Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Bagus Rakha

Tantangan Pendidik pada Era Disrupsi dan Digitalisasi

Edukasi | Saturday, 14 Oct 2023, 13:09 WIB
https://infokomputer.grid.id/read/121596109/era-disrupsi-inilah-5-keputusan-yang-patut-dipertimbangkan-oleh-ceo?page=all

Pendidikan merupakan salah satu pilar penting yang bertanggung jawab membangun masa depan. Pendidikan juga mengalami perkembangan dari waktu ke waktu hingga saat ini. Perkembangan pendidikan memiliki suatu pola yang berbanding lurus dengan perkembangan teknologi. Pola perkembangan ini menjadi tolok ukur pemerintah dalam mengembangkan kurikulum pembelajaran. Namun ternyata perkembangan yang sesuai pola ini memiliki batasan waktu, atau lebih tepatnya berakhir pada era revolusi industri 4.0. Pada akhirnya muncullah era perkembangan pendidikan beserta pola baru yang menggantikan perkembangan terdahulu.

Era perkembangan ini dinamakan Era Disrupsi, yaitu masa dimana terjadinya inovasi dan perubahan secara signifikan. Era disrupsi ini terjadi ketika pandemi covid melanda, pada saat itu kita dipaksa mengubah cara pembelajaran konvensional menjadi digitalisasi. Perubahan inilah yang membuat bidang pendidikan harus beradaptasi dan merubah pola kebiasaan lama ke pola kebiasaan baru. Perkembangan pendidikan pada era disrupsi telah menuntut para pendidik untuk lebih sibuk daripada era sebelumnya, hal ini dilakukan agar dapat menciptakan generasi yang dapat bersaing dengan sesama manusia maupun teknologi. Pendidik juga harus memiliki inovasi dengan memanfaatkan teknologi sebagai penunjang pembelajaran. Meskipun terlihat mudah, namun banyak tantangan yang harus dilalui oleh pendidik agar teknologi dapat dimanfaatkan dengan tepat.

Tantangan utama yang dihadapi pendidik pada era disrupsi yaitu mudahnya peserta didik mengakses berita melalui jejaring media internet mengakibatkan munculnya budaya serba instan pada diri peserta didik. Dewasa ini banyak ditemukan kecerdasan buatan atau AI yang menjadi pisau bermata dua, karena mampu memudahkan tugas atau pekerjaan. Hal ini tentu akan menjadi masalah bagi pendidik karena peserta didik yang memanfaatkan kecerdasan buatan hanya akan mendapatkan hasil akhir tanpa melalui proses panjang. Sedangkan proses inilah yang dapat membentuk mental dan keterampilan untuk memecahkan suatu persoalan. Masalah ini dapat diatasi dengan menciptakan suasana pembelajaran yang aktif agar peserta didik dapat disibukkan dengan kegiatan diskusi yang juga bisa meningkatkan keterampilan sosial mereka.

Cara kedua yang dapat digunakan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan memahamkan kepada peserta didik mengenai peranan teknologi. Peserta didik harus mengerti bahwasanya teknologi itu memiliki sisi positif dan negatif, jadi peran teknologi dalam pembelajaran itu sebagai tempat mencari materi tambahan. Kemudian peserta didik juga harus bijak dalam menggunakan teknologi tersebut, mereka harus mengerti kapan waktu yang tepat untuk memanfaatkan sarana teknologi itu. Apabila teknologi digunakan dengan bijak, peserta didik dapat menumbuhkan keterampilan literasi, verifikasi sumber, dan analisis evaluasi supaya informasi yang telah didapatkan itu valid adanya.

Kemudian cara ketiga sekaligus cara terakhir untuk mengatasi permasalahan ini dengan cara menumbuhkan kesadaran diri. Memang benar bahwasanya teknologi itu memiliki banyak dampak positif, namun dengan mudahnya peserta didik mengakses teknologi itu mereka akan memiliki sifat ketergantungan. Sifat ketergantungan ini apabila dibiarkan akan menjadi sebuah kebiasaan buruk bagi peserta didik di masa yang akan dating.

Tantangan kedua menurut (Helwig et al., 2019) adalah krisis moral yang merupakan dampak kemajuan IPTEK dan digitalisasi. Pada zaman yang serba online ini, peserta didik seakan kehilangan moral karena penyalahgunaan gawai mereka. Mereka lebih suka menonton video pendek dari platform sosial media, padahal mereka bisa menemukan berbagai macam materi pembelajaran jika gawai mereka dimanfaatkan sebaik mungkin. Setelah mereka kecanduan bermain gawai, mereka lupa untuk bersosialisasi dan menigkatkan keterampilan sosialnya, hal inilah yang menjadi salah satu penyebab menurunnya moral peserta didik. Pendidik harus bisa meningkatkan moral dan pendidikan karakter peserta didiknya sedari dini dengan melalui pendekatan agama seperti kegiatan mentoring dan sebagainya.

Cara yang bisa dilakukan pendidik dalam mengatasi masalah krisis moral yang merupakan dampak dari kemajuan IPTEK dan digitalisasi adalah dengan melakukan kontrol dan pengawasan. Kontrol dan pengawasan ini dilakukan agar setidaknya peserta didik tidak mengalami ketergantungan. Apabila peserta didik sudah mengalami ketergantungan, mereka akan sulit untuk diatur dan pendidik akan sulit menanamkan pendidikan moral kepada mereka. Kontrol dan pengawasan ini dapat dilakukan dengan membatasi penggunaan gawai ketika pembelajaran, kemudian mengecek penggunaan gawai peserta didik, apakah sudah digunakan dengan semestinya atau belum, dan banyak lagi yang dapat dilakukan.

Era disrupsi memang menjadi momok menakutkan bagi pendidik pada saat ini maupun masa mendatang, karena berbagai tantangan harus bisa dihadapi oleh para pendidik ini. Namun tidak dapat dipungkiri lagi bahwa era disrupsi ini tidak dapat kita hindari. Seorang pendidik harus meningkatkan kualitas diri agar dapat benar-benar bermanfaat bagi dunia pendidikan dan siap menghadapi tantangan pendidikan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image