Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gili Argenti

Etnis, Politik Identitas, dan Multikulturalisme

Politik | 2024-05-16 20:13:46
Ilustrasi keragaman di masyarakat, Sumber : https://kuliahdimana.id / emaze.me

Ketika mendengar kata etnis biasanya terlintas di pikiran kita adalah konsep tentang identitas yang dilihat dari adanya persamaan budaya, sejarah, bahasa, agama, atau asal-usul leluhur. Sementara itu menurut Yasmine (2012) etnis berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ethnos yang memiliki arti bangsa. Di dalam konteks masyarakat Yunani sendiri, mereka membedakan dua istilah untuk mengidentifikasi adanya pengelompokan di tengah-tengah masyarakat, antara Grika Yunani berarti entitas bukan bagian dari bangsa, serta Genos Hellenon untuk menyebutkan bangsa Yunani.

Setiap etnik ditengah-tengah masyarakat memiliki karakteristiknya masing-masing terkadang berbeda satu sama lain, terdapat beberapa karakteristik yang dapat mengidentifikasi suatu kelompok etnis.

Pertama, bahasa berupa dialek suatu kelompok, biasanya menjadi ciri khas yang penting, mencakup tata bahasa, kosakata, dan pengucapan yang unik. Kedua, persamaan sejarah bisa berupa peristiwa penting yang mempengaruhi kelompok itu, atau memiliki kesamaan asal-usul yang membentuk identitas bersama. Ketiga, nilai dan budaya, mencakup pandangan tentang etika, serta praktik sosial khas termasuk diantaranya seni, musik, tarian, pakaian, dan upacara adat. Keempat, relasi kekerabatan keluarga, cara pandang terhadap hubungan keluarga dan peran individu di dalam komunitas.

Identitas etnik menjadi isu penting baik skala nasional, regional, dan global, karena relasi antar etnik di suatu negara, dipandang memiliki pengaruh signifikan di dalam proses pembangunan politik, bisa mengarah pada integrasi atau disintegrasi. Kelompok etnis yang beragam dapat bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, baik dalam konteks ekonomi, politik, atau sosial. Sebaliknya politik identitas berdasarkan etnis, ketika digunakan sebagai alat politik kekuasaan, dapat memecah belah masyarakat, karena muncul oposisi biner antara "kami” melawan “mereka", hal ini dapat menjadi pemicu konflik horizontal.

Politik Identitas

Politik identitas merupakan sesuatu bersifat hidup di dalam setiap negara, terkadang keberadaanya bisa muncul secara tiba-tiba, sebagai bentuk dari spontanitas ketika merespon isu-isu tertentu, atau dipersiapkan sebelumnya sebagai alat untuk meraih kekuasaan.

Terdapat tiga bentuk legitimasi dari politik dari identitas, yaitu (1) identitas legitimasi, (2) identitas resisten, dan (3) proyek.

Identitas legitimasi, suatu identitas diperkenalkan oleh institusi (partai, sosial, atau negara) yang mendominasi suatu masyarakat, tujuannya untuk merasionalkan dan melanjutkan dominasinya. Misalnya : Negara Jerman pada massa Nazi berkuasa, membuat propaganda (politik, ilmu pengetahuan) mempertahankan dominasi ras arya (bangsa Jerman) sebagai penguasa (Buchari, 2014). Ketika Nazi berkuasa memaksakan ideologi fasisme yang tertutup, tidak bisa menerima kritik serta narasi berbeda dari kelompok lain, dengan mendoktrinasi superioritas ras diwujudkan aksi genosida dan librisida. Aksi sistematis melakukan pembantaian pada ras lain, serta pelarangan, pengrusakan, dan penghacuran atas buku-buku dianggap berbahaya (Sarget, 1986).

Identitas resisten merupakan identitas yang dibentuk para aktor-aktor sosial yang disebabkan tekanan, peminggiran, dan intimidasi. Kemunculan identitas kolektif ini dampak dari adanya dominasi pihak-pihak tertentu, sehingga menimbulkan adanya perlawanan dengan memunculkan identitas (jati diri) yang berbeda, dengan identitas pihak-pihak yang melakukan dominasi, tujuannya agar bisa menjaga keberlangsungan hidup kelompok atau golongannya dari dominasi kelompok lain (Buchari, 2014). Misalnya gerakan Pembebasan Nasional Zapatista (EZLN) di Meksiko, menyatakan perlawanan terhadap pemerintah, Zapatista mengklaim diri mereka sebagai gerakan adat yang dibentuk oleh komunitas pribumi Chiapas, mereka menuntut pekerjaan, makanan, kesehatan, pendidikan, kemerdekaan, dan demokrasi. Mereka melakukan perlawanan disebabkan sekian lama mengalami peminggiran oleh negara, sehingga mengidentifikasi diri sebagai gerakan revolusioner menjadi pilihan perjuangan.

