Jokowi dan Hari Santri Nasional
Politik | 2023-10-19 11:20:59Di tengah konsolidasi politik peserta Pemilu 2024, kita harus merenungi kembali semangat mempertahankan kemerdekaan RI dari negara penjajah. Di bulan Oktober ini, Hari Santri yang diperingati setiap 22 Oktober harus menjadi titik tolak kita untuk kontemplasi bahwa negara kita masih eksis hingga saat ini karena perjuangan para pendahulu. Mereka telah berkorban dengan harta, tetes keringat, air mata hingga darah yang mengalir.
Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) yang dikukuhkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melalui Kepres RI No. 22 Tahun 2015 tentang Hari santri, adalah pengakuan Pemerintah dan Negara atas perjuangan santri. Jokowi memberi alasan mengapa Kepres tersebut diterbitkan. Menurutnya, peran santri begitu besar bagi perjalanan bangsa dan negara Indonesia. Tokoh-tokoh besar seperti KH. Hasyim Asy'ari sebagai pendiri Nahdatul Ulama (NU), KH. Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah, A. Hassan pendiri Persatuan Islam (PERSIS), Ahmad Syurkati dari Al-Irsyad dan Mas Abdul Rahman dari Mathla'ul Anwar. Ada pula 17 nama perwira PETA (Pembela Tanah Air) yang berasal dari kalangan santri. Mereka adalah pahlawan yang harus tetap ada dalam setiap lembaran sejaran Indonesia.
Mukti Ali Qusyairi dalam bukunya "Jalinan Keislaman, Keumatan dan Kebangsaan: Ulama Bertutur tentang Jokowi" menegaskan, generasi selanjutnya harus menjaga persatuan dan kesatuan NKRI, baik dari santri atau bukan. Alasannya adalah semangat mempertahankan kemerdekaan RI pada 10 November 1945 sebagai pembuktian para pendahulu kita begitu cinta dan rela berkorban untuk negara. Mereka tidak rela negara penjajah kembali menguasai Indonesia. Semangat jihad yang dikorbankan para santri begitu efektif karena para penjajah berhasil diusir dan proklamasi kemerdekaan RI bisa dipertahankan.
Resolusi jihad yang dikumandangkan pendiri NU berisi tentang, (1) kewajiban mempertahankan kemerdekaan Indonesia, (2) kewajiban mempertahankan Pemerintah yang sah, (3) penegasan tentang bangsa penjajah seperti Belanda, Inggris dan Jepang, (4) kesiapan mengangkat senjata dan (5) kewajiban setiap Muslim untuk ikut berjihad pada jarak radius 94 km. Kelima poin itu disambut semua pihak dan menjadi api yang membakar untuk bersama-sama mempertahankan kemerdekaan.
Baca Juga:
Mencegah Perang dengan Pendidikan
Merekatkan Indonesia dengan Sumpah Pemuda
Saat ini, ketika Indonesia dalam keadaan damai, tentu tidak tepat memaknai jihad sebagai perang. Oleh sebab itu, apa yang ditetapkan Jokowi pada HSN adalah spirit menjaga dan meneruskan apa yang telah dikorbankan para pendahulu. Gus Rozin, putra KH Muhammad Sahal Mahfudz, pernah menuturkan bahwa HSN sejatinya adalah membuat santri dan pesantren untuk berpartipasi positif bagi negara dan bangsa. Tidak heran, ketika tema-tema peringatan HSN senantiasa diisi dengan kata "tumbuh", "berdaya" dan "berkarya". Yang dihadirkan dalam tema bukan sesuatu yang provokatif, tapi justru produktif konstruktif.
Peringatan HSN adalah sumbangan nyata Presiden Jokowi bagi kaum santri. Bagi penulis, ada sesuatu yang dilihat Jokowi yakni urgensi penetapan HSN karena untuk mendorong santri dan pesantren untuk tumbuh dan siap menghadapi perubahan zaman yang sangat cepat. Jika pesantren diidentikan sesuatu yang kumuh dan terbelakang, maka itu sudah tidak relevan. Pesantren harus berani bersaing di berbagai level karena Pemerintah sudah menyatakan sumbangan yang begitu besar bagi negara dari kalangan mereka.
Kesadaran publik terhadap sejarah 10 November 1945 di Surabaya juga meningkat dengan adanya peringatan HSN. Banyak yang tidak mengetahui, pecahnya perang tersebut dilatarbelakangi dengan resolusi jihad KH. Hasyim Asy'ari yang dikeluarkan pada 22 Oktober 1945 dan kemudian memicu perlawanan besar-besaran. Ini yang sebenarnya dilakukan Jokowi, yakni untuk mengingat kembali peran santri yang begitu besar bagi perjalanan RI.
Menjadi tugas santri dan pesantren untuk kemudian berbenah dan kontemplasi diri. Dalam persaingan global yang begitu kompleks, apakah selama ini sudah menyuguhkan kontruksi pendidikan yang memadai. Jawabnya tentu ada pada tokoh, ulama, pengelola pesantren dan setiap santri itu sendiri. Tentunya, kita semua mendukung HSN dengan semangat bahwa generasi santri adalah generasi pejuang yang tidak mengenal kata kalah. Selamat HSN 2023.
Baca Juga:
Jokowi dan Keberhasilan Ekonomi Perdesaan
Peran Indonesia dalam Perdamaian Dunia
Mewaspadai Imbas Krisis Tiongkok
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.