Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Chikal Akmalul Fauzi

Moralitas Politik : Peluang dan Tantangan Untuk Menyongsong Pemilu 2024 yang Berintegritas

Politik | Sunday, 02 Jul 2023, 13:33 WIB
Photos by : Pixabay

Yang di maksud dengan moralitas politik bagaimana sikap dan sifat para aktor politik dalam merespon dan berdialektika politik secara komprehensif. Moralitas politik di maksud tidak hanya sikap dan sifat aktor politik seperti, elit politik, partai politik tokoh politik namun juga seluruh stake holder politik yang berdialektika di dalamnya, seperti para pemilih, supporting system media, para aktivis dan juga pelaku pelaku korporat yang tersebar di republik ini. Ketika menterhjemahkan moralitas politiknya disitu, maka harus di urai satu persatu, bagaimana sikap dan sifat seluruh stake holder politik dalam merespon dinamika politik, menjelang pemilu 2024.

1. Partai politik. Di tuguh partai politik hampir semua partai politik di republik ini hampir semua mempunyai pehaman yang esensial, yaitu 1. Belum terciptanya demokratisasi internal partai yang hakiki, dimana atmosfer demokrasi yang di harapkan oleh masyarakat belum di terwjud secara optimal di internal partai politik, salah satu artikulasinya adalah uang, kekayaan, jabatan masih berkuasa di interna partai politik. Orientasi kekuasaan lebih dominan di bandingkan menegakan platform platform kepartaian. Implikasinya adalah yang ada dipikiran partai politik adalah kekuasaan belum kuat memikirkan optimalisasi kiprah dan kehadiran partai politik secara konstruktif dan progresif di tengah tengah masyarakat. Jika kedua kelemahanm tersebut masih menyelimuti partai politik di negeri ini maka moralitas untuk mewujudkan demokrasi elekrtoral (formal prosedural) yang disebut pemilu tidak akan pernah terjalan secara berintegritas, berkeadilan dan bermartabat. Begitupun demokrasi substansial tidak akan mampu hadir di tengah tengah masyarakat. Sehingga berapa kali pemilu pun masyarakat tidak pernah merasakan dampak kemakmuran dan kesejahteraan.

2. Penyelenggara pemilu. Sistem yang dibangun dalam rekruitmen penyelenggara pemilu baik KPU, Bawaslu maupun DKPP tidak memberikan peluang untuk mandiri, berintegritas dan berkeadilan, karena penyelenggara pemilu di pilih dan di tentukan melalui partai politik yang di representasikan oleh komisi II DPR RI, bagaimana akan berintegritas, tidak berpihak kepada kekuatan partai politik sedangkan yang memilihnya saja adalah partai politik, implikasinya seluruh penyelanggara pemilu memanut terhadap intruksi dan perintah partai politik, jika sudah demikian bagimana moralitas yang dimiliki oleh penyelanggara pemilu untuk menciptakan pemilu yang demokratis, berkeadilan dan berkeadaban.

3. Pemilih. Pada akhirnya moralitas dua point di atas akan berdampak signifikan terhadap pemilih. Signifikansi dampak tersebut bisa kita lihat dengan maraknya tradisi pragmatis transaksional menyebarkan ujaran kebencian dan keberpihakan yang ‘buta’ sudah menjadi seakan budaya di tengah tengah masyarakat se antero negeri, sehingga moralitas kedaulatan rakyat dalam menentukan hak pilihnya sudah tidak lagi bisa di harapkan.

4. Supporting system media. Sudah bukan rahasia umum bahwa pemilik perusahaan media adalah aktor aktor politik yang ada di republik ini. Sehingga ketika media media sudah di miliki oleh para aktor politik sudah hampir bisa di pastikan media tersebut bergerak untuk kepentingan aktor politik yang memiliki perusahaan media tersebut. Sama sama kita pahami seharusnya media merupakan penjunjung tinggi moralitas dengan ke indenpendensian, ke akurasian terhadap semua informasi yang akan di tebar di tengah tengah masyarakat, namun faktanya tidak demikian, terkadang media tersebut yang membuat gaduh di tengah tengah masyarakat dan akhirnya masyarakat di paksa berhadapan dalam merespon dinamika politik, termasuk dinamika politik menjelang pemilu 2024. Kalau media saja sebagai penjunjung tinggi moralitas politik sudah demikian maka sulit rasanya untuk membumikan prinsip prinsip moralitas yang baik terhadap politik di negeri ini.

5. Pemilik perusahaan. Begitupun pemilik perusahaan baik pribumi maupun perusahaan asing terkadang ikut ‘cawe cawe’ dalam meng endorse kekuatan partai politik dan aktor aktor politik yang ingin berkuasa di negeri ini sehingga istilah ‘bandar politik’ sering kali menyeruak ke permukaan dan seakan bukan menjadi rahasia ketika mengahadapi setiap momentum pemilu, begitupun keterlibatan negara negara asing melalui berbagai macam modus oprandi termasuk melalui perusahaan perusahaan asing, terlibat aktif walalupun secara sembunyi sembunyi dalam mensuport kekuatan kekuatan partai politik yang akan merebut kekuasaan tersebut.

14 Februari 2024 merupakan momentum untuk bagaimana menyumbangkan hak istimewa seluruh masyarakatr Indonesia yang sudah berusia 17 tahun atau yang sudah menikah. Tentu, berbagai trouble yang terjadi dalam prosesi pemilu 2024 menjadikan tantangan sekaligus peluang untuk membangun pemilu 2024 yang berkeadilan, berintegruitas dan bermartabat.

Oleh : Chikal Akmalul Fauzi

Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UMJ

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image