Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Elsa Aliya Rizqoh

Atlantis, Nusantara dan IKN

Alkisah | Tuesday, 21 Nov 2023, 12:40 WIB

Atlantis

Atlantis yang dimaksud dalam artikel ini bukanlah samudera luas yang membentang sepanjang belahan Bumi barat yang menghubungkan benua Amerika dengan Eropa dan Afrika, namun merupakan sebuah benua yang diyakini pernah ada ribuan tahun silam yang kemudian tenggelam oleh gempa ke dasar samudera. Kisah tentang benua ini pertama kali disebutkan oleh Plato, seorang filsuf besar Yunani Purba dalam bukunya yang berjudul Timaios & Kritias. Buku tersebut kemungkinan ditulis sekitar tahun 360 SM. Kalau dirunut, Plato mendengar kisah Atlantis dari gurunya yang juga filsuf Yunani Purba, Socrates. Socrates mendengarnya dari temannya, Kritias yang telah diceritakan oleh kakeknya yang juga bernama Kritias. Kritias Tua mendengarnya dari kakeknya, Dropidias yang telah diceritakan oleh teman dekatnya, Solon. Sementara itu Solon mendengarnya dari seorang pendeta bernama Sonchis saat sedang berpergian ke Mesir, yang mana Sonchis memperoleh kisah Atlantis dari catatan sejarah pada prasasti yang tidak diketahui asal-usulnya. Sonchis sendiri hidup sekitar tahun 600 SM dan ia menyebutkan Atlantis telah ada sejak 9 ribu tahun sebelumnya (berarti kurang lebih 9.600 SM). Perlu diketahui sebelumnya bahwa tokoh-tokoh yang disebutkan di atas dari Sonchis sampai Plato berkebangsaan (dan berbicara dalam) bahasa Yunani sementara itu Sonchis menerjemahkannya dari catatan berbahasa Mesir Kuno. Artinya dalam kisah ini terdapat dua kali interpretasi yakni para tokoh Yunani tersebut menginterpretasikan catatan berbahasa Mesir Kuno yang dibuat berdasarkan pengetahuan atas suatu negeri/benua yang jelas tidak berbahasa keduanya (karena pada tahun 9.600 SM baik bahasa Mesir Kuno maupun bahasa Yunani belum dikenal). Maka istilah-istilah berbahasa Yunani yang digunakan dalam menceritakan kisah ini, misalnya penyebutan nama Dewa Yunani bahkan penggunaan nama Atlantis sendiri dapat dimaklumi sebagai suatu bentuk interpretasi.

Atlantis kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia kurang lebih berarti Laut Atlas. Atlas merupakan Dewa Yunani yang menyangga langit di pundaknya, yang dapat dinyatakan personifikasi dari Gunung/Pegunungan. Maka benua Atlantis dapat dimaknai sebagai benua yang terdiri atas gunung-gunung dan dikelilingi lautan. Beberapa ciri benua Atlantis yang dideskirpsikan oleh Prof. Dhani Irwanto (berdasarkan Timaios & Kritias) adalah:

 

  1. Terdapat Tugu Herakles di perbatasannya.
  2. Dikelilingi samudera luas.
  3. Terdapat cincin perairan (kanal) di bagian dalam benuanya.
  4. Pada daratan sentralnya terdapat Kuil Poseidon (Dewa Laut).
  5. Daratannya berbentuk persegi dan ada pula yang lonjong.
  6. Terbuka ke arah selatan.
  7. Daratannya subur dan kaya hasil bumi.
  8. Beriklim dua musim (panas & dingin).

