Konsep Madani dalam Politik Islam
Politik | 2024-04-27 14:11:07Konsep Madani dalam Politik Islam
====
Banyak yang mengira bahwa istilah madani setingkat dengan civil society. Secara zahir tampaknya benar. Misal dalam perkara egaliter dan persamaan hak warga negara serta upaya mencapai tujuan bersama.
Kerancuan peradaban barat dan sekularisme menyebabkan cara pandang dunia terhadap politik dan agama menjadi bias. Hal ini tidak hanya merusak cara pandang mereka yang di luar Islam, namun juga internal umat Islam.
Padahal perkara politik secara praktis relatif sama dengan perkara keseharian lainnya. Hanya domain pengaruh politik itu lebih diakui bagai titah" panglima. Ada yang menyebut "segenggam kekuasaan lebih berpengaruh dari segudang ilmu".
Kami melihat bahwa akar praktikal politik Islam adalah realisasi karakter masyarakat madani. Ini merujuk pada apa yang dilakukan Nabi Muhammad saw di Madinah.
Proyeksi Kemajuan:
Untuk pertama kalinya di dunia, sang Nabi menetapkan landasan konstitusi (piagam madinah) yang melampaui apa yang dicapai era Yunani, Romawi dan Persia (termasuk India dan Cina saat itu).
Sebagian kecil intelektual" muslim tidak sepakat bahwa Madinah saat itu menjadi model negara Islam. Namun secara nilai dan praktik profilnya, struktur Madinah telah menunjukkan satu sistem yang rapi sebagai sebuah negara (ada undang2. Ada pemimpin. Ada tentara. Ada sistem ekonomi. Ada nilai nilai yang diterapkan dll).
Memang secara syariah dan risalah, Islam datang tidak dengan satu model negara tertentu. Namun setidaknya model negara itu tercatat dalam pola yang diterapkan oleh khalifah (penerus Nabi) yang empat: dengan versi musyawarah. Penunjukan langsung. Dewan pemilih dan Negosiasi publik.
Agaknya Islam (di Madinah) juga tidak mensintesis sistem negara sebelumnya. Hanya saja dalam catatan Alfarabi, negara Madinah disebut sebagai model negara utama (fadhilah).
Pun Islam tidak melarang sintesa itu sebagaima kemudian berlaku beberapa model daulah (penunjukan langsung/diwariskan), dinasti, dengan kelebihan dan kekurangannya sendiri.
Menurut Fahmi Zarkasyi, dalam studinya menunjukkan bahwa tipikal negara Madinah menjadi proyeksi (duplikasi) kemajuan sistem pemerintahan Islam dari masa ke masa.
Dia menganggap bahwa apa yang dicapai Spanyol/Andalus di fase Umayah juga didasari oleh prototipe masyarakat Madinah era Nabi.
Lalu bertaut hingga ke Baghdad, (lalu memengaruhi kemajuan Eropa 600 tahun kemudian) Damaskus, Mesir, Turki hingga ke Nusantara.
Masih menurut Fahmi, kata "Madinah" yang kemudian disifati menjadi madani...terambil dari kata "din",(agama Islam).
Sehingga "madinah", merupakan model penerapan (tempat diterapkannya) nilai agama yang universal hingga membentuk sebuah kota mulia/beradab.
Itulah sebabnya Nabi mengganti nama Yatsrib menjadi Madinah al munawwarah (kota yang dipenuhi cahaya Islam).
Tiga Pilar Madani:
Singkatnya, konsep madani itu mesti mencakup tiga pilar yaitu Ilmu (rukun Islam), nilai tauhid (rukun iman), dan panduan norma berupa Akhlak (ihsan/kesadaran tinggi). Begitu menurut catatan Fahmi Zarkasyi yang mendalami pemikiran modern Islam.
Apa yang dicapai oleh peradaban Islam juga mengacu pada formula di atas tadi, dan selalu seiring dengan kualitas politik, kualitas ekonomi dan sistem ilmu/para ulama dan pakar.
Adapun yang menjadi pembeda dari civil society adalah, konsep madani didasarkan nilai transenden tauhid, berorientasi pada kebaikan akhirat serta tidak menjadikan dunia sebagai mablagha hammina (puncak keinginan).
Semua indikasi madani ( dalam catatan lain: Ta'awun. Tawazun. Takaful) merujuk pada upaya memakmurkan bumi dan merealisasikan penyembahan kepada Allah swt.
*
Taufik sentana
Peminat studi sosial budaya. Praktisi pendidikan Islam Aceh Barat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.