Identitas proyek, para aktor sosial membentuk identitas baru, tujuannya agar dapat mendapatkan posisi-posisi kekuasaan di dalam pemerintahan, serta melakukan perubahan (transformasi) struktur sosial secara keseluruhan. Misalnya kelompok feminis berusaha membentuk identitas perempuan, menegosiasikan ulang posisi perempuan dalam struktur masyarakat, akhirnya merubah struktur masyarakat secara keseluruhan, seperti mendapatkan keterwakilan perempuan di dunia politik-pemerintahan (Buchari, 2014).

Multikulturalisme

Di tengah-tengah keragaman masyarakat, diperlukan konsep multikulturalisme, yaitu konsep mengakui dan menerima keberagaman budaya, agama, dan etnis suatu masyarakat.

Multikulturalisme menghargai perbedaan dan mempromosikan keragaman sebagai sumber kekayaan dan kekuatan, bukan sebagai sumber konflik atau ketegangan. Individu-individu dari latar belakang yang berbeda dihargai dan diakui hak-hak mereka untuk menjalankan kepercayaan, tradisi, dan gaya hidup mereka sendiri (Bakry, 2020).

Untuk membangun masyarakat toleran, dibutuhkan sebuah perangkat paradigma baru, yaitu multikulturalisme. Multikulturalisme, merupakan salah satu paham yang memberikan perhatian terhadap kelompok minoritas, terutama dlm melindungi kelompok tersebut dalam mempertahankan identitasnya (Misrawi, 2010).

Berikut beberapa kebijakan pernah diterapkan dibeberapa negara.

Di Kanada tahun 1969, pemerintah mengeluarkan kebijakan menggunakan dua bahasa (Prancis dan Inggris). Sedangkan di Jerman, pada akhir 1980-an, kebijakan buat para imigran (khususnya Turki) diperbolehkan mempertahankan kebudayaannya masing-masing, terpenting loyal pada negara (Robert dan Tobi, 2014).

Kemudian Inggris dan Kanada, kaum Sikh diperbolehkan menggunakan sorban baik dikesatuan ketentaraan dan kepolisian. Di Belanda, sejak tahun 1974 pemerintah memberlakukan kebijakan pengajaran bahasa ibu bagi anak-anak imigran di tingkat Sekolah Dasar. Sementara di Belgia pengajaran bahasa ibu (Turki, Arab, Italia, Spanyol, Ibrani dan Yunani) diajarkan dari Sekolah Dasar sampai Menengah. Berdampingan dengan bahasa Belanda dan Prancis yang menjadi bahasa utama Belgia (Robert dan Tobi, 2014).

Memahami multikulturalisme membantu kita menghargai perbedaan budaya, ras, etnis, agama, dan bahasa. Ini mendorong sikap toleransi dan menghormati orang lain, yang sangat penting untuk menciptakan masyarakat yang harmonis.

Gili Argenti, Dosen FISIP Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA).

Sumber Referensi

1. Bakry, Umar Suryadi. 2020. Multikulturalisme dan Politik Identitas (Jakarta, Rajawali Press).

2. Buchari, Sri Astuti. 2014. Kebangkitan Etnis Menuju Politik Identitas (Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia).

3. Robet, Robertus, dan Hendrik Boli Tobi. 2014. Kewarganegaraan Multikulturalisme. (Tangerang, Marjin Kiri).

4. Misrawi, Zuhairi. 2010. Pandangan Muslim Moderat : Toleransi, Terorisme dan Oase Perdamaian (Jakarata, Penerbit Kompas).

5. Sarget, Lyman Tower. 1986. Ideologi Politik Kontemporer. (Jakarta, PT. Bina Aksara).

6. Yasmine, Daisy Indira. 2012. Hubungan Sosial Antar Kelompok Etnis (Yayasan Obor Indonesia, Jakarta).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image