Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gili Argenti

Kampanye Pemilu 2024

Politik | Tuesday, 19 Dec 2023, 20:46 WIB
Ilustrasi kampanye, sumber : kompas.com

Di dalam buku Marketing Politik karya Prof. Firmanzah (2008), kampanye dapat diartikan proses interaksi antara kontestan dengan publik khususnya para pemilih, yang dilakukan dalam kurun waktu tertentu, guna mempengaruhi persepsi publik untuk memperoleh dukungan dibilik suara, tujuan utama dari kampanye politik adalah meraih kepercayaan dari masyarakat untuk menjadi penguasa dalam menjalankan roda pemerintahan lima tahun ke depan.

Kontestan politik terlibat aktifitas kampanye terdiri dari beberapa pihak, yaitu partai politik, calon anggota legislatif (caleg) dari pusat sampai daerah, calon perorangan (calon anggota DPD RI), serta capres-cawapres. Kampanye di dalam tahapan pelaksanaan pemilu memiliki peran penting, disinilah para kontestan politik akan mengatur strategi atau siasat “menundukan” rival politiknya di kotak suara. Tentu, strategi yang dibangun masing-masing kontestan tersebut tidak boleh melanggar aturan dan etika politik, pertarungan politik itu harus berjalan secara fair play.

Karakteristik fair play

Terdapat beberapa karakter harus dibangun kontestan pemilu ketika berkampanye. Pertama, kepatuhan terhadap aturan dan regulasi yang berlaku, misalnya tidak diperbolehkan membawakan materi kampanye berisi menghina seseorang atau kelompok tertentu berdasarkan agama, ras, suku, dan golongannya, dengan tujuan merubah persepsi dan meraih simpati publik. Kedua, para kontestan politik harus bertindak penuh integritas, mereka memiliki komitmen, bahwa materi kampanye disampaikan merupakan sarana pendidikan politik agar terbentuk kesadaran politik yang kritis ditengah-tengah masyarakat

Ketiga, materi kampanye harus sepenuhnya berbasis pada pemikiran dan gagasan, menawarkan solusi dari berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat, artinya menghindari politik transaksional menjanjikan dan memberikan uang atau materi kepada pemilih. Politik itu sejatinya industri atau pabrik pemikiran menawarkan program politik dari kontestan kepada pemilih, akan diperjuangkan ketika mendapatkan kepercayaan (mandat) di hari pencoblosan. Keempat, sikap hormat terhadap lawan, tidak menebarkan hoax atau fitnah, kontestasi politik itu betul-betul murni berupa benturan ide, gagasan, dan pemikiran diruang-ruang publik, mengenai arah Indonesia lima tahun kedepan. Masing-masing kontestan dituntut menghargai dan menghormati rival politiknya, sebagai mitra untuk bertukar pemikiran dan gagasan.

Jenis-Jenis Kampanye

Menurut Haryanto (2023) terdapat tipologi kampanye, yaitu : (1) kampanye positif, (2) kampanye negatif, dan (3) kampanye hitam.

Pertama, kampanye positif, bentuk kampanye mengeksplorasi kelebihan, kesuksesan, dan gagasan para kontestan. Misalnya seorang kandidat caleg membranding dirinya sebagai politisi populis memiliki kedekatan dan keperdulian pada masyarakat, hal ini dibuktikan dari perjalanan politiknya, berhasil melakukan pemberdayaan pada masyarakat di daerahnya, bahkan hal itu jauh-jauh hari ia kerjakan sebelum ditetapkan sebagai caleg. Keberhasilan ini kemudian bisa dijadikan sebagai bahan kampanye untuk meraih simpati publik secara luas, disampaikan melalui berbagai alat peraga kampanye.

Kedua, kampanye negatif, kampanye menyerang lawan dengan tujuan menurunkan tingkat kepercayaan publik kepadanya, basisnya dari informasi berupa data dan fakta. Misalnya seorang kandidat mengkritik kandidat lain, berdasarkan rekam jejak dimiliki rival politiknya, terlebih bagi seseorang pernah menjadi anggota legislatif atau mereka diranah eksekutif, bisa dengan mudah dianalisis rekam jejaknya, selama memegang tampuk kekuasaan, mengeluarkan kebijakan apa, serta dampak dari kebijakan itu bagi masyarakat. Informasi kelebihan atau kelemahan bisa terverifikasi berdasarkan pelacakan dari berbagai media, hasil riset, dan fakta dilapangan.

Ketiga, kampanye hitam, menggunakan rumor, gosip, desas-desus, dan beragam informasi lain yang tidak dapat diverifikasi. Tipe kampanye terakhir ini merusak tradisi berdemokrasi, basis materi kampanye tidak berdasarkan data dan fakta, tetapi menggunakan narasi kebohongan untuk menyerang figur kandidat lain, sehingga proses dialektika berupa gagasan-pemikiran tidak terjadi. Lebih nampak kepermukaan merupakan kompetisi kebencian berdasarkan pertimbangan emosional. Misalnya seorang kandidat menyerang kandidat lain, menampilkan narasi kebohongan, bahwa rival politiknya itu terlibat kegiatan kelompok terlarang, padahal tuduhan itu tidak berbasiskan fakta dan data sebenarnya. Kampanye hitam ini menurut penulis harus dijauhi, karena mengabaikan moralitas dan etika berpolitik.

Kampanye ideal

Terdapat empat poin penting menghasilkan bentuk kampanye politik ideal bisa dilakukan para peserta di Pemilu 2024. Pertama, kontestan politik harus memiliki tekad dan komintmen tinggi dalam mematuhi standar etika ketat, dengan menghindari bentuk kampanye hitam yang mengandalkan informasi palsu dan kampanye berbau money politic. Kedua, kontestan politik memusatkan materi kampanye pada berbagai isu dihadapi masyarakat saat ini, disertai memberikan tawaran solusi bersifat konstruktif. Ketiga, membuat format kampanye bersifat terbuka-dialogis, memberikan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan pendapat dan aspirasinya. Keempat, membangun hubungan jangka panjang dengan pemilih, bukan hanya selama masa kampanye, artinya terus menjalin komunikasi setiap saat dan setiap waktu

Semoga kampanye di Pemilu 2024 mampu menghadirkan tradisi dan budaya berdemokrasi semakin berkualitas dan partisipatif.

Gili Argenti, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Daerah Muhammadiyah Karawang.

Referensi Artikel.

1. Heryanto, Gun Gun. 2023. Kampenye Pemilu Berkeadaban (Harian Kompas, 1 Desember 2023).

2. Firmanzah. 2008. Marketing Politik Antara Pemahaman dan Realitas (Yayasan Obor Indonesia, Jakarta).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image