Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Thareza Tifany

Strategi Mengatasi Tindakan Korupsi Melalui Pelaksanaan Otonomi Daerah

Politik | Tuesday, 01 Aug 2023, 17:02 WIB
https://pixabay.com/id/photos/pencucian-uang-memerangi-kejahatan-1963184/

Terjadinya tindakan korupsi yang dilakukan oleh oknum-oknum di pemerintahan daerah yang tidak bertanggung jawab dapat menjadi penghambat suksesnya pelaksanaan otonomi daerah karena dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan rakyat, yaitu untuk menjalankan segala program pemerintah, untuk pengadaan alat-alat dan fasilitas yang dapat menunjang pelayanan publik, serta untuk memperbaiki dan merawat berbagai infrastruktur umum seperti jalan, namun malah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi.

Hal ini terbukti saat kita melihat banyak sekali pejabat dari pemerintahan daerah yang memiliki harta kekayaan tidak wajar dan melakukan "flexing" di media sosial, yaitu pamer harta kekayaan dan menghambur-hamburkan uang untuk membeli barang-barang mewah hingga berlibur ke luar negeri yang ternyata menggunakan uang rakyat hasil korupsi atau suap.

Hasil penelition oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2013 menyebutkan bahwa, adanya pelaksanaan otonomi daerah yang seharusnya dapat menjadi jembatan bagi terwujudnya desentralisasi pembangunan, justru malah mendorong meningkatnya kasus-kasus korupsi di daerah. Hal ini dikarenakan, setelah diberlakukannya otonomi daerah, kewenangan dan besarnya dana untuk pemerintahan di daerah akan bertambah besar yang kemudian menjadi pemicu munculnya praktik-praktik korupsi. Selain itu, di daerah-daerah yang cenderung tidak kaya akan sumber daya alamnya, maka tindakan korupsi tersebut akan terjadi pada kegiatan belanja daerah atau kegiatan pengadaan barang dan jasa. Minimnya kontrol dari publik terhadap kepala daerah beserta jajarannya di pemerintahan daerah juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi (www.voaindonesia.com, 27/06/2013).

Saran yang bisa saya berikan agar pelaksanaan otonomi daerah justru bisa mengurangi terjadinya perilaku korupsi diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pemerintah harus segera merevisi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terutama mengenai masalah pembagian wewenang oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga terkait pasal 126 yang memuat status kepala daerah yang terjerat oleh kasus korupsi.

Selama ini, dasar hukum tersebut memberi ketentuan yang cenderung kurang menimbulkan efek jera pada para pelaku korupsi, yaitu diantaranya:

1) Sejauh oknum di pemerintahan daerah belum berstatus menjadi terdakwa dan mendapat tuntutan kurang dari lima tahun penjara, maka mereka bisa bebas dan tetap menempati jabatannya. Menurut pendapat saya, seharusnya para oknum pejabat pemerintahan daerah yang benar-benar telah terbukti melakukan korupsi harusnya tidak boleh lagi menempati jabatannya.

2) Selain itu, Undang-Undang yang ada mengharuskan pemeriksaan atau penahanan yang dilakukan oleh para penegak hukum terhadap para kepala daerah haruslah atas izin dari Presiden terlebih dahulu. Sedangkan, untuk memperoleh izin tersebut, para penegak hukum juga harus melalui birokrasi yang panjang dan sangat rumit.

Sehingga menurut pendapat saya, dengan melakukan revisi pada undang-undang tersebut, maka diharapkan para gubernur, bupati atau walikota yang tersangkut oleh kasus korupsi dapat langsung dinonaktifkan begitu menjadi tersangka.

2. Pemerintah perlu mengefektifkan kembali peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di dalam lingkup pemerintahan daerah di seluruh Indonesia sebagai upaya memerangi terjadinya tindakan korupsi yang dilakukan oleh para kepala daerah dan jajarannya.

Hal ini dikarenakan, KPK memiliki kapasitas untuk dapat masuk ke semua lembaga negara dan melakukan berbagai upaya evaluasi dan pencegahan terjadinya kasus korupsi. Langkah yang tepat untuk diambil ialah membentuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di daerah-daerah atau membangun kantor KPK di berbagai daerah.

3. Pemerintah juga dapat menerapkan asas pembuktian terbalik untuk mengawasi jumlah kekayaan para pejabat pemerintah daerah selama menduduki masa jabatannya.

Asas pembuktian terbalik ialah sebuah aturan hukum yang mengharuskan para pejabat pemerintahan di daerah untuk dapat membuktikan jumlah kekayaan yang dimilikinya serta darimana kekayaan tersebut berasal dari sejak sebelum menjabat yang kemudian dibandingkan saat setelah menjabat.

Jika didapati jumlah kekayaan pejabat tersebut meningkat secara drastis dan terkesan tidak masuk akal apabila dilihat dari jumlah gaji yang didapatkan selama menjabat dan ia tidak dapat membuktikan kekayaan tersebut berasal dari sumber yang legal, maka hal tersebut dapat mengidentifikasikan adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan.

4. Pemerintah dapat memperkuat peran dan independensi inspektorat daerah sehingga kedudukan inspektorat daerah tidak lagi di bawah kepala daerah, yang kemudian akan berdampak pada lebih leluasanya mereka dalam melakukan berbagai bentuk upaya mencegah penyimpangan atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan kepala daerah terutama mengenai tindakan korupsi.

5. Pemerintah harus memastikan semua aktivitas penyusunan anggaran dan pengadaan barang juga jasa di lingkup pemerintahan daerah dilakukan secara akuntabel dan setransparan mungkin.

Pemerintah dapat memberlakukan mekanisme layanan e-procurement, e-catalog, e-planning dan e-budgetting di seluruh daerah di Indonesia. Dengan perencanaan anggaran dan pengadaan barang juga jasa yang dilakukan secara digital atau serba online, maka potensi terjadinya korupsi pengadaan barang dan jasa yang melibatkan pejabat daerah, legislatif dan para pengusaha dapat ditekan ke angka yang paling kecil.

6. Selain itu, masyarakat juga dapat berperan serta secara aktif untuk mengurangi terjadinya tindakan korupsi di lingkup pemerintahan daerah dengan cara melakukan kegiatan pengawasan pada pelaksanaan kebijakan pemungutan pajak dari pemerintah daerah agar pajak dari rakyat tidak disalahgunakan dan benar-benar digunakan sebagaimana mestinya demi untuk kepentingan rakyat.

Selain itu, ketika masyarakat menemui ada pihak aparatur negara dan pejabat pemerintahan daerah yang memiliki kekayaan tidak wajar dan melampaui gaji yang diterimanya, maka masyarakat dapat melaporkannya pada pihak yang berwenang, namun harus dengan bukti yang lengkap dan jelas atau tidak hanya menduga-duga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image