Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image balqis aulia

Hidup Bukan Cuma Tentang Aku, Tetapi Juga Kita

Humaniora | 2025-12-17 15:40:06
Ilustrasi kebersamaan dan keberagaman manusia dalam kehidupan sosial (Sumber: Pinterest)

Di masa kini, gelombang globalisasi dan kemajuan teknologi telah membawa perubahan yang signifikan dalam kehidupan masyarakat. Salah satu fenomena yang menonjol adalah munculnya sikap individualisme, di mana banyak orang lebih mengutamakan kepentingan pribadinya daripada kepentingan orang lain. Fokus berlebihan pada "aku" perlahan menggeser kesadaran bahwa hidup sejatinya tumbuh dari relasi dan kebersamaan.

Di masa kini, gelombang globalisasi dan kemajuan teknologi telah membawa perubahan yang signifikan dalam kehidupan masyarakat. Salah satu fenomena yang menonjol adalah munculnya sikap individualisme, di mana banyak orang lebih mengutamakan kepentingan pribadinya daripada kepentingan orang lain. Fokus berlebihan pada "aku" perlahan menggeser kesadaran bahwa hidup sejatinya tumbuh dari relasi dan kebersamaan.

Manusia tidak pernah hidup sepenuhnya dalam isolasi. Sejak awal keberadaannya, manusia adalah makhluk sosial. Setiap individu lahir, tumbuh, dan berkembang dalam lingkungan sosial yang saling berhubungan. Tidak ada satu pun perjalanan hidup yang benar-benar dijalani sendirian. Oleh karena itu, hidup bukan hanya tentang "aku," tetapi juga tentang "kita."

Makna “kita” tidak selalu hadir dalam peristiwa besar. Ia justru tumbuh melalui sikap-sikap sederhana: saling menghormati, empati, kesediaan untuk mendengarkan tanpa menghakimi, serta kepedulian terhadap kondisi orang lain. Dalam keseharian yang sering dipenuhi kesibukan dan tuntutan pribadi, hal-hal kecil inilah yang perlahan membangun kembali rasa kebersamaan. Ketika seseorang memilih untuk peduli, memberi ruang bagi orang lain, dan menyadari bahwa hidup tidak dijalani sendirian, di situlah makna “kita” menemukan bentuknya—sebagai fondasi bagi kehidupan sosial yang lebih manusiawi dan berimbang.

Konsep bahwa manusia hidup dalam keterhubungan dengan sesama telah dibahas secara sosiologis oleh Émile Durkheim dalam The Division of Labour in Society yang menyatakan pentingnya solidaritas sosial di tengah kompleksitas masyarakat modern (Durkheim, 1893). Tanpa solidaritas, masyarakat berisiko terfragmentasi dan kehilangan rasa kebersamaan.

Pemikiran serupa juga disampaikan oleh Zygmunt Bauman dalam Community: Seeking Safety in an Insecure World (Bauman, 2001), tentang kecenderungan masyarakat modern yang individualistis. Dalam pandangannya, komunitas menjadi tempat aman bagi manusia untuk menemukan rasa memiliki, perlindungan, dan makna di tengah ketidakpastian kehidupan sosial. Ketika ikatan komunitas melemah, manusia justru semakin rentan mengalami keterasingan, meskipun hidup di tengah keramaian. Oleh karena itu, keberadaan komunitas bukan sekadar ruang berkumpul, melainkan fondasi penting dalam menjaga keseimbangan hubungan sosial.

Hidup tentang "kita" juga mengajarkan tanggung jawab, setiap tindakan yang dilakukan memiliki dampak sendiri. Kesadaran ini sejalan dengan nilai-nilai moral dan keagamaan yang menempatkan kepedulian terhadap sesama. Al-Qur'an menegaskan bahwa manusia diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku untuk saling mengenal, bukan saling merendahkan (QS. Al-Hujurat ayat 13). Perbedaan bukan alasan untuk menjauh, melainkan peluang untuk membangun persaudaraan dan kerukunan yang lebih bermakna.

Pada akhirnya, hidup bukan sekadar tentang pencapaian personal, melainkan tentang kontribusi terhadap sesama. Makna kehidupan justru tumbuh ketika manusia mampu hadir bagi orang lain, berbagi peran, dan membangun relasi yang saling menguatkan. Di tengah arus individualisme, kesadaran untuk kembali pada nilai kebersamaan menjadi penting agar kehidupan sosial tidak kehilangan arah. Dengan demikian, keberhasilan tidak lagi diukur hanya dari apa yang dimiliki, tetapi dari sejauh mana keberadaan kita memberi dampak bagi lingkungan dan komunitas di sekitar.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image