Implementasi Pembayaran Denda Angsuran Keterlambatan Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah
Ekonomi Syariah | Thursday, 27 Jul 2023, 11:19 WIBImplementasi Pembayaran Denda Angsuran Keterlambatan Pembiayaan
Murabahah di Perbankan Syariah (Ditinjau dari Fatwa
No. 17/DSN-MUI/IX/2000)
Secara umum, denda adalah bentuk hukuman
yang melibatkan uang yang harus dibayarkan dalam
jumlah tertentu. Jenis yang paling umum adalah uang
denda yang jumlahnya tetap, dan denda harian yang
dibayarkan menurut penghasilan seseorang. Denda
merupakan salah satu jenis dari hukuman ta’zir. Ta’zir
menurut bahasa adalah ta’dib, artinya memberi
pelajaran. Ta’zir juga diartikan dengan Ar-Raddu Wal
Man’u, yang artinya menolak dan mencegah. At-ta’zir
adalah larangan, pencegahan, menegur, menghukum,
mencela dan memukul. Hukuman yang tidak
ditentukan (bentuk dan jumlahnya), yang wajib
dilaksanakan terhadap segala bentuk maksiat yang
tidak termasuk hudud dan kafarat, baik pelanggaran
itu menyangkut hak Allah SWT maupun hak pribadi.
Menurut Wahbah Al-Zuhaili dalam kitab Al-Fiqh
Al-Islami wa Adillatuh, sanksi-sanksi ta’zir adalah
hukum-hukuman yang secara syara’ tidak ditegaskan
mengenai ukurannya. Syariat Islam menyerahkannya
kepada penguasa negara untuk menentukan sanksi
terhadap pelaku tindak pidana yang sesuai dengan
kejahatannya. Sanksi-sanksi ta’zir ini sangat beragam
sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat, taraf
pendidikan masyarakat, dan berbagai keadaan lain
manusia dalam berbagai masa dan tempat.(Masyofah,
2013, p. 139) Di karenakan ta’zir tidak ditentukan
secara langsung dalam Al-Quran dan hadis (terlebih
dalam konteks pembiayaan murabahah), maka ini
menjadi kompetensi penguasa setempat (bisa lembaga
pemerintah melalui fatwa DSN-MUI). Dalam
memutuskan jenis dan ukuran sanksi ta’zir, harus tetap
memberikan petunjuk nash secara teliti karena
menyangkut kemaslahatan umum.(Masyofah, 2013,
p. 140)
Ta’zir memiliki syarat dan tujuan tertentu, antara
lain yaitu sebagai berikut:(Masyofah, 2013, p. 142)
a. Preventif (pencegahan). Ditujukan bagi orang lain
yang belum melakukan jarimah.
b. Represif (membuat pelaku jera). Dimaksudkan
agar pelaku tidak mengulangi perbuatan jarimah
(perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syara’)
di kemudian hari.
c. Kuratif (perbaikan). Ta’zir harus mampu
membawa perbaikan perilaku terpidana di
kemudian hari.
d. Edukatif (pendidikan). Diharapkan dapat
mengubah pola hidupnya ke arah yang lebih baik.
Konsep Akad Pembiayaan Murabahah
Seperti telah dijelaskan diawal, mengapa akad
pembiayaan murabahah lebih banyak dikaji dalam
perbankan syariah. Hal ini dikarenakan komposisi
akad pembiayaan murabahah cukup mendominasi dari
sekian banyak variatif akad pembiayaan yang ada di
bank syariah atau lembaga keuangan syariah.
Alasanya adalah karena penerapan dalam akad
pembiayaan ini memiliki risiko yang lebih rendah
daripada akad pembiayaan mudharabah dan
musyarakah.(Susilo, 2017, p. 209) Pihak bank syariah
lebih memiliki kendali dalam artian bisa melakukan
estimasi atas sejumlah keuntungan yang akan
diperoleh dari pembiayaan yang disalurkan.
Disamping itu, akad pembiayaan murabahah cukup
sederhana, dan mudah diaplikasikan.
Murabahah berasal dari kata (Arab) rabahayurabihu-murabahatan, yang berarti untung atau
menguntungkan, Murabahah juga berasal dari kata
ribhun atau rubhun yang berati tumbuh, berkembang,
dan bertambah.(Djamil, 2013, p. 108)
Para fuqaha mensifati murabahah sebagai bentuk
jual beli atas dasar kepercayaan (dhaman buyu’ alamanah). Hal ini mengingat penjual percaya kepada
pembeli yang diwujudkan dengan menginformasikan
harga pokok barang yang akan dijual berikut
keuntungannya kepada pembeli.(Djamil, 2013, p.
109) Dalam pendapat lain, murabahah merupakan
transaksi jual beli dengan prosedur penjual
menyatakan modal pembelian barang, kemudian
menentukan margin profit (ribh) yang disepakati dari
modal. Menurut jumhur ulama’, ba’i murabahah
hukumnya sah diperbolehkan.(Pelangi, 2013, p. 16)
Dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syariah, penjelasan pasal 19 ayat
(1) huruf d, yang dimaksud dengan murabahah adalah
akad Pembiayaan suatu barang dengan menegaskan
harga belinya kepada pembeli, dan pembeli
membayarnya dengan harga beli ditambah margin
keuntungan yang telah ditentukan kepada penjual.
Penjelasan tersebut belum mengungkapkan
mekanisme dari pembiayaan murabahah oleh bank
syariah kepada nasabahnya. Dalam operasionalnya
akad pembiayaan murabahah melibatkan pihak ketiga
sebagai supplier atau penyedia barang. Hal ini
dikarenakan dalam praktik pembiayaan murabahah
khususnya di Indonesia, bank syariah tidak
menyediakan sendiri barang-barang yang menjadi
objek jual beli murabahah. Pihak bank syariah hanya
menyediakan fasilitas pembiayaannya. Adapun sistem
pembayaran angsuran pembiayaan murabahah adalah
dilakukan dengan cara cicilan yang dibayar tiap bulan
selama jangka waktu pembiayaan. Jumlah angsuran
yang dibayar tiap bulan besarnya sama mulai dari awal
sampai dengan akhir atau jatuh tempo pembiayaan.
Model sistem pembayaran cicilan inilah yang mana
apabila terjadi keterlambatan dalam pembayaraanya,
maka si nasabah akan dikenai denda.
Terdapat catatan menarik mengenai pembiayaan
murabahah, sehingga penting untuk disampaikan,
sebagaimana yang ditulis oleh Prof. Dr. Sutan Remi
Sjahdeini, yang dikutip dari pendapat Maulana Taqi
Usmani, bahwa murabahah tidak dapat digunakan
sebagai mode pembiayaan selain untuk tujuan nasabah
memperoleh dana guna membeli barang atau
komoditas yang diperlukan. Lebih jauh
dijelaskan,suatu misal nasabah mengajukan
pembiayaan untuk pembelian kapas sebagai bahan
baku pembuatan kain, maka objek pembiayaan
murabahah adalah komoditas kapas tersebut. Tidak
diperkenankan untuk membiayai barang lain diluar
kesepakatan perjanjian akad murabahah seperti mesin
produksi atau lainnya. Juga tidak diperkenankan dana
pembiayaan murabahah tersebut digunakan untuk
tujuan lain seperti membayar gaji pegawai atau
tagihan listrik dan sebagainya (diluar objek akad
perjanjian murabahah yang disepakati antara bank
syariah dengan nasabah).(Sjahdeini, 2015, p. 205)
Penulis sepakat dengan pandangan diatas.
Pemanfaatan dana pembiayaan dari akad murabahah
apabila digunakan untuk kepentingan diluar objek
pembiayaan maka dampak hukum yang terjadi adalah
tidak sahnya akad perjanjian tersebut. Sebagaimana
diketahui terdapat tiga rukun jual beli yaitu (1) aqidain
(2) ma’qud alaih/objek jual beli (3) shighah/akad.
Agar tercapai sahnya jual beli, termasuk mode jual
beli dalam akad murabahah, harus memenuhi ketiga
rukun jual beli tersebut.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.