Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Prof. Dr. Budiharjo, M.Si

Mencegah Perang dengan Pendidikan

Politik | Tuesday, 17 Oct 2023, 09:58 WIB
Ketika masyarakat penuh dengan kekacauan, konflik dan tidak ada perdamaian, percayalah bahwa pendidikan adalah pihak yang ikut berdosa. Foto: Republika

Hal paling urgen saat ini adalah menyadarkan manusia tentang pentingnya hidup dalam perdamaian. Hakikat pendidikan itu adalah membentuk manusia agar bisa memanusiakan manusia lainnya. Antarsesama saling memahami, toleransi, tidak merasa benar sendiri, menghormati hak-hak orang lain, ini adalah nilai-nilai yang menjadi bagian tak terpisahkan dari materi pendidikan yang diajarkan di sekolah. Sekolah apapun, baik dalam atau luar negeri. Tapi, apa kenyataannya? Kita patut merenung tentang apa yang membuat kita bersekolah? Mengapa orangtua mau membayar mahal anak-anak mereka di lembaga pendidikan favorit? Kurikulum seperti apa yang dibutuhkan manusia agar mau memanusiakan manusia lainnya jika kelak mereka sudah lulus dari lembaga sekolah?

Dalam kondisi perang, insting manusia yang paling dasar begitu terlihat kentara. Manusia menjadi begitu buas untuk menghabisi nyawa orang lain. Kematian manusia hanya menjadi angka statistik yang kita saksikan melalui berita-berita. Kita juga bisa melihat melalui video yang disebar melalui media sosial, hingga timbul pertanyaan kita, kok bisa sekejam itu?

Hati manusia yang berwarna merah gelap itu menginginkan hal-hal besar. Hati yang ingin menguasai segalanya, sehingga dia lupa bahwa planet bumi ini sebenarnya cukup untuk hidup berbagi antarsesama. Namun, yang terjadi pada kenyataannya adalah hati yang tidak cukup besar untuk selainnya, sehingga seluruh dunia pun dirasa kurang untuk menampung keinginannya. Setelah memiliki satu emas, dia masih menginginkan emas kedua, ketiga, keempat dan seterusnya.

Keinginan yang dilandasi nafsu binatang menyebabkan manusia tidak membiarkan apapun, selain dirinya. Dia membunuh untuk makan, dia membunuh untuk sandang, dia membunuh untuk menghias diri, dia membunuh untuk bertahan hidup, bahkan dia membunuh atas nama perdamaian. Sehingga seorang militer Romawi bernama Publius Flavius Vegetius Renatus mengucapkan peribahasa yang sangat populer si vis pacem, para bellum (Jika menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk perang).

Bisakah perang dicegah? Tentu ini pertanyaan yang sangat sulit ditemukan jawabannya. Setiap ras melahirkan bangsa, setiap bangsa memiliki negara, setiap negara memiliki undang-undang dan setiap undang-undang mengatur kehidupan masing-masing ras tersebut. Manusia adalah makhluk unik, karena selain ada sisi Tuhan yang pemurah dan kasing sayang, di dirinya ada juga sisi Iblis yang penuh amarah dan buas. Dua sisi ini bahkan saling berperang dalam diri manusia, siapa yang lebih dominan. Jika sejak kecil, manusia terbiasa dengan lingkungan keras, maka bisa dipastikan ketika dewasa dia akan sangat mudah menghabisi nyawa orang lain.

Bagaimana kehidupan manusia sejak kecil hingga ajal menjemputnya menentukan seperti apa jenis manusia tersebut. Ketika masyarakat penuh dengan kekacauan, konflik dan tidak ada perdamaian, percayalah bahwa pendidikan adalah pihak yang ikut berdosa. Mengapa? Karena pendidikan seharusnya berperan dalam penanaman nilai moralitas seorang manusia. Pendidikan yang gagal adalah pendidikan yang tidak bisa memanusiakan manusia seutuhnya.

Seorang pakar pendidikan Amy Ohlendorf dalam bukunya Peace Education menjelaskan sekolah hakikatnya adalah gambaran kecil tentang kehidupan manusia. Ketika seorang bayi beranjak besar dan masuk sekolah pertama kali, dia akan dihadapkan pada kenyataan hidup bahwa dunia di luar rumahnya ternyata lebih besar. Orang-orang yang ditemuinya beragam, ada yang tinggi, pendek, botak, gondrong dan sebagainya. Keberagaman ini memahamkan dia bahwa realitas kehidupan adalah perbedaan.

Jika sejak kecil manusia dididik untuk menghargai perbedaan, mau berbagi, tidak menang sendiri, maka itu menjadi modal awal yang sangat penting untuk mencegah perang. Bukankah perang ini dilakukan oleh orang-orang tua yang susah sekali menerima perbedaan? Sekolah menjadi tempat yang pas agar manusia mengenal dan berlatih tentang berbagai nilai yang kelak bisa mendukung perdamaian bagi planet bumi ini.

Mencegah perang dengan pendidikan sejatinya suatu usaha pembelajaran bagi manusia yang berlangsung secara berkesinambungan. Tentu hal ini bukan hanya tanggungjawab penyelenggara sekolah, tetapi melibatkan semua pihak. Bahkan, lembaga antar bangsa seperti PBB dan ASEAN harus memiliki visi besar bagaimana konflik dan perang bisa dicegah sedini mungkin, salah satunya melalui penyelenggaraan pendidikan yang penuh dengan nilai-nilai perdamaian dan mau memanusiakan manusia seutuhnya, apapun ras, agama, suku dan bangsanya.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image