Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dimas Muhammad Erlangga

Betapa Lemahnya Demokrasi Saat Ini

Politik | Monday, 17 Jul 2023, 12:20 WIB

Ada dua faktor yang menyebabkan demokrasi bisa mengalami kegagalan, yaitu: pertama, disfungsionalitas, dan kedua, degenerasi atau pembusukan dari dalam yang terus menerus secara gradual namun pasti yang pada akhirnya membuat demokrasi gagal.

Dalam lebih dari 13 tahun terakhir ini, Indonesia masih terus menapaki jalan demokrasi. Dalam mengevaluasi proses perjalanan itu, ada dua pendapat besar yang selalu muncul dan mengemuka: pertama, mereka yang beranggapan bahwa proses demokrasi kita sudah mengarah pada kemajuan dan, karena itu, akan menjadi contoh bagi negara-negara lain di dunia. kedua, demokrasi kita sekarang ini berjalan pada arah yang salah, sudah kebablasan, sehingga perlu dikoreksi kembali.

Sebetulnya Jokowi berada pada golongan yang pertama. Tetapi, entah karena apa, dia merasa sangsi sendiri dengan apa yang menjadi kesimpulan golongan pertama. Dalam uraian diatas, demokrasi yang disfungsionalitas tidak memberi manfaat dan sering diikuti delegitimasi atau hilangnya kepercayaan rakyat.

Sejak satu dekade terakhir, ekspektasi rakyat terhadap kemajuan demokrasi semakin nihil. Sekarang ini muncul sebuah gejala yang sangat umum dan nyata; krisis kepercayaan terhadap politik, partai dan politisi (termasuk mereka yang ada di eksekutif yang "Merangkap Jabatan" sebagai Politisi).

Akan tetapi, kenyataan itu justru memperkuat pernyataan bahwa demokrasi liberal memang diperlukan untuk menjaga kelangsungan neoliberalisme. Jika kediktatoran militer yang Fasistik memukul partisipasi rakyat dengan kekerasan, maka demokrasi liberal menjauhkan rakyat dari politik dengan menebarkan apatisme dan sinisme terhadap politik. Artinya, proses ketidak-percayaan rakyat terhadap demokrasi yang kian besar itu adalah sebuah kondisi yang diperlukan oleh sistem neolibralisme untuk tetap bekerja.

apabila mekanisme pasar seperti tadi masuk dalam ranah politik, maka demokrasi kehilangan alasan eksistensinya. Begitu suara rakyat dikemas menjadi komoditi ekonomi yang ditawarkan maka demokrasi kehilangan landasan idealnya. Vox populi vox dei tidak berlaku lagi.

Kita juga tahu, ketika Sosialisme Uni Soviet dan Sosialisme beberapa negara Eropa Timur runtuh, lalu Tiongkok dianggap ditaklukkan oleh ekonomi pasar, para penganut liberalisme bersuka ria dengan ‘matinya ideologi’. Menurut mereka, ‘perjuangan untuk diakui, kehendak untuk mengambil risiko mati bagi sebuah cita-cita yang sepenuhnya abstrak, pergulatan ideologis sedunia yang menggugah tualang, keberanian, imajinasi, dan idealisme, akan digantikan oleh perhitungan ekonomis, keprihatinan soal lingkungan dan pemuasan permintaan konsumen yang kian canggih.

Kini, mereka mestinya merayakan lahirnya kompetisi politik yang tidak dilandasi oleh seperangkat ide dan gagasan, melainkan oleh uang dan penampilan verbalistik semata. Bukankah itu yang mereka inginkan? Matinya nasionalisme, islamisme sosialisme yang menghalangi kapitalisme.

Dulu, di tahun 1959, Dalam Pidato Menemukan Kembali Jalannya Revolusi Kita, Bung Karno mengutuk demokrasi liberal. “Bukan free fight liberalism yang harus kita pakai, melainkan suatu demokrasi yang mengandum manajemen di dalam arah mencapai tujuan yang satu, yaitu masyarakat keadilan sosial,” begitu kata Bung Karno.

Makanya kita kembali bertanya pada Pemerintah Dan DPR, apa kontribusi mereka terhadap Demokrasi Pancasila hanya sampai pada Pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal saja Dan Mengeluarkan Produk Kebijakan yang tidak sesuai dengan Kaidah Musyawarah Mufakat sehingga menganggap Demokrasi Indonesia Baik Baik Saja?...

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image