Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Susianah Affandy

Identifikasi Pelaku Hoaks dan Ujaran Kebencian Politik

Politik | Tuesday, 31 Oct 2023, 17:45 WIB
Sumber : https://dip.fisip.unair.ac.id/

Susianah Affandy
Kornas Peta Indonesia dan Wakil Ketua Umum DPP Pencinta Tanah Air Indonesia

Tahun politik seperti saat ini banyak berseliweran hoaks dan ujaran kebencian di media sosial. Sebagian besar masyarakat awam tidak mengetahui cara identifikasi siapa pelaku hoaks dan ujaran kebencian. Masyarakat sebagian besar memiliki persepsi bahwa orang-orang yang turut menyebarkan hoaks dan ujaran kebencian disebut pelaku, padahal mereka adalah kurir hoaks. Seseorang rela menjadikan diri sebagai “kurir gratis” setelah mereka terpapar hoaks. Lalu siapakah pelaku hoaks politik dan bagaimana bentuk operandinya?

Terorganisir Secara Sistematis

Definisi pelaku hoaks dan hate speech adalah orang yang memproduksi atau membuat konten bermuatan hoaks dan hate speech baik atas inisitiatifnya sendiri maupun karena digerakkan oleh pihak lain. Berbeda dengan tindak pidana lain di mana pelakunya hanya terbatas, namun produksi hoaks dan ujaran kebencian melibatkan banyak orang.

Jumlah pelaku atau pembuat hoaks dan hate speech tidak sebanding dengan jumlah orang yang turut (kurir) dalam penyebarannya di media sosial. Dari satu orang pelaku pembuat hoaks disebarkan oleh simpatisan dengan akun media sosial yang mencapai ribuan. Informasi hoaks dan ujaran kebencian terkait politik cepat menyebar secara luas dan viral. Kondisi inilah yang membuat Pemerintah kesulitan membendung hoaks dan ujaran kebencian karena jumlah penyebarnya sangat banyak dibandingkan dengan pembuat hoaks sendiri.

Hoaks dan hate speech di media sosial dilakukan secara terorganisir, tidak satu orang atau tim namun melibatkan banyak orang. Korbannya juga tidak satu orang namun banyak orang yang memiliki keterkaitan dengan informasi dalam hoaks dan hate speech yang disebarkan seperti yang berkaitan dengan politik. Para pelaku memiliki dukungan yang memiliki latar belakang yang sama berkaitan dengan pelaku hoaks dan hate speech. Pendukung hoaks dan hate speech adalah orang-orang yang memberikan dukungan, menyokong, menunjang dan membantu individu yang menjadi pelaku hoaks dan hate speech melakukan tindakannya.

Modus Yang Digunakan Pelaku

Pelaku hoaks dan ujaran kebencian pada Pemilu dan Pilpres memiliki karakteristik sebagai berikut : pertama, pemanfaatan kondisi politik yang tidak stabil. Dalam suasana politik yang sensitive, para pelaku memanfaatkan untuk menyebarkan berita palsu dan ujaran kebencian. Dalam suasana tersebut, para penyebar informasi palsu dan ujaran kebencian memperoleh keuntungan politik.

Kedua, pemanfaatan media sosial. Pelaku dan penyebar hoaks kerap menggunakan media sosial untuk melancarkan serangan cyber. Media sosial sebagai platform yang sangat mudah diakses dan dapat menjangkau masyarakat secara luas sehingga memudahkan hoaks menyebar dengan cepat.

Pelaku dan penyebar hoaks politik di media sosial banyak yang menggunakan akun robot. Ciri-ciri akun robot (palsu) di media sosial yang menyebarkan hoaks dan hate speech sebagai berikut : pertama, menggunakan foto palsu milik orang lain atau artis (Anshar, 2021). Langkah yang dapat dilakukan untuk memastikan foto akun, kita bisa mengunggahnya ke search engine Yandex atau Google Image. Kedua, akun robot dibuat dalam jumlah banyak dan hanya menyebarkan program hoaks dan hate speech. Setiap akun robot mengunggah informasi ke media sosial pada menit dan detik yang sama meski dengan jam berbeda. Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan metode setting pada sistem digital sehingga terkirim secara massal.

Target Viral

Modus hoaks politik di media sosial, yang menjadi target utama adalah viral, menyebar dan diketahui banyak orang. Model ini mirip dengan system menjaring ikan, sebar dulu jaringnya, persoalan berapa banyak ikan yang masuk jarring itu soal kemudian. Termasuk dalam hal kebenaran berita, itu soal kemudian. Saat satu pesan diketahui adalah hoaks, maka pelakunya akan minta maaf namun esoknya akan membuat materi hoaks yang baru, begitu modus pembuatan dan penyebarannya.

Karena hoaks politik diterima banyak orang, menyasar semua lapisan masyarakat dari semua kelas sosial maka pesan bohong dan cenderung fitnah tersebut dipercaya kebenarannya. Anggota masyarakat yang menerima pesan hoaks yang literasinya kurang akan membenci pihak-pihak yang menjadi sasaran hoaks.

Aktor di balik hoaks politik, dalam pandangan penulis mereka memahami strategi menggaet masa dukungan politik dengan pendakatan psikologis. Pesan hoaks menyasar pihak-pihak yang berpengaruh di masyarakat, dipercaya dan bahkan banyak elit negeri rela menjadikan dirinya sebagai agen penyebaran hoaks. Peran mereka sangat besar dalam mempengaruhi masyarakat. Dalam psikologi sosial, pengaruh dalam penyebaran dukungan ini disebut konformitas (Wirawan, 2012).

Menggerakkan Buzzer

Trend hate speech dalam lima tahun di media sosial banyak dilakukan oleh buzzer. Para buzzer melakukan aksi hate speechnya di media sosial tanpa saling mengenal satu sama lain antara pelaku dan korban. Operasi yang dilakukan oleh para buzzer dalam memproduksi dan menyebarkan hate speech masuk dalam kategori sadis, tidak mempertimbangkan perasaan dan dampak psikis korban.

Pengakuan salah satu korban kepada penulis, tindakan hate speech yang dilakukan buzzer dapat mengakibatkan bunuh diri. Setiap hari buzzer mengirim ribuan serangan yang memojokkan, merendahkan dan menghina. Perilaku buzzer dalam aksi hate speech menggunakan metode menyerang di mana antara pelaku dan korban tidak saling kenal.

Penyerangan atau bullying di media sosial tersebut berdampak secara psikologis tidak hanya pada korban namun juga pada keluarga, intsitusi dan organisasi di mana korban bekerja. Pelaku hate speech melakukan serangannya secara massif di media sosial yang dapat diakses dan dibaca banyak orang sehingga memiliki dampak tekanan psikis sangat besar kepada korban. Netizen dunia maya akan terbangun persepsi buruknya kepada korban sehingga dapat mengarah kepada kejahatan lainnya.

Secara psikologis, individu yang menjadi pelaku hoaks dan hate speech mengalami masalah psikologi dengan kepribadian impulsive yakni mereka memiliki dorongan melakukan perbuatan tanpa memikirkan resiko dan dampaknya, memiliki emosi yang buruk dan tidak memiliki kepercayaan diri. Wallahu ‘alam

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image