Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Rakyat Marhaen Butuh Pemimpin Pencerah

Politik | Friday, 15 Sep 2023, 04:17 WIB

Tulisan ini saya buat tidak bermaksud untuk memihak kepada salah satu Calon Presiden yang sedang digadang-gadang saat ini.

Adalah Sebuah kenyataan di depan mata, bahwa mayoritas rakyat Indonesia sedang mencari seorang pemimpin yang pemberani, berjiwa besar, dan sanggup melakukan terobosan untuk mengatasi persoalan bangsa sekarang ini. “Pencerah” dapat diartikan sebagai pemimpin yang membawa terang bagi bangsanya, bukan pemimpin yang membawa bangsanya pada “kegelapan”. Sebab, selain perlu adanya perumusan cita-cita politik dan kemauan yang keras, setiap perjuangan juga memerlukan seorang pemimpin. Demikian pula dengan perjuangan sebuah bangsa, seperti dikatakan sendiri oleh Bung Karno dalam pidato Re-So-Pim, memerlukan sebuah kepemimpinan nasional, sebab tanpa itu, perjuangan akan seperti tentara tanpa jenderal.

Seorang pemimpin nasional, meminjam perkataan Bung Karno lagi, bukan memimpin suatu partai atau suatu kabinet koalisi, melainkan harus memimpin suatu bangsa, dan bangsa itu bukan seperti satu kabinet koalisi, ataupun satu partai. Pada kenyataannya, kepemimpinan nasional sekarang ini sangat mirip dengan perkataan pepatah “jauh panggang dari api”, alih-alih dikatakan sebagai seorang pemimpin, banyak rakyat Indonesia yang merasa tidak punya pemimpin. Antara lembaga negara terjadi cekcok dengan lembaga lain, bahkan Antara Lembaga Penegak Hukum Dengan Rakyat Marhaen Yang Sedang Memperjuangkan Hak Hak Dasarnya.

Kenapa bisa terjadi? Karena pemimpin nasional sekarang ini gagal melakukan apa yang dikatakan oleh Bung Karno sebagai “mengaktivir bangsa yang ia pimpin kepada perbuatan”. Rakyat Marhaen merasa tidak “digerakkan” oleh pemimpinnya. Pemimpin nasional saat ini, dalam hal ini Presiden Jokowi, lebih banyak fokus pada agenda politik ekonomi nya sendiri di hadapan rakyat marhaen, menyampaikan himbauan-himbauan, menyampaikan jangan ini-jangan itu, dan lain-lain. Padahal, kalau hanya menyerukan rakyat marhaen pada sebuah perbuatan, tetapi kenyataannya tidak “mengaktivitir” rakyat marhaendalam perbuatan, maka rakyat marhaen tidak akan bergerak untuk menjalankan perbuatan itu.

Untuk mengaktivitir rakyat marhaen dalam perbuatan, seorang pemimpin perlu menjelaskan konsepsi-konsepsi dan melukiskan cita-cita politiknya, membangkitkan kepercayaan rakyat pada kemampuannya, dan sanggup membangunkan kekuatan rakyat marhaen untuk mencapai tujuan politiknya.

Di sinilah letak sebagian besar persoalan, bahwa pemimpin nasional sekarang ini tidak memiliki konsepsi nasional, malah lebih banyak mengintrodusir konsepsi-konsepsi yang berbau "asing"; demokrasi liberal, liberalisme ekonomi, dan lain sebagainya. Akibat dari ketiadaan konsepsi itu, bangsa Indonesia kini menjadi terombang-ambingkan di tengah perubahan dunia yang sangat cepat, tidak memiliki kepribadian dan karakter nasional, dan menyaksikan keterpurukan di segala bidang—politik, ekonomi, pertanahan dan kemananan, kesejahteraan rakyat, dan demokrasi.

Bagaimana kita bisa mendapatkan “pencerahan”, jikalau setiap hari hanya disajikan kejadian-kejadian memilukan; kemiskinan bertambah, biaya pendidikan cenderung mahal begitu juga infrastruktur pendidikan juga masih kurang, kesehatan agak sulit diakses rakyat banyak, harga sembako terus merangkak naik, kebebasan berkeyakinan tidak dapat dijamin negara, tidak ada perlindungan terhadap minoritas, pertikaian berbau "SARA" di mana-mana, Konflik Agraria dimana mana, dan lain sebagainya.

Padahal, sebagai seorang pemimpin yang seharusnya memimpin bangsa, maka pemimpin nasional sekarang mestinya mampu menyatukan keragaman (budaya, suku, agama, dll) ke dalam sebuah persatuan nasional yang kuat. Karenanya, seorang pemimpin harus berani pasang badan untuk melindungi persatuan nasional, dan menjaga persatuan nasional itu seperti menjaga “biji matanya” sendiri.

Dan, rasa antusias dan penuh optimisme rakyat marhaen untuk menonton film biografi tokoh tokoh bangsa terdahulu seperti Film SANG PENCERAH yang menceritakan Perjalanan Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan, juga ketertarikan rakyat marhaen untuk kembali kepada tokoh-tokoh pembebasan nasionaldi masa lalu, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Syahrir, Amir Syarifuddin, dsb, juga membaca buku-buku dan material-material mengenai tokoh-tokoh itu, ataupun adanya sebagian rakyat yang “lompat pagar” membanggakan pemimpin negara lain seperti Miguel Diaz-Canel Presiden Kuba, Thongloun Sisoulith Presiden Laos, Võ Văn Thưởng Presiden Vietnam, Lula Da Silva Presiden Brasil adalah penjelasan yang gamblang bahwa rakyat marhaen sedang memimpikan lahirnya pemimpin nasional yang seperti itu.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image