Diplomasi Indonesia dalam Sengketa Batik dengan Malaysia
Politik | Tuesday, 04 Jan 2022, 12:23 WIBIndonesia yang merupakan negara kaya akan budaya menjadikan suatu ciri khas serta kekuatan bagi bangsa. Namun tidak dapat dipungkiri juga, semakin beraneka ragam budaya akan menjadikan sebuah tantangan yang sulit bagi suatu bangsa untuk menjaga serta mempertahankannya. Sebagai contoh ialah kain batik.
Batik sendiri merupakan budaya asli peninggalan nenek moyang sejak jauh sebelum adanya penjajahan dimasa dahulu. Pada tahun 2008 terjadi peristiwa pengeklaiman budaya batik oleh negara Malaysia. Yang mana menuai kecaman dari sejumlah masyarakat Indonesia. Dari hal tersebut tentunya respon Indonesia ialah bergerak cepat untuk mendapatkan hak klaim batik secara resmi, dengan melaksanakan diplomasi terhadap organisasi Internasional dengan mendaftarkan batik pada UNESCO ke dalam Daftar Representatif Budaya Tak Benda Warisan Manusia atau Representative List of Intangible Cultural Heritage-UNESCO pada 3 September 2008, yang kemudian UNESCO secara resmi menerima pendaftaran tersebut pada 9 Januari 2009.
Berbagai proses dan upaya dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Sehingga pada tanggal 2 Oktober menjadi buah hasil atas keberhasilan diplomasi Indonesia untuk mendapatkan hak klaim atas buadaya batik tersebut. Meskipun tidak bisa menutup mata pula tindakan pemerintah Indonesia masih terbilang lambat, terbukti dengan diplomasi yang dilakukan semata setelah terjadinya peristiwa pengeklaiman oleh negara lain. Hal tersebut menjadi pembelajaran bahwa untuk menjaga tidak hanya pemerintah, melainkan masyarakat pun harus turut berperan aktif menjaga dan menciptakan rasa bangga atas budayanya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.