Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Kurnia Putri Dwi Habsari

Atasi Kebimbangan Menjelang Pemilu 2024, Apakah Golput Adalah Solusi?

Politik | Friday, 22 Dec 2023, 20:53 WIB

Pilpres 2019 mencatat tingkat “golput” sebesar 30,5% dari jumlah pemilih secara nasional menurut hasil resmi KPU. Angka ini lebih tinggi dari Pilpres 2014 yang hanya sekitar 21,8%. Survei Lembaga Survei Nasional (LSN, 2022) mengenai Pilkada Serentak 2020 menemukan rata-rata tingkat golput mencapai 21,8%. Angka ini naik signifikan dari rata-rata golput pada Pilkada serentak 2015 yang hanya 14%.

Masyarakat Indonesia saat ini sedang diliputi kebimbangan yang sangat besar menjelang pemilu 2024. Banyak warga negara yang kecewa dan pesimistis dengan sistem politik Indonesia. Tak sedikit yang berniat untuk “golput” atau tidak menggunakan hak pilih sebagai protes dan kekecewaan terhadap politik. Kasus dugaan kecurangan pemilu oleh KPU dan Bawaslu juga membuat masyarakat semakin enggan untuk memilih. Ditambah lagi dengan kurangnya pendidikan dan pemahaman politik masyarakat namun tidak ada keinginan untuk mencari tahu yang akhirnya akan turut berpartisipasi pada naiknya angka “golput”.

Bagi sebagian orang, “golput” dipandang sebagai bentuk protes politik yang cukup signifikan. “Golput” dipercaya bisa menyadarkan para politisi bahwa masyarakat sudah jenuh dengan janji-janji kosong serta perilaku tidak bertanggung jawab mereka selama ini. Namun, apakah benar “golput” bisa menjadi solusi terbaik mengatasi kebimbangan dan ketidakpercayaan publik kepada penyelenggara pemilu 2024?

Dengan memilih untuk “golput”, berarti kita melepas tanggung jawab sebagai warga negara yang memiliki hak demokratis untuk memilih. Hak pilih itulah satu-satunya senjata ampuh rakyat untuk mengontrol para politisi. “Golput” juga yang memicu terjadinya kecurangan ketika pemilu akibat suara yang tidak terpenuhi. Indonesia menganut sistem politik demokrasi yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, dimana jika kita memilih untuk tidak berpartisipasi, maka sistem demokrasi tidak akan berjalan.

Seumpama seseorang yang patah hati, pasti merasa marah, muak, dan lelah dengan perasaan jatuh cinta. Tapi, apakah orang tersebut harus berhenti mencintai? Lantas, jika traumatis, berhenti dan tidak mulai membuka lagi, maka kapan seseorang itu bertemu cinta yang dia inginkan? Saat ini sudah tidak ada alasan lagi untuk “golput”, karena data pemilu sudah sangat mudah untuk diakses. Tersedia dalam situs KPU di kpu.go.id, media massa, dan sosial media peserta pemilu. Saat ini juga sudah diadakan beberapa diskusi publik secara online maupun offline yang membahas terkait pemilu. Jangkaunya telah menyebar ke beberapa kota di Indonesia, seperti Jakarta, Surabaya, Medan, Bandung, Pekanbaru, Jogja, Makassar, Bengkulu, bahkan luar negeri seperti Belanda dan Jerman, lebih tepatnya di kota Den Haag dan Berlin.

Lalu, apa saja yang harus dicari tahu dan diperhatikan ketika akan memilih presiden dan wakil presiden? Pertama, cari tahu masalah penting terkait politik. Kedua, pahami partai mana yang cocok dengan ideologi, catatan pemungutan suara, dan korupsi. Perhatikan apakah partai tersebut terlibat kasus korupsi atau tidak. Ketiga, bandingkan latar belakang dan gagasan para kandidat. Periksa hubungan kandidat dengan kelompok atau partai tertentu yang mungkin mempengaruhi kebijakanya. Selain itu, teliti rekam jejak kandidat, misalnya pernah menjabat sebagai apa, kebijakan apa yang dibuat, dan bagaimana kinerjanya, dimana semua informasi penting ini sudah terangkum jelas pada situs bijakmemilih.id.

Jangan biarkan ketidakpuasan menjadi alasan untuk tidak berkontribusi dalam proses demokrasi. Suara setiap individu memiliki kekuatan untuk membentuk arah negara. Sesungguhnya, kesempurnaan itu hanya milik Tuhan, tidak perlu menunggu calon yang sempurna, tetapi pilihlah calon yang paling mendekati visi, misi dan arah negara yang kita inginkan. Sebagai warga negara yang cerdas, jangan hanya menonton, tapi ambilah tindakan berani dengan menentukan dan memilih yang terbaik untuk Indonesia.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image