dengan Bung Karno
Ayo! Bung Karno kasih tangan, mari kita bikin janji
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu
Dipanggang di atas apimu, digarami lautmu
Dari mulai 17 Agustus 1945
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu
Aku sekarang api, Aku sekarang laut
Bung Karno! Kau dan aku satu zat satu urat
Di zatmu, di zatku kapal-kapal kita berlayar
Di uratmu, di uratku kapal-kapal kita bertolak dan berlabuh
Jika Puisi sebelumnya menceritakan tentang perjuangan Pangeran Diponegoro, maka pada puisi selanjutnya akan menceritakan perjuangan mantan Presiden RI yang pertama, yaitu Bung Karno. Pada sajak di atas, Chairil mengangkat perjuangan Bung Karno dalam memerdekakan Indonesia pada tahun 1945.
Puisi di atas menceritakan bagaimana Bung Karno dan rakyat Indonesia meraih sebuah kemerdekaan. Puisi ini diciptakan untuk membantu pembaca mengingat perjuangan-perjuangan pahlawan terdahulu dalam memperjuangkan bangsa dan tanah air Indonesia. Pembaca juga dapat merasakan semangat juang dan dapat mempengaruhi pembaca untuk ikut mencintai tanah air Indonesia.
Puisi dengan tajuk Persetujuan dengan Bung Karno, merupakan sebuah puisi yang mengandung unsur nasionalisme yang dapat menginspirasi pembaca, khususnya kalangan muda untuk lebih mencintai tanah air sendiri dan sebagai pengingat bahwa kesengsaraan pahlawan pada masa lampau membuahkan hasil yang memuaskan. Tentunya berkat kerja sama antara pemerintah dan rakyat-rakyatnya.
Chairil Anwar meninggalkan petuah bahwa seharusnya generasi muda mengingat dan menghormati segala hal yang telah dilakukan oleh pahlawan-pahlawan kita di masa lalu, demi kemerdekaan dan kesejahteraan bangsa di masa depan. Sudah sepatutnya generasi muda lebih menghargai bangsa ini dan perjuangan para pendahulu yang rela mempertaruhkan nyawanya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.