Di atas merupakan ringkasan dari keseluruhan ciri-ciri yang disebutkan oleh Prof. Dhani dengan amat detail dalam bukunya yang berjudul 'Atlantis: Kota yang Hilang di Laut Jawa'. Namun yang paling dikenal orang justru ciri yang disebutkan paling akhir dalam Timaios & Kritias yakni benua tersebut tenggelam ke dasar samudera dalam satu malam, sehingga muncul spekulasi bahwa Atlantis terletak di suatu wilayah di tengah Samudera Atlantik (hal ini juga disebutkan dalam novel '20.000 Leagues Under The Sea' karya Jules Verne). Kedelapan ciri yang disebutkan di atas justru terlewatkan yang sebetulnya lebih mengarahkan kepada posisi benua tersebut yang sebenarnya.

Gambaran Atlantis menurut Timaios & Kritias (Sumber: https://history1978.wordpress.com/2010/03/30/atlantis-sebuah-misteri-yang-abadi/)

Nusantara

Berdasarkan ilustrasi yang digambarkan dalam Timaios & Kritias, Atlantis merupakan suatu benua/negeri dengan kekuatan maritim besar. Sebagaimana dinyatakan oleh Admiral Alfred Thayer Mahan dalam bukunya yang berjudul 'The Influence of Sea Power Upon History', beberapa di antara syarat dimilikinya 'Sea Power' oleh suatu negara adalah letak geografis, luas wilayah, dan karakter penduduk. Atlatntis yang digambarkan sebagai benua/negeri yang dikelilingi samudera dengan kanal-kanal terhubung langsung ke laut bebas tentu memiliki penduduk berkarakter pelaut yang mampu menguasai lautan di sekelilingnya. Hal inilah yang barangkali menarik perhatian pelaut-pelaut dari negeri yang jauh untuk singgah. Prof. Dhani dalam bukunya yang berjudul 'Atlantis: Kota yang Hilang di Laut Jawa' telah menjelaskan dengan amat detail perihal Atlantis yang sejatinya adalah Nusantara. Yang menjadi fokus utama dalam membangun argumen tersebut adalah ciri nomor 2,5,6,7 dan 8 di atas karena hanya daratan Nusantara yang memiliki kombinasi dari 2,5,6,7 dan 8 sekaligus. Namun menurut opini penulis, Prof. Dhani masih berhipotesis perihal ciri nomor 1,3 dan 4 (walaupun penulis tak meragukan sisi keilmiahannya). Yang menarik adalah soal tenggelamnya benua ini dalam Timaios & Kritias, Prof. Dhani menisbahkan pada Teori Sundaland. Menurut teori ini, Nusantara dulunya adalah sebuah daratan luas yang disebut Sundaland. Daratan ini lalu sebagian tenggelam akibat beberapa faktor: berakhirnya zaman es (kenaikan muka air laut), gempa bumi, dan gelombang Tsunami sehingga membentuk pulau-pulau seperti yang ada saat ini. Teori Sundaland ini memang telah banyak diulas oleh pakar-pakar geologi di dunia.

Namun apabila dinisbahkan pada teori ini, ciri nomor 3 (terutama) akan makin sulit dijelaskan. Maka melalui artikel ini penulis ingin menyampaikan bahwa Atlantis yang dimaksud dalam Timaios dan Kritias merupakan Nusantara dalam bentuknya saat ini (atau setidaknya menyerupai saat ini).

Pertama-tama kita perlu membayangkan seolah-olah merupakan pelaut/penjelajah asal Yunani atau Mesir. Akses dari Yunani atau Mesir menuju Nusantara pasti melalui Samudera Hindia (karena pada masa itu pelayaran melintasi Samudera Atlantik belum dikenal). Orang yang hendak menuju Nusantara dari arah Samudera Hindia akan menyadari bahwa Nusantara merupakan daratan yang dikelilingi Samudera (nomor 2) yang di bagian selatannya terbuka tak berbatas (nomor 6). Dari arah Samudera Hindia, akses memasuki wilayah Nusantara hanya ada dua yakni Selat Malaka dan Selat Sunda. Pada masa itu besar kemungkinan kedua selat tersebut lebih sempit dari saat ini sehingga akan tampak mirip kanal. Adanya perairan di bagian dalamnya (Laut Jawa dan Laut Natuna) memberi kesan perairan yang berbentuk cincin (melingkar). Sekali lagi karena kedua perairan tersebut kemungkinan lebih sempit dari saat ini (nomor 3). Apabila berlayar melintasi Selat Sunda, para pelaut akan melihat dua gunung (atau lebih) yang mengapit mereka: satu di ujung barat Pulau Jawa (sekarang Provinsi Banten) dan satu lagi di ujung selatan Pulau Sumatera (sekarang Provinsi Lampung). Sampai saat ini kedua gunung tersebut masih ada yaitu Gunung Merak (Banten) dan Gunung Krakatau (Lampung). Besar kemungkinan Gunung Krakatau yang kini berada di tengah laut dulunya masih menyatu dengan daratan Lampung. Kedua gunung inilah yang barangkali menggambarkan Pilar Herakles bagi para pelaut Yunani (nomor 1).

Pelaut yang berasal dari tempat yang jauh tentu akan singgah selama beberapa waktu di Nusantara. Dengan demikian mereka akan menyadari bahwa pulau-pulau di Nusantara berbentuk persegi (panjang) atau lonjong, subur dan kaya akan hasil bumi, serta hanya memiliki dua musim yakni panas/kemarau dan dingin/hujan (nomor 5,7 dan 8). Kemudian disebutkan pula (dalam Timaios & Kritias) bahwa Atlantis kaya akan logam mulia dan batu permata. Logam mulia dan batu permata ini dapat ditemukan di jantung Pulau Kalimantan, salah satunya di daerah Sintang (Kalimantan Barat) yang dialiri Sungai Kapuas. Apabila para pelaut tersebut masuk wilayah Nusantara dari Selat Sunda/Selat Malaka lalu menyusuri Sungai Kapuas ke arah hulu untuk mencapai Sintang, mereka akan disuguhi pemandangan Bukit Kelam. Bukit Kelam inilah yang kemungkinan menginspirasi mereka akan tempat persemayaman Dewa Laut (sebagaimana halnya Gunung Olimpus). Dan memang Kalimantan juga dinamai dengan nama Dewa Baruna/Dewa Laut (Baruna-Borneo) (nomor 4).

Kalau dibandingkan antara analisis pada artikel ini dengan gambaran Atlantis menurut Timaios & Kritias, hasilnya akan menjadi gambar di bawah ini:

Wilayah Kepulauan Nusantara dengan Label 'Gambaran Atlantis Menurut Timaios & Kritias (Hasil olahan penulis)

Satu lagi mengenai kabar tenggelamnya Atlantis dalam satu malam sebagai mana yang sering digambarkan, nyatanya hingga kini di wilayah Nusantara (Indonesia) masih sering terjadi baik gempa bumi maupun Tsunami yang menenggelamkan suatu daerah bahkan hanya dalam hitungan jam. Namun hal itu tidak berarti seluruh benua tenggelam hingga lenyap tak bersisa.

IKN

Artikel ini ditutup dengan sedikit ulasan mengenai IKN (Ibukota Negara) yang juga mengambil nama 'Nusantara', yang bertempat di wilayah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur saat ini. Tentu tidak bermaksud untuk menyatakan dukungan politis maupun penentangan terhadap keberlangsungan proyek IKN. Melalui artikel ini penulis hanya ingin menyampaikan hasil kajian awal bahwa Kalimantan yang adalah "Pulaunya Sang Hyang Baruna" memang pernah menjadi pusat peradaban besar di masa lalu. Meskipun masih perlu diadakan penelitian historis maupun geologis lebih lanjut, pembangunan IKN di Kalimantan dapat dianggap salah satu upaya membangun kembali kebesaran dan kejayaan maritim Nusantara, sekali lagi terlepas dari pro dan kontranya. Terlebih IKN dibangun dengan saluran (kanal) dengan akses yang terhubung langsung ke laut bebas.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image