Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Gili Argenti

Pemilih dan Pemilu 2024

Politik | Saturday, 12 Aug 2023, 05:57 WIB
Ilustrasi gambar para pemilih ketika pemilu, sumber : https www.uny.ac.id

Pelaksanaan Pemilu 2024 waktunya semakin mendekat, pesta demokrasi keenam pasca orde baru ini, sangat menarik untuk kita diperbincangkan di ruang-ruang publik, sebagai salah satu sarana pendidikan politik bagi masyarakat. Pemilu 2024 menurut KPU akan diikuti 204.807.222 pemilih. Data tersebut diperoleh dari hasil Rapat Pleno Terbuka Rekapitulasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) Tingkat Nasional di Gedung KPU, pada hari Minggu, tanggal 2 Juli 2023.

Menariknya dari keseluruhan data pemilih itu, diperkirakan didominasi pemilih muda sebesar 52% atau 106.358.447 jiwa, naiknya jumlah pemilih muda menandakan telah terjadi pergeseran demografi politik dari pemilu-pemilu sebelumnya. Artinya para kontestan dari partai politik, caleg, capres dan cawapres dituntut beradaptasi menghadapai “dominasi” pemilih muda yang memiliki karakteristik kritis, rasional, dan terbuka. Kesalahan menyusun strategi berdampak sangat fatal, tanpa adanya inovasi dan pendekatan baru para kontestan politik itu bisa ditinggalkan oleh pemilih, karena pendekatan politik konvensional bisa dinilai ketinggalan zaman.

Pada artikel ini penulis mengulas tipe-tipe pemilih secara umum, serta beberapa karakteristik penting dari pemilih muda, agar kita sebagai pemilih bisa mengetahui dan menilai diri sendiri berada pada tipe pemilih yang mana, sedangkan bagi para kontestan bisa mengetahui karakteristik dari setiap tipe pemilih, agar tidak keliru menyusun produk politik ketika ditawarkan saat kampanye.

Pemilih Pemilu

Kontestasi politik tidak jauh berbeda dengan kompetisi di dunia ekonomi dan bisnis, mempertemukan dua pihak antara konsumen dengan produsen. Pemilih seperti seorang konsumen yang membeli suatu produk berdasarkan kebutuhannya, sedangkan produsen merupakan pihak membuat produk (barang dan jasa) untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang diharapkan akan menjadi konsumennya.

Misalnya seorang konsumen membeli sabun merek X di supermarket, ia tidak membeli sabun merek A, B, C, D, atau lainnya, karena sabun merek X menyediakan komposisi bahan sesuai kebutuhannya, dibandingkan dengan sabun merek lain, artinya produsen sabun merek X telah “tepat” membuat produk sesuai kebutuhan si konsumen tadi. Hal ini hampir sama dalam kontestasi elektoral, ketika pemilih berada di dalam bilik suara, hanya memilih satu kontestan padahal banyak kontestan lain di kertas suara itu. Artinya kontestan yang dipilih dinilai telah “tepat” membuat produk politik berupa visi, misi, ideologi, rekam jejak, dan platform politik sesuai ekspektasinya.

Karakteristik Pemilih

Menurut Firmanzah (2008) terdapat dua arus besar tipe pemilih dalam pemilu, yaitu tipe policy problem solving dan tipe aspek persamaan.

Tipe policy problem solving, jenis pemilih menggunakan pertimbangan logika-rasional ketika menjatuhkan pilihan, tipe pemilih yang melihat tawaran kebijakan dan program politik dari para kontestan, apakah bisa menjadi solusi dari permasalahan yang dihadapi masyarakat, selain itu tipe pemilih policy problem solving kerap menjadikan rekam jejak para kontestan sebagai pertimbangan, mereka melihat masa lalu untuk mengukur konsistensi dalam berpolitik. Sedangkan tipe pemilih kedua yakni aspek persamaan cenderung melihat persamaan antara pemilih dengan kontestan politik seperti kelompok, suku, ras, golongan, dan ideologi. Tipe pemilih ini bentul-betul mengedepankan kesamaan pemikiran atau latar belakang antara pemilih dengan para kontestan.

Dari penjelasan dua tipe pemilih (policy problem solving dan aspek persamaan), diharapkan para pembaca memahami dinamika politik masyarakat, sangat beragam ketika menentukan pilihan politik di bilik suara. Bagi penulis sendiri tipe pemilih apapun itu harus kita hargai serta hormati, konsekusensi hidup di negara menganut demokrasi, harus siap menerima perbedaan dan pluralitas politik.

Faktor Pilihan Politik

Faktor pemilih menentukan pilihan menurut Bastian (2022) terdapat tiga model, yaitu model sosiologis, model psikologis, dan model pilihan rasional.

Model sosiologis, memilih disebabkan adanya ikatan lingkaran sosial seperti keluarga, agama, ras, etnik, dan kelompok. Kesamaan lingkaran sosial itu berpengaruh besar bagi pemilih dalam menentukan pilihan politik, karena sepanjang hidupnya mereka hidup dalam atmosfer lingkungan relatif sama, akhirnya mempengaruhi preferensi pilihan politik seseorang (pemilih), sehingga memiliki kecenderungan untuk memilih kontestan yang mempunyai habitat sosial sama dengan dirinya.

Model psikologi, seorang pemilih sangat dipengaruhi penilaian pribadi (subjektif), persepsi politik ini tumbuh seiring munculnya isu-isu disekitar para kontestan politik. Sedangkan model pilihan rasional dikenal dengan rational-choice berdasarkan pertimbangan logika sangat rasional, maksudnya kalau memilih kontestan A akan berdampak apa bagi si pemilih lima tahun kedepan, model pemilih rasional ini betul-betul mengandalkan rasionalitas dalam menilai kemampuan para kontestan politik.

Berdasarkan hasil survei dari Poltracking Indonesia pada tahun 2022 ditemukan data, bahwa jumlah pemilih rasional mencapai 30,7%, kemudian diikuti pemilih sosiologis 25,2%, dan pemilih psikologis 20,7%

Karakter Pemilih Muda

Pemilu 2024 merupakan tantangan bagi eksistensi para kontestan politik, mereka dihadapkan pada karakter pemilih muda yang khas dan unik, mesin politik yang biasanya bergerak konvensional melalui aktifitas tatap muka, dituntut beradaptasi secara cepat menyesuaikan gerak kemajuan zaman, terlebih para pemilih muda sangat dominan persentasenya di pemilu kali ini, mereka rata-rata melek teknologi digital.

Karakter pemilih muda adalah pemilih yang enggan menerima narasi satu arah yang bersifat top down, mereka lebih menyukai interaksi secara horizontal, bisa dilihat dari kultur mereka lebih menyukai budaya egaliter, setara, dan terbuka. Mereka tidak menyukai wajah politik tertutup serta beraroma feodalisme dan doktriner, mereka kerap berpikir kritis atas berbagai hal, artinya gaya politik para kontestan harus ikut berubah, tidak bisa seperti sebelumnya. Jangan heran pemilih muda era digital, kurang menyukai tampilan ideologis, mereka lebih menyukai perpindahan dari satu isu ke isu lain, sebuah tipe generasi sangat dinamis serta cair (Padjalangi, 2019).

Pemilih muda ini menjadi penentu kemenangan politik di Pemilu 2024, kemenangan serta kekalahan para kontestan politik dipengaruhi oleh kegagalan atau keberhasilan mereka meraih simpati para pemilih muda.

Gili Argenti, Dosen FISIP Universitas Singaperbangsa Karawang (UNSIKA).

Referensi Artikel.

1. Bastian, Asep Ferry. 2022. Strategi Marketing Mix Politik Dalam Pemenangan Pilkada (Pustaka Obor Indonesia, Jakarta).

2. Firmanzah. 2008. Marketing Politik (Pustaka Obor Indonesia, Jakarta).

3. Padjalangi, Yagkin. 2019. Partai Milineal (Merdeka Book, Jakarta).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image