Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Mewaspadai Imbas Krisis Tiongkok

Bisnis | 2023-10-04 10:56:44
Berbagai analisis menunjukkan kehancuran properti di negara Tirai Bambu itu sudah terjadi sejak 3 tahun lalu dimana pada saat itu penerapan pembatasan.

Pemerintah Indonesia harus mewaspadai imbas perekonomian Tiongkok yang mengalami penurunan ekonomi. Setelah kebijakan Xi Jinping memberlakukan zero lockdown akibat Covid-19, pemulihan ekonomi negara itu belum terlihat. Alih-alih pemulihan, Tiongkok dihantui dengan ancaman krisis. Aktivitas manufaktur yang menurun, ekspor menurun, harga rumah turun, harga konsumen turun karena deflasi, pengangguran kaum mencapai rekor tertinggi dan ketidakstabilan keuangan yang terus terjadi, adalah kenyataan yang terjadi di negara itu.

Mirip dengan Lehman Brothers di Amerika, krisis Tiongkok juga berawal dari kejatuhan sektor properti. Dan, ini sangat memukul perekonomian negara tersebut. Raksasa properti yang terlilit utang, Evergrande Group, mengajukan perlindungan kebangkrutan Chapter 15 di pengadilan Amerika Serikat (AS) pada Agustus lalu.

Pengajuan itu menunjukkan persoalan yang dihadapi kian serius. Tiongkok memang dipenuhi dengan kota-kota hantu yang hanya diisi bangunan-bangunan tinggi menjulang tanpa penghuni. Berdasarkan analisa yang berkembang, kemampuan produksi yang terlalu tinggi tidak diimbangi dengan hasil penjualan memuaskan. Kota-kota sepi wisatawan dibangun secara massif, membuat pengembang mengalami kerugian. Akibatnya, harga properti turun secara cepat dan membuat volume transaksi juga ikut menurun.

CNBC menganalisa bahwa ambruknya Country Garden akibat pembangunan secara berlebihan dan kesalahan investasi. Melimpahnya real estate yang kemudian membuat orang hipotek secara mudah. Ini mirip dengan apa yang dilakukan Lehman Brothers dengan Subprime Mortgage (kebijakan yang memudahkan kredit rumah untuk kelompok masyarakat yang tidak memiliki penghasilan tetap).

Berbagai analisis menunjukkan kehancuran properti di negara Tirai Bambu itu sudah terjadi sejak 3 tahun lalu dimana pada saat itu penerapan pembatasan negara dan peraturan pada pengembang properti. Pemerintah daerah setempat menanggung kerugian karena properti swasta tidak bisa menjual sesuai dengan target.

Hal itu benar-benar pukulan besar terhadap perekonomian Tiongkok dan menurunnya kepercayaan masyarakat kelas menengah. Ini menjadi penyebab utama kinerja ekonomi negara itu sangat mengecewakan pada tahun 2023.

Selain properti, kebijakan Amerika Serikat yang menghentikan impor dari Tiongkok membuat perekonomian itu juga bergejolak. Banyak pabrik yang tidak lagi memproduksi barang-barang made in China, karena Amerika menghentikan pemesanan. Produsen Iphone asal Amerika, Foxxconn Technology Group telah mengalihkan rantai pasokannya ke luar Tiongkok. Hal itu dilakukan sebagai imbas kebijakan zero Covid yang diterapkan Xi Jinping pada 2022 lalu. Sejak saat itu, rantai pasokan dialihkan ke Meksiko, Vietnam dan India.

Selain Foxxconn, pembuat chip terbesar dunia TSMC juga melakukan hal yang sama. Perusahaan ini meninggalkan Tiongkok sepenuhnya karena telah membuka pabrik baru di Arizona dengan nilai lebih dari 40 miliar Dolar AS.

Apa dampaknya bagi rakyat Tiongkok? Tentunya banyak pabrik yang tidak lagi menerima orderan. Pemutusan kerja di berbagai sektor, pengangguran meningkat, daya beli turun dan lain sebagainya. Atas fenomena ini, bagaimana seharusnya sikap Indonesia? Tentunya, Pemerintah harus benar-benar berhati-hati berhubungan dengan Tiongkok.

Secara sederhana, krisis ekonomi adalah sebuah kondisi di mana keadaan ekonomi negara mengalami penurunan secara signifikan. Krisis ekonomi dapat berbentuk stagflasi, resesi, hingga depresi ekonomi. Saat berada dalam masa krisis, biasanya likuiditas, PDB, maupun harga saham akan menurun drastis.

Mengaca pada krisis 1998, 2008 dan 2013, Pemerintah Indonesia melakukan sejumlah kebijakan agar pertumbuhan ekonomi tidak anjlok. Pada 1998, Pemerintah memperbaiki sistem perbankan yang pada saat itu banyak praktik tidak sehat yang terus dijalankan. Selain, lemahanya penegakan hukum dan persoalan independensi bank sentral.

Pemberian intesif kepada pelaku usaha dan juga jaring pengaman kebutuhan pokok masyarakat menjadi kebijakan lain Pemerintah. Tentunya, kita patut bersyukur kepada Tuhan YME, karena Indonesia mampu melewati berbagai ujian tersebut.

Tentunya, kita tidak ingin krisis kembali terulang di negara yang kita cintai. Mewaspadai imbas krisis dari negara luar adalah keniscayaan. Salah satu negara yang harus berhati-hati adalah Tiongkok, termasuk mendatangkan investor dari negara tersebut. Tanpa kewaspadaan bisa saja berakhir dengan kenestapaan bagi negara kita. Tentu hal ini bukan yang kita inginkan terjadi